ICC Jakarta – Dalam surah Al-Kahfi (18) ayat 80
وَ أَمَّا الْغُلامُ فَكانَ أَبَواهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشينا أَنْ يُرْهِقَهُما طُغْياناً وَ كُفْراً
“Dan adapun anak itu, maka kedua orang tuanya adalah orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran”
Nabi Khidr As menjelaskan alasannya mengenai terbunuhnya remaja tersebut. Bagaiman kita menjawab perbuatan tiba-tiba yang dilakukan oleh Nabi Khidir ini? Tentu akan timbul pertanyaan dalam benak bahwa misalnya:
1. Tentunya Tuhan mengetahui -dengan ilmunya yang tak terbatas- bahwa remaja tersebut di masa yang akan datang akan berbuat dosa. Namun (sesuai dengan sunnah Ilahi) remaja tersebut tidak diberikan kesempatan untuk menyaksikan sendiri perbuatan buruknya di masa mendatang, bukankah hal ini disebut dengan Jabariyah (determinisme) ?
Ataukah dikarenakan Tuhan telah mengetahui bahwa di masa yang akan datang dia akan berbuat dosa sehingga remaja tersebut akan mendapatkan azab di akhirat kelak?
Dari beberapa ayat dan riwayat beserta tafsir, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa terbunuhnya remaja tersebut oleh Nabi Khidir As bukan dikarenakan dosa dan hawa nafsu. Namun kita yakini terbunuhnya remaja tersebut dikarenakan mengandung hikmah dan kemaslahatan tertentu. Apalagi kita ketahui bersama bahwa remaja tersebut terbunuh oleh seorang hamba yang shaleh dimana hatinya dipenuhi dengan rahmat Tuhan.
Sebagaimana Nabi Khidr As sendiri menegur Nabi Musa As ketika mempertanyakan perbuatan tersebut, Nabi Khidr As berkata, “Iradah dan hikmah Tuhan lebih mulia dari segala sesuatu dimana akal manusia yang sederhana tidak mampu mencapai sesuatu di balik perintah Tuhan dan kehendak Tuhan. Oleh karena itu akal tidak mungkin menentukan akan keinginan Tuhan. Namun sebaliknya perintah dan iradah-Nya lah yang menentukan akal. Oleh karena itu jangan hanya menyandarkan pada akal dan yang zahir semata dan untuk saat ini sabarlah dan terimalah terhadap segala yang saya kerjakan.”
Dengan kata lain terbunuhnya pemuda tersebut 100 persen dikarenakan perintah khusus dan tentunya telah ditentukan dalam hukum Tuhan. Nabi Khidr As tidak mungkin melakukan perbuatan tanpa perintah Tuhan, bahkan Nabi Khidr As adalah pelaksana perintah Tuhan itu sendiri.
Terkadang Tuhan mengambil keputusan yang berada di luar ruang lingkup lahiriyah berdasarkan kemaslahatan tertentu dan pasti secara otomatis akan berlaku pula sisi batinnya termasuk azab dan pahalanya.
Dari beberapa ayat dan riwayat dalam persoalan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa kemaslahatan tersebut adalah
1. Dikarenakan anak ini dilahirkan dalam keluarga muslim, kekafiran dia dimasa mendatang akan menyebabkan anak tersebut menjadi murtad, namun apa yang dilