ICC Jakarta – Berdasarkan prinsip-prinsip Filsafat dan Irfan serta literatur-literatur agama, tiada seorang pun yang dapat menyelami hakikat zat Allah Swt. Hal ini disebabkan karena kenirbatas-Nya dan ketak-berujung-Nya hakikat zat tersebut.[1]
Para arif, seperti filosof dan pemikir lainnya – sepakat bahwa zat Allah Swt secara mutlak dan tanpa adanya sedikit pun sifat dan qaid yang dilekatkan pada-Nya, tidak dapat diketahui oleh siapa pun dan tiada seorang pun yang dapat sampai kepada Zat Allah Swt. Zat Allah Swt sebagai Entitas Mutlak dan Nirbatas tidak memiliki relasi sedikit pun dengan entitas terbatas (baca: para makhluk). Karena itu, sabda Nabi Muhammad Saw yang sangat terkenal ini menyatakan bahwa, “Tuhanku! Kami tidak mengenal-Mu sepantas-Nya diri-Mu dikenal dan kami tidak menyembah-Mu sebagaimana layaknya Engkau disembah.”[2]
Demikian juga, Imam Ali As dalam mendeskripsikan Allah Swt berkata, “Orang yang tinggi kemampuan akalnya tak dapat menilai, dan penyelam pengertian tak dapat mencapai-Nya; la yang untuk menggambarkan-Nya tak ada batas telah diletakkan.”[3]
Dengan demikian, mengenal hakikat Zat Allah Swt tidak mungkin dilakukan oleh siapa pun; karena itu untuk mengenal dan beriman kepada Allah Swt maka jalan yang harus ditempuh adalah melalui jalan asma (nama-nama) dan mazhahir (pelbagai penampakan) Allah Swt.[4]
Adapun terkait dengan makna mengenal Allah Swt melalui asma (nama-nama) adalah sebagai berikut:
Tinggalkan Balasan