Kedua belah pihak harus saling percaya kepada pasangannya dan harus menarik kepercayaan pasangannya dengan perilaku yang baik. Masing-masing harus menjadi perhiasan bagi pasangannya, harus saling menutupi aib pasangannya. Sebagian, begitu duduk di sebuah tempat ia mulai mengeluh akan pasangannya; melakukan inilah, berbicara beginilah dan sebagainya. Sekalipun pasangannya memiliki aib, tidak boleh aib ini dibongkar sana sini dan disampaikan kepada yang ini dan kepada yang itu. Keduanya adalah baju, pakaian, penjaga, perhiasan dan sumber kewibawaan. Jika kalian menjaga hal-hal ini, maka kehidupan akan menjadi baik. Orang-orang yang kehidupannya berantakan, pasti dalam hal-hal ini ada kepincangan. Tentunya kami tidak mengatakan keduanya pasti salah. Namun, biasanya pihak sini ada sedikit kesalahan dan pihak sana juga ada sedikit kesalahan. Bila kalian mau berhati-hati, maka kehidupan akan menjadi indah dan lingkungan rumah tangga akan menjadi tempat perlindungan yang aman. (24/10/81)
Bila seorang istri di dalam rumah tangga mendapatkan keamanan dari sisi kejiwaan, keamanan dari sisi akhlak dan kenyamanan serta ketenangan, pada hakikatnya sang suami sudah terhitung sebagai baju baginya, sebagaimana ia juga baju bagi suaminya. Sebagaimana yang diinginkan oleh al-Quran bahwa mawaddah dan rahmah harus ada di antara keduanya. Bila “Walahunna Mitslulladzi Alaihinna”…Hak yang layak didapatkan dari suaminya sesuai dengan kewajiban yang harus dilakukannya, di dalam rumah tangga dijaga dengan baik, dimana hal ini merupakan prinsip umum dan mendasar, maka istri akan mampu bertahan menghadapi segala kesulitan di luar rumah tangga. Bahkan ia bisa menyelesaikannya. Bila istri bisa meminimalkan masalahnya di dalam rumahnya, di dalam benteng aslinya, tanpa diragukan di kancah sosial ia juga akan bisa. (14/10/90) (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)
Sumber: Khanevadeh; Be Sabke Sakht Yek Jalaseh Motavval Motavva Dar Mahzar-e Magham Moazzam Rahbari.
Tinggalkan Balasan