ICC Jakarta – Sejarah mencatat, hampir seluruh hidup Rasulullah saw di Madinah dihabiskan dengan berperang. Baik ghazwah (perang yang disertai Nabi) maupun sariyyah (perang yang tidak disertai Nabi melainkan dengan mengirimkan ekspedisi tempur yang dipimpin sahabat yang ia amanahkan). Dalam kesemua rangkaian perang tersebut, tidak ada riwayat yang kita temui, Nabi maupun sahabatnya yang dalam membunuh musuh-musuhnya dilakukan dengan cara yang keji dan biadab. Musuhnya adalah kaum kafir qurays, kabilah-kabilah musyrikin, orang-orang yahudi yang berkhianat dengan melanggar perjanjian serta bangsa Romawi, namun tidak ada dari mereka yang dihabisi dengan cara yang diluar nalar-nalar kemanusiaan.
Jangankan dalam membunuh musuh yang memerangi, menyembelih hewan pun Nabi saw meminta untuk hewan tersebut tidak dibiarkan tersakiti dan menderita. Diminta untuk diberi minum terlebih dulu, pisau yang digunakan harus benar-benar tajam dan seterusnya. Apalagi jika yang dibunuh itu sesama manusia. Meski musuh sekalipun, Rasulullah tetap mendahulukan akhlak. Dalam perang Khandaq, ketika Imam Ali as berduel dengan Amru bin Abdiwadd, petarung kelas wahid dari kafir Qurays, yang Rasulullah menggambarkan Imam Ali sebagai misdaq dari totalitas keimanan, sementara Amru sebagai perwujudan dari totalitas kekufuran, namun tidak dicatat bahwa Imam Ali ketika menghabisi nyawa Amru dilakukan dengan cara-cara yang keji. Setelah dibunuh, dengan tebasan pedang, selesai. Kepalanya tidak sampai dipenggal. Jantungnya tidak sampai sengaja dikeluarkan untuk kemudian dikunyah-kunyah. Dan seterusnya.
Tapi, dalam kisah tragedi Karbala. Dalam kitab-kitab muktabar baik Syiah maupun Ahlusunnah. Ditulis, bahwa Imam Husain as dibunuh dengan cara yang keji oleh tentara-tentara Ibnu Ziyad. Imam Husain as tidak sekedar dibunuh, dalam keadaan sudah tidak berdaya, kepalanya dipenggal. Dalam keadaan sudah tidak bernyawa, tubuhnya diinjak-injak dengan kaki kuda. Jarinya dipotong untuk dicuri cincinnya. Pakaian perangnya dilucuti. Tubuhnya dicincang-cincang sekedar untuk meyakinkan ia benar-benar sudah tidak bernyawa. Tidak sampai disitu kepalanya ditusukkan ke tombak dan dipertontonkan dihadapan keluarga dan anak-anaknya.
Pertanyaannya, siapakah mereka yang membunuh Imam Husain dengan cara yang teramat keji tersebut?
Kalau mereka mengaku muslim, mereka dapat contoh dari mana? siapa yang mereka teladani? Terbantainya Imam Husain di Karbala hanya berselang sekitar 50 tahun dari wafatnya Nabi. Sahabat-sahabat Nabi masih banyak yang hidup. Darimana mereka mengambil contoh, memperlakukan musuh dan lawan dengan cara yang biadab?
Dengan tindakan memperlakukan lawan dengan cara yang sedemikian keji, setidaknya ada tiga kemungkinannya. Jika mereka muslim, maka dalam keyakinan mereka, Imam Husain itu lebih buruk dari orang-orang kafir qurays, lebih buruk dari orang-orang yang dulu diperangi Nabi sehingga mereka merasa layak menghinakan jenazah Imam Husain dan mempermainkan kepalanya. Dan kemungkinan ini tertolak. Sebab dengan merujuk pada hadis Nabi saw, bahwa Imam Husain adalah penghulu pemuda syuhada di surga. Imam Husain digelari oleh Nabi Sayyidussyuhada. Dalam riwayat Nabi Muhammad saw bersabda.
حُسَيْنٌ مِنِّي وَ أَنَا مِنْ حُسَيْنٍ، أَحَبَّ اللهُ مَنْ أَحَبَّ حُسَيْنًا
“Husain termasuk bagian dariku dan aku termasuk bagian darinya, Allah akan mencintai siapa saja yang mencintai Husain.”
ini diriwayatkan dalam kitab-kitab Syiah maupun Sunni. Diliteratur sunni setidaknya terdapat dalam Sunan Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah.
Jadi dengan adanya hadis nabi tersebut, jelas, kemungkinan pertama bahwa wajar Imam Husain diperlakukan demikian karena lebih buruk dari orang kafir dan musuh-musuh Allah swt, meskipun tetap tidak ada contoh dari Nabi untuk membunuh dengan cara yang keji seperti itu hatta pada mereka yang lebih buruk dari orang-orang kafir yang memusuhi Islam, adalah kemungkinan yang tertolak.
Kemungkinan kedua, mereka yang membunuh Imam Husain, memang bukan orang-orang muslim. Mereka berjubah Islam tapi hakekatnya mereka musuh-musuh Allah. Mereka menggunakan agama, berkedok membela Islam demi syahwat kekuasaan dan kenikmatan dunia. Dan kemungkinan ini logis buat diterima.
