Peristiwa Mubahalah adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam yang menunjukkan keberanian, keimanan, dan kebenaran ajaran Islam. Mubahalah secara harfiah berarti “saling mengutuk” dan merujuk pada sebuah peristiwa di mana dua pihak yang berselisih memohon kepada Allah untuk menimpakan laknat kepada pihak yang berdusta. Peristiwa ini terjadi ketika delegasi Kristen Najran datang ke Madinah untuk berdialog dengan Nabi Muhammad SAW mengenai ajaran Islam. Ketika dialog tersebut tidak mencapai kesepakatan, Nabi Muhammad SAW mengajak mereka untuk melakukan Mubahalah. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an, menunjukkan kekuatan dan kebenaran Islam.
Peristiwa Mubahalah terjadi pada tahun 10 Hijriah ketika delegasi dari Najran datang untuk berdiskusi dengan Nabi Muhammad SAW mengenai keesaan Tuhan dan kedudukan Yesus dalam agama. Setelah dialog yang panjang, kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan. Nabi Muhammad SAW kemudian menerima wahyu dari Allah yang menginstruksikan untuk mengajak mereka melakukan Mubahalah.
Dalam Surah Al-Imran (3:61) disebutkan bahwa
بسم الله الرحمن الرحيم
“فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ”
Artinya: “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), ‘Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anakmu, istri-istri kami dan istri-istrimu, diri kami dan dirimu; kemudian marilah kita berdoa dengan sungguh-sungguh dan kita mohon supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.'”
Nabi Muhammad SAW kemudian keluar bersama keluarga terdekatnya: Ali bin Abi Thalib as, Fatimah Az-Zahra sa, Imam Hasan as, dan Imam Husein as. Namun, ketika delegasi Najran melihat wajah-wajah suci ini, mereka gentar dan memilih untuk tidak melanjutkan Mubahalah. Mereka menyadari kebenaran Islam dan memutuskan untuk berdamai dengan membayar jizyah.
Dari sudut pandang logika Peristiwa Mubahalah menunjukkan beberapa hakikat penting tentang kebenaran Islam yaitu:
1. Keberanian dalam Kebenaran : Nabi Muhammad SAW dengan yakin mengajak pihak lawan untuk melakukan Mubahalah, menunjukkan bahwa beliau yakin dengan kebenaran ajaran yang dibawanya. Ini mencerminkan keyakinan mutlak terhadap wahyu Ilahi dan keimanan yang tak tergoyahkan.
2. Kesucian Ahlul Bait: Kehadiran Ali as, Fatimah sa, Hasan as, dan Husein as dalam peristiwa ini menunjukkan kedudukan tinggi Ahlul Bait dalam Islam. Mereka menjadi saksi kebenaran Islam dan merupakan contoh teladan dalam keberanian dan keteguhan iman.
3. Kekuatan Dialog: Peristiwa Mubahalah diawali dengan dialog yang panjang dan terbuka antara Islam dan Kristen. Ini menunjukkan pentingnya dialog antaragama untuk mencari kebenaran dan memahami satu sama lain.
Selain ayat di atas, ada beberapa ayat lainnya yang relevan dengan peristiwa ini dan menguatkan ajaran Islam sebagai agama yang benar:
Dalam Surah Al-Baqarah (2:256) difirmankan
بسم الله الرحمن الرحيم
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Di surat lainnya yaitu Surah Al-Ma’idah (5:48):
بسم الله الرحمن الرحيم
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Artinya: “Dan Kami telah turunkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya dari kitab-kitab dan menjaganya; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
Ada yang menarik dari Hadis dari Imam Ja’far Shadiq
Imam Ja’far Shadiq, salah satu Imam dari Ahlul Bait, menjelaskan tentang pentingnya peristiwa Mubahalah:
قال الإمام جعفر الصادق: “المباهلة هي آية من آيات الله تعالى، تبيّن صدق نبينا محمد صلى الله عليه وآله وسلم ودعوة أهل بيته إلى الإسلام الحق
Artinya: “Mubahalah adalah salah satu tanda dari tanda-tanda Allah Ta’ala, yang menunjukkan kebenaran Nabi kita Muhammad SAW dan ajakan Ahlul Baitnya kepada Islam yang hakiki.”
قال الإمام جعفر الصادق: “لو علم الناس ما في المباهلة من النصر على الكافرين، لما ترددوا في دعوتهم إليها
Artinya: “Jika manusia tahu apa yang terkandung dalam Mubahalah berupa kemenangan atas orang-orang kafir, mereka tidak akan ragu mengajak mereka kepadanya.”
Kesimpulannya adalah Peristiwa Mubahalah menunjukkan hakikat kebenaran Islam dan keteguhan iman Nabi Muhammad SAW dan Ahlul Baitnya as. Dengan berani menghadapi tantangan, mereka menunjukkan bahwa kebenaran Islam tidak bisa disangkal. Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis dari Imam Ja’far Shadiq memperkuat pemahaman kita tentang pentingnya peristiwa ini dan nilai-nilai yang diajarkan olehnya.
Referensi:
1. Al-Qur’anul Karim
2. Tafsir Al-Mizan oleh Allamah Tabatabai
3. Bihar al-Anwar oleh Allama Majlisi
4. Kitab Al-Kafi oleh Al-Kulaini