ICC Jakarta – Dalam literatur Ahlusunnah, berdasarkan riwayat dari Aisyah, disebutkan, “Rasulullah Saw ditanya tentang amalan apakah yang paling dicintai di sisi Allah Swt?” Nabi Muhammad Saw menjawab, “Amal (ibadah) yang dilakukan secara tetap meskipun sedikit.”[1]
Terdapat riwayat lainnya dengan kandungan yang sama dari Aisyah dari Rasulullah Swa, “Sebaik-baik amalan adalah amalan yang dilakukan secara berterusan.”[2]
Kandungan riwayat ini juga dikutip dengan ragam judul dalam riwayat-riwayat Syiah. Riwayat-riwayat tersebut diterima yang akan kami sebutkan beberapa contoh di antaranya sebagai berikut:
- Imam Sajjad As bersabda: “Saya suka mengerjakan pekerjaan-pekerjaan dan dalam menjalankan amalan-amalan secara istiqamah dan berterusan.”[3]
- Imam Baqir As bersabda, “Amalan yang paling dicintai di sisi Allah Swt adalah amalan yang saya lakukan berkelanjutan meski sedikit.”[4]
- Imam Shadiq As bersabda, “Ujilah Syiah kami dengan tiga hal; mengerjakan salat pada waktunya dan bagaimana mereka berterusan mengerjakan (salat di awal waktu), menjaga rahasia-rahasia kami dan bagaimana mereka menyembunyikanya dari musuh-musuh kami, menyalurkan bantuan harta kepada para saudaranya dan bagaimana mereka melaksanakannya.”[5]
Pekerjaan kecil dan berterusan keuntungannya lebih banyak ketimbang manusia mengerjakan banyak pekerjaan seperti salat awal waktu, tidak tidur di antara dua waktu terbitnya matahari (baina al-thulu’ain), salat malam, mengerjakan puasa sunnah dan seterusnya, semuanya dikerjakan pada satu waktu, namun amalan ini tidak berterusan dan berkelanjutan bahkan menjadi sebab ia jemu dan bosan bahkan terkadang menyebabkan ia putus asa dan meninggalkan amalan tersebut selamanya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ali As dalam sabdanya, “Sedikit yang langgeng lebih baik daripada banyak yang membawa kesedihan.”[6]
Ketentuan Waktu Berterusan atas Amal Kebaikan
Nah, di sini mengemuka sebuah pertanyaan sebuah amal kebaikan sampai kapan harus dikerjakan sehingga disebut sebagai amalan tetap dan berterusan?
Jawabannya adalah bahwa batas maksimal amalan disebut berterusan adalah keberlanjutan amalan tersebut hingga akhir hayat, namun secara lebih terbatas, minimal terdapat dua definisi terkait dengan berterusan pada riwayat sebagai berikut:
- Amalan yang telah diputuskan untuk dikerjakan minimal harus berlanjut hingga satu tahun lamanya. Imam Shadiq As dalam hal ini bersabda, “Bilamana seseorang mengerjakan satu amalan maka ia harus melanjutkannya hingga satu tahun kemudian apabila ia ingin ia dapat berpindah kepada amalan lainnya; karena terdapat malam Qadar yang di dalamnya segala ketentuan dan kehendak Ilahi akan terrealisir yang berlangsung sekali setahun.”[7]
- Kemudian setelah memutuskan untuk berterusan atas sebuah amalan, jangan sampai setahun berlalu dan sekali waktu tidak dikerjakan. Dengan kata lain, di antara dua amalan jaraknya menjadi lebih dari satu tahun. Sebuah riwayat dari Imam Keenam As menyoroti masalah ini, “Jangan sampai kalian mewajibkan atas diri kalian sebuah amalan kemudian kalian tidak mengerjakannya satu tahun.”[8]
Imam Ali As bersabda: Hasil dari berterusan dan istiqamah atas perbuatan baik bagi manusia berakal adalah:
- Meninggalkan pekerjaan-pekerjaan buruk
- Jauh dari perbuatan bodoh
- Terhindar dari perbuatan dosa
- Menghasilkan yakin
- Cinta keselamatan
- Taat kepada Allah Swt
- Tunduk pada dalil dan argumen
- Jauh dari setan
- Menerima keadilan
- Suka berkata yang benar.[9]
Mengutip Sa’di dalam bahasa puitis nan indah:
Orang yang berhasil melakukan perjalanan bukanlah sekali kencang dan sekali lelah
Orang yang berhasil adalah yang pelan dan berkelanjutan.
«حدیث رواه الشیخان و الترمذی عن عائشة قالت: «إن رسول اللّه ص سئل أیّ العمل أحبّ إلى اللّه؟ قال: أدومه و إن قلّ»