Kemungkinan ketiga, mereka adalah orang-orang muslim yang tertipu. Mereka tertipu dan terpedaya dengan hasutan dan hoax yang disebar secara massif oleh penguasa. Termasuk dalam kelompok ini,orang-orang yang ikut dalam barisan yang memerangi Imam Husain as karena tidak memiliki kekuatan menolak. Leher-leher mereka berada dibawah ancaman pedang, sehingga mereka bergerak dalam keadaan terpaksa. Mudahnya mereka tertipu, karena tidak mematuhi perintah Allah swt untuk melakukan tabayyun dan klarifikasi terlebih dahulu.
Oleh sebagian orang menebar fitnah dengan menyebut, pembunuh imam Husain adalah Syiah. Ini fitnah yang keji, dusta yang nyata. Ditolak oleh semua defenisi, baik secara etimologi maupun terminologi, bahkan oleh akal. Kecuali mereka tambahkan, pembunuhnya adalah Syiah Yazid, atau Syiah Ibnu Ziyad. Iya itu benar. Tapi jika yang mereka maksud adalah Syiah yang menjadikan orang-orang terpilih dari Ahlulbait sebagai imam-imam pengganti Rasulullah, maka itu jelas fitnah.
Sebab dari defenisinya saja, syiah itu berarti pengikut, pecinta dan pembela. Mana mungkin ada Syiah yang meyakini Imam Husain adalah imam, tapi bukannya membantu dan membela imamnya malah membunuhnya?. Kalau pembunuhnya mengaku syiah, itu hanya klaim dan yang karena tidak bisa dibuktikan maka pengakuan itu tertolak dengan sendirinya, dan tidak boleh ada yang berhak dengan berdasarkan pada pengklaiman dusta tersebut lantas menyebut, pembunuh Imam Husain adalah syiah.
Kita kembali, inti dari yang ingin saya sampaikan. Hanya berselang sekitar 50 tahun dari wafatnya Rasulullah, sudah ada sekelompok orang yang bahkan dalam jumlah yang sedemikian besar, menggunakan kedok Islam untuk memenuhi hasrat dan ambisi kekuasaannya. Yang meskipun dengan untuk mendapat kekuasaan itu mereka harus memusuhi, memerangi, membunuh dan membantai keluarga Nabi. Jadi jangan heran, leher Imam Husain yang cucu Nabi saja mereka tega untuk menyembelihnya apalagi leher orang-orang awam.
Demi ambisi kekuasaan, kelompok ISIS sampai membunuhi warga sipil Suriah dan Irak yang menolak bergabung dengan mereka dengan cara-cara yang diluar nalar kemanusian. Mereka membunuh bukan hanya dengan cara memenggal kepala kemudian kepala itu dipermainkan, tapi juga dengan cara membakar, membom, menenggelamkan dan dengan cara-cara keji lainnya. Demi untuk mengubah sistem di sebuah negeri yang katanya sistem kufur yang akan diganti menjadi sistem Islami, sekelompok orang sampai tega melakukan aksi bom bunuh diri untuk menciptakan teror yang mengorbankan jiwa-jiwa sipil yang tidak bersalah. Bahkan dalam aksi tersebut, melibatkan anak-anak yang tidak tahu apa-apa. Jangan heran dengan semua itu, sampai harus bilang, masak sih ada orang Islam yang tega membunuh secara keji kepada sesama muslim? itu semua pasti konspirasi, itu pasti pengalihan isu. Baru berselang 50 tahun wafatnya Nabi, telah bermunculan dengan jumlah yang sangat besar orang-orang yang mengatasnamakan Islam untuk membangun kekuasaan yang justru bertentangan dengan semangat Islam. Dan jika hari ini ada orang-orang yang sama dengan mereka, maka itu bukan sesuatu yang mengherankan.
Tragedi Karbala adalah sejarah kelam Islam dan ini tercatat secara sahih dalam kitab-kitab muktabar Islam sehingga tidak bisa ditolak dan dikatakan hanya karangan dan dongeng belaka. Dengan terjadinya peristiwa Asyura atau tragedi Karbala menunjukkan, musuh-musuh Allah, musuh-musuh Islam, musuh-musuh kemanusiaan, bisa dengan fasih menggunakan ayat-ayat Alquran, dengan mengenakan jubah kebesaran Islam, dengan mengibarkan panji dan bendera bertuliskan kalimat tauhid dan dua kalimat syahadat, untuk memenuhi ambisi mereka berkuasa atas manusia tapi justru untuk menguburkan dan menenggelamkan kemanusiaan bahkan untuk memadamkan cahaya Allah atas nama Allah.
Mengenang Asyura selain mengabadikan kepahlawanan dan semangat altruisme Imam Husain as, juga untuk membuat ummat ini tetap waspada, bahwa pengkhianatan dan upaya menutupi ajaran hakiki Islam telah terjadi justru hanya berselang 50 tahun dari wafatnya Nabi saw. Wallahu ‘alam Bishshawwab. (Ismail Amin Pasannai)*
*Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Tafsir Alquran Universitas Internasional al-Mustafa Republik IslamIran