Allah Swt berfirman,
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ.
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam qadar (QS. al-Qadr [97]: 1).
Allah Swt pada malam qadar (lailatulkadar) menentukan urusan untuk satu tahun. Dalam ayat lain Allah Swt berfirman, Pada malam itu, setiap urusan penting ditentukan (QS. al-Nisa [4]: 169). Karena itu, malam qadar (lailatulkadar) bukan hanya terbatas pada malam turunnya al-Quran pada masa Nabi saw, tetapi pada setiap Ramadhan ada malam qadar (lailatulkadar), ketika urusan tahun depan hingga lailatulkadar berikutnya ditentukan.
Bangun di malam qadar dan menghidupkannya dengan berdoa, salat dan membaca al-Quran sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw dan para Imam Ahlulbait as. Di antara tiga malam qadar, yang paling ditekenkan adalah malam kedua puluh tiga. Seseorang berkata kepada Rasulullah saw, “Rumah kami jauh dari Madinah. Karena itu tentukanlah satu malam supaya kami datang ke Madinah.” Rasulullah saw berkata, “Datanglah ke Madinah pada malam kedua puluh tiga.”
Imam Ja`far Shadiq as, dalam keadaan sakit meminta supaya dia dibawa ke masjid pada malam kedua puluh tiga. Sayidah Fathimah Zahra, pada malam kedua puluh tiga memercikkan air ke wajah anak-anak supaya mereka tidak tidur di malam itu.
Dalam hadis-hadis dikatakan bahwa pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah saw melipat tempat tidurnya dan menghidupkan sepuluh malam tersebut.
Dalam hadis yang panjang dari Rasulullah saw dikatakan, bahwa Nabi Musa as berdoa kepada Allah Swt, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu maqam kedekatan dengan-Mu.” Lalu datang jawaban, “Maqam kedekatan dengan-Ku hanya bagi orang yang bangun pada malam qadar.”
Nabi Musa as kembali berdoa, “Ya Allah, aku memohon rahmat-Mu.” Maka datang jawaban, “Sesungguhnya rahmat-Ku hanya bagi orang yang mengasihi orang-orang miskin pada lailatulkadar.”
Nabi Musa as kembali berkata, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dapat melewati jembatan shirath.” Lalu datang jawaban, “Kemampuan melewati jembatan shirath hanya bagi orang yang member sedekah pada malam qadar.”
Nabi Musa as kembali berdoa, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu surga dan segala kenikmatannya.” Lalu datang jawaban, “Itu bagi orang yang mengucapkan tasbih pada malam qadar.”
Nabi Musa as berdoa kembali, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu selamat dari api neraka.” Lalu datang jawaban, “Keselamatan dari api neraka hanya bagi orang yang beristighfar pada malam qadar.
Di akhir, Nabi Musa as berkata, “Ya Allah, aku memohon keridaan-Mu.” Maka datang jawaban, “Orang yang memperoleh keridaan-Ku adalah orang yang salat dua rakaat pada malam qadar.”
Di antara peristiwa sejarah yang mengagumkan ialah ditebasnya Imam Ali as dengan pedang pada lailatulkadar, ketika berada di mihrab sedang mengerjakan salat. Di sini, makhluk yang paling mulia, mati syahid di tempat yang paling mulia, pada waktu yang paling mulia dan dalam keadaan yang paling mulia.
Berbarengannya malam penentuan takdir manusia dengan malam turunnya al-Quran, mungkin suatu pertanda bahwa nasib manusia bergantung kepada al-Quran. Jika mereka mengikuti al-Quran maka mereka akan bahagia dan selamat, dan jika mereka jauh dari al-Quran maka mereka akan sengsara.
Abudzzar berkata, Rasulullah saw ditanya, “Apakah malam qadar ada pada masa para nabi, lalu setelah mereka tiada maka malam qadar itu pun berhenti?” Rasulullah saw menjawab, “Malam qadar terus ada hingga hari kiamat.”
Mungkin, rahasia tersembunyinya malam qadar ialah supaya manusia terus melakukan ibadah pada banyak malam. Sehingga orang yang mendapati malam qadar tidak merasa sombong, dan orang yang tidak mendapatinya tidak berputus asa dari beribadah pada sisa malam yang lain.
Dalam hadis dikatakan, “Amal baik pada malam qadar lebih baik daripada amal baik selama seribu bulan yang tidak ada malam qadar-nya.”