ICC Jakarta – Menjelang hari raya Idul Fitri, banyak pertanyaan mengemuka terkait dengan zakat. Berikut ini adalah tanya jawab yang disarikan dari Risalah Amaliyah Imam Khomeini ra dan Fatwa Ayatullah Ali Khamenei HF (Rahbar)
Siapakah yang wajib membayar zakat fitrah?
Dengan terpenuhinya syarat-syarat di atas maka ia harus membayar zakat fitrahnya sendiri dan orang-orang yang menjadi tanggungan makannya (kendati bukan menjadi tanggungan nafkahnya)
Namun bagi yang belum mukallaf seperti anak yang belum baligh, maka zakat fitrahnya menjadi tanggungjawab penanggung nafkahnya.
Sedangkan orang-orang yang masuk ke dalam golongan fakir, tidak mempunyai kewajiban untuk membayar zakat fitrah, bahkan mereka berhak untuk memperoleh zakat dan memanfaatkannya.
Namun jika mereka berkehendak untuk membayar zakat, maka mereka bisa membayar zakat dengan menggunakan sistem perputaran. Maksudnya: jika dalam sebuah keluarga terdiri dari 6 orang, maka bisa hanya salah satu dari mereka saja yang menyediakan satu saham zakat sebanyak kurang lebih 3 kg bahan makanan pokok kemudian ia serahkan ke salah satu anggota keluarga. Misalnya ayah menyerahkan zakatnya ke istri, istri menyerahkannya ke anak pertama, anak pertama menyerahkannya ke anak kedua dan seterusnya hingga berakhir pada anak yang belum mempunyai kewajiban untuk membayar zakat. Dengan cara ini, kendati mereka berasal dari golongan fakir, namun telah ikut serta dalam pembayaran zakat dan memperoleh pahala membayar zakat.
Kapan zakat fitrah harus dibayarkan?
Waktu untuk membayarkan zakat fitrah adalah sejak malam Idul Fitri yaitu Maghrib sebelum Idul Fitri hingga Dhuhur hari Idul Fitri.
Beberapa hal yang harus diingat bahwa:
Bagaimana jika ada yang hingga saat ini belum membayar zakat fitrah tahun-tahun sebelumnya?
Jawabnya, zakat tersebut bisa dibayarkan kapan saja, tapi tentu saja akan lebih baik jika dibayarkan pada hari Idul Fitri.
Berapakah ukuran zakat fitrah yang harus kita bayarkan?
Untuk setiap orangnya adalah sekitar 3 kg bahan makanan pokok misalnya beras, gandum, jagung dan semacamnya.
Biasanya, karena menggantikan nominalnya sesuai dengan harga juga tidak ada masalah, maka alangkah baiknya jika kita menggantikan harganya tersebut seukuran dengan apa yang biasanya kita konsumsi, bukannya kita mengkonsumsi kualitas yang bagus, namun memberikan mutu yang lebih rendah kepada fakir miskin. Kendati hal tersebut tidak bermasalah juga, namun ihtiyath mustahab untuk memberikan sesuai dengan apa yang kita konsumsi.
Siapakah yang berhak untuk menerima zakat?
Penerima zakat fitrah sama seperti penerima zakat harta dimana hal tersebut telah disinggung pada al-Quran surah at-Taubah ayat 60.
Akan tetapi disini terdapat ihtiyath mustahab, bahkan sebagian marja menjadikannya sebagai ihtiyath wajib, yaitu sebisa mungkin berikanlah kepada para fakir. Barulah ketika tidak menemukan orang fakir, zakat tersebut bisa disalurkan ke penerima lainnya seperti masjid, yayasan dana sosial dan semacamnya.
Bagaimana definisi fakir itu?
Adalah seseorang yang tingkat pengeluarannya lebih besar dari pemasukannya yaitu bahwa ia tidak memiliki penghasilan tahunan dan apa yang ia peroleh tidak bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhan tahunannya. Kelompok seperti inilah yang disebut sebagai fakir, dan kepada merekalah kita bisa memberikan zakat kita.
Apakah zakat boleh diberikan kepada yayasan-yayasan?
Tentu saja bisa, jika kita mempunyai kepercayaan bahwa zakat kita akan sampai pada yang berhak. Dan menyerahkan pada yayasan yang seperti ini, tidak ada masalah.
Bagaimana terkait dengan zakat fitrah tamu yang bertandang ke rumah kita?
Karena sebelumnya dikatakan bahwa seseorang yang menjadi tanggungan makan orang lain maka tidak wajib lagi membayar zakatnya sendiri melainkan telah menjadi tanggungan tuan rumah atau orang yang menanggung biaya makannya saat itu, maka:
Hal lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah seseorang yang zakat fitrahnya menjadi tanggungan orang lain, maka ia tidak bisa membayarkan zakatnya begitu saja. Misalnya seseorang yang sudah bekerja namun masih tinggal bersama orangtuanya, belum menikah, dan biaya kehidupannya masih menjadi tanggungjawab ayahnya, maka ia tidak bisa begitu saja mengatakan karena saya mempunyai uang sendiri, maka saya akan membayar zakat fitrah dengan uang saya sendiri. Melainkan zakat fitrahnya masih menjadi kewajiban orangtua yang menanggungnya. Jika ia ingin membayar zakatnya sendiri, maka ia harus meminta ijin terlebih dahulu, karena jika tidak demikian dan ia begitu saja membayar tanpa ada perwalian dari ayah, maka zakatnya dianggap tidak sah. Solusinya, sampaikan kepada ayah, bahwa zakat fitrah saya yang menjadi kewajiban ayah untuk membayarnya, akan saya bayar sendiri dengan niat dari ayah, maka yang demikian ini tidak akan menjadi masalah.
Zakat fitrah bagi orang-orang yang berada di rumah sakit atau kantor, jika biaya kehidupannya berada alam tanggungjawabnya sendiri, maka ia sendirilah yang harus membayar zakat fitrah, namun jika ia berada dalam tanggungan orang lain, maka orang lain tersebutlah yang harus membayarkan zakatnya. Baitul mall tidak mempunyai kewajiban untuk membayarkan zakat fitrahnya siapapun, baik yang berada di rumah-rumah sakit, kantor dan sebagainya. Bisa jadi seseorang mengatakan bahwa saya sudah berbulan-bulan hidup di pangkalan dan biaya sahur maupun buka puasa ditanggung oleh pangkalan. Tidak demikian, secara umum, zakat kita akan menjadi tanggungan siapapun yang menanggung nafkah kita; atau jika biaya kehidupan menjadi tanggung jawab kita sendiri, maka kita sendiri juga yang bertanggung jawab untuk membayar zakat fitrah diri sendiri.
Beberapa perbedaan antara zakat fitrah dan kaffarah
Tinggalkan Balasan