Dalam ceramahnya pada malam pertama Ihya Lailatul Qadr 1446 H di Islamic Cultural Center Jakarta (ICC), Syaikh Abdolmajid Hakiemelahi menyampaikan serangkaian poin penting mengenai peristiwa syahidnya Imam Ali bin Abi Thalib serta makna kebanggaan sejati bagi seorang Muslim. Ceramah ini menguraikan berbagai aspek kebanggaan yang hakiki serta bagaimana umat Islam dapat meneladani Imam Ali dalam perjalanan spiritual menuju kedekatan dengan Allah. Berikut adalah rangkuman lengkap yang memuat seluruh penjelasan dari poin-poin utama tersebut.
Makna Malam Pertama Ihya Lailatul Qadr
Malam pertama Ihya Lailatul Qadr bertepatan dengan peristiwa syahidnya Imam Ali bin Abi Thalib di mihrabnya. Malam ini memiliki makna spiritual yang mendalam dan menjadi momen refleksi bagi kaum Muslimin. Pada malam ini, umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan amalan-amalan khusus seperti berzikir, beristighfar, serta membaca Doa Keselamatan Imam Zaman AS guna memperoleh keberkahan dan keutamaan malam yang penuh hikmah ini.
Kebanggaan Sejati dalam Islam
Syaikh Abdolmajid Hakiemelahi menekankan bahwa kebanggaan sejati dalam kehidupan seorang Muslim tidak diukur dari harta dan kedudukan duniawi, tetapi dari aspek-aspek berikut:
- Keberhasilan Pribadi – Mencakup pencapaian dalam pendidikan, karier, dan kehidupan yang memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
- Nilai-Nilai Mulia – Kejujuran, keadilan, dan ketulusan yang menjadikan seseorang dihormati dan berharga di sisi Allah.
- Peran dan Pengaruh di Masyarakat – Partisipasi aktif dalam pelayanan sosial dan kontribusi bagi umat.
- Identitas Budaya dan Kebangsaan – Menjaga nilai-nilai luhur seperti silaturahmi dan norma-norma sosial yang baik.
- Identitas Keagamaan dan Mazhab – Menegakkan ajaran Islam yang hakiki dan berpegang teguh pada nilai-nilai Ahlulbait sebagai sumber inspirasi spiritual.
Keutamaan Imam Ali dan Kecintaan kepada Ahlulbait
Keutamaan Imam Ali bin Abi Thalib ditegaskan dalam berbagai riwayat. Rasulullah SAW bersabda bahwa kecintaan kepada Ahlulbait dapat menggugurkan dosa dan melipatgandakan pahala. Dalam hadits lain disebutkan bahwa: “Barang siapa yang mencintai Ahlulbait, maka ia akan memperoleh keberuntungan dunia dan akhirat.”
Rasulullah SAW juga bersabda: “Allah telah menetapkan bagi Ali serangkaian keutamaan yang tak terhitung jumlahnya. Di antaranya, barang siapa yang menuliskan keutamaan Ali, maka malaikat akan beristighfar untuknya selama tulisan itu ada. Selain itu, berbicara tentang beliau adalah ibadah, dan Allah tidak akan menerima keimanan seseorang tanpa berwilayah kepada Ali serta berlepas diri dari musuh-musuhnya.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa di hari kiamat, para pengikut Imam Ali akan duduk di mimbar-mimbar cahaya dengan wajah bersinar seperti bulan purnama. Rasulullah juga memberikan kabar gembira bahwa pecinta Imam Ali akan mendapatkan tujuh anugerah, di antaranya kelembutan Izrail saat sakaratul maut, keamanan di hari kiamat, serta masuk ke surga tanpa hisab.
Tragedi Malam Syahidnya Imam Ali
Malam pertama Ihya Lailatul Qadr juga menjadi pengingat atas tragedi yang menimpa Imam Ali. Pada malam itu, beliau berbuka puasa di rumah putrinya, Zainab dan Ummu Kultsum, hanya dengan roti, susu, dan garam. Imam Ali memilih makan dengan garam saja, seraya berkata bahwa ia tidak pernah makan dengan dua lauk sekaligus.
Sepanjang malam, beliau beribadah tanpa tidur, berkali-kali keluar rumah, menatap langit, dan berdoa agar Allah memudahkannya dalam menyongsong kematian. Ketika akan berangkat menuju masjid, tampak berbagai pertanda alam yang seolah-olah berusaha mencegah keberangkatan Imam Ali . Sesampainya di masjid, beliau membangunkan para jamaah untuk shalat tahajud, termasuk Ibnu Muljam yang kala itu tertidur dengan pedang beracun tersembunyi. Imam Ali menegurnya: “Engkau telah membuat keputusan besar yang mengguncang ‘Arsy dan membuat malaikat menangis.”
Saat Imam Ali mengangkat kepalanya dari sujud rakaat pertama shalat Subuh, Ibnu Muljam menebaskan pedang beracunnya ke kepala beliau. Imam Ali berseru, “Fustu wa Rabbil Ka’bah!” (Aku telah menang, demi Tuhan Ka’bah!). Seluruh masjid terguncang, suara tangisan terdengar, dan kaum Muslimin berduka atas tragedi ini. Ketika mendekati rumah, beliau meminta agar diturunkan dan berjalan sendiri agar putrinya tidak melihat keadaannya.
Syaikh Abdolmajid Hakiemelahi menutup ceramahnya dengan mengingatkan:
“Malam ini adalah waktu di mana doa-doa diijabah. Kita duduk di tempat di mana nama Allah sering disebut, dan jika Allah tidak akan mengampuni serta mengabulkan doa-doa kita, maka kita tidak akan dihadirkan di sini. Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan mengampuni dosa-dosa kita pada malam yang penuh berkah ini.”