ICC Jakarta – Dengan mempelajari dan memperhatikan kehidupan para auliya Allah kita akan selalu memperoleh pelajaran kehidupan dari mereka. Pada kesempatan kali ini, kita akan mengulang kembali pelajaran-pelajaran yang bisa kita ambil dari peri kehidupan Sayidah Zainab.
Ia memiliki ketenaran dan pengetahuan dalam sisi penyampaian gagasan-gagasan yang sangat luar biasa. Ia adalah seorang wanita yang penuh dengan khazanah ilmu dan keutamaan. Beliau memperoleh pengetahuannya dari datuk, ayahanda, bunda dan saudara-saudaranya, orang-orang yang bersambung dengan wahyu.
Dalam riwayat disebutkan bahwa Hadhrat Zainab Sa memberikan pelajaran tafsir untuk kaum wanita. Dari Ibnu Abbas diriwayatkan bahwa ia berkata, “Wanita berakal dari golongan kami adalah Zainab Sa.” (Safinah Bihar, jil. 1, hal. 558) Dan cukup bagi kita bahwa di kalangan Bani Hasyim Zainab Kubra dikenal sebagai ‘Aqilah yaitu Wanita Yang Berakal.
Jika kita melihat dan mencermati kalimat dan ucapan yang disampaikan Hadhrat Zainab Sa selama dalam perjalanan Karbala, Kufah, Syam, dan khutbah-khutbah serta pidato-pidato yang disampaikan dalam pelbagai kesempatan di hadapan orang-orang zalim pada masa tersebut, maka dapat diketahui bahwa tingkatan ilmu, pengetahuan dan kesempurnaan wanita besar tersebut bukan diperoleh dari jalan menuntut ilmu dan pengetahuan yang didapat bukan sebagai hasil belajar dari orang lain. Pengetahuan yang dimiliki oleh Hadhrat Zainab merupakan anugerah Ilahi dan memiliki sisi adikodrati. Bukti persoalan ini adalah sabda Imam Sajjad As setelah khutbah Kufah, “Bibiku! Tenanglah. Diamlah. Engkau adalah seorang yang berilmu tanpa diajari. Engkau adalah seorang yang pandai tanpa ada orang yang mengajarkannya kepadamu. (Bihar al-Anwar, jil. 45, hal. 146)
Sayyidah Zainab juga merupakan seorang ahli ibadah. Sejarah telah mencatat bahwa beliau tidak pernah meninggalkan ibadah, baik ibadah wajib apatah lagi mustahab dalam kondisi sesulit apapun. Pada malam Asyura bahkan pada malam kesebelas, beliau tetap mengerjakan salat malam di samping kemahnya yang setengah terbakar.
Imam Ali Zainal Abidin As ketika menggambarkan maqam ubudiyyah Sayyidah Zainab berkata: “Sesungguhnya bibiku Zainab telah mendirikan shalat wajib dan nafilahnya dalam keadaan berdiri. Namun kadang-kadang di sebagian rumah beliau lakukan dalam keadaan duduk. Ketika aku menanyakan sebabnya beliau menjawab: Aku melaksanakan shalat sambil duduk karena rasa lapar dan lemah yang amat sangat. Sebab selama tiga malam aku telah memberikan bagian makananku kepada anak-anak. Dalam sehari semalam, mereka hanya memakan sepotong roti”.
Peristiwa ini terjadi ketika Sayyidah Zainab sa berada dalam kondisi tertawan dan diarak dari Kufah menuju Syam. Teriknya matahari dan dinginnya malam telah menyiksa beliau dan rombongan tetapi beliau tidak meninggalkan shalat malamnya dalam kondisi sesulit itu.
Menyimak perjalanan historisnya ke Karbala dan kehadirannya pada peristiwa tragis Asyura juga merupakan cara untuk mengenali kepribadian agung cucu Rasulullah Saw itu. Ia menjadi ketua rombongan tawanan keluarga Rasul dan harus berada di garda yang paling depan untuk berkonfrontasi dengan para penjahat di masanya.
Tatkala merasa tanggung jawab besar jihad di jalan Allah dan melawan orang-orang tak beragama jatuh ke pundaknya, dan Zainab Kubra harus mengorbankan harta benda, suami, dan anak-anaknya, bahkan apabila diperlukan pengorbanan jiwa sekalipun, maka ia takkan pernah ragu untuk mempersembahkannya. Dengan segala keberanian dan pengorbanan, ia menyingsingkan lengan baju meninggalkan rumah, kediaman, suami dan kehidupan untuk hadir di padang Karbala dan mempersembahkan anak-anaknya dengan sukarela di Nainawa.
Di setiap episode epik Karbala, Zainab Kubra Sa adalah penolong setia bagi pemimpin agung revolusi suci Aba Abdillah al-Husain As. Dan tatkala waktu Ashar Asyura tiba dan Imam Husain telah syahid, beban dan tanggung jawab baru diletakkan di pundak wanita besar ini yang tetap berdiri tegar dan kukuh laksana gunung baja di hadapan musuh-musuh. Manifestasi dan peran vital Hadhrat Zainab sedemikian sentral sehingga sampai kini pun, setelah sekian abad berlalu, peran tersebut sedemikian tetap bersinar dan selalu dikenang.[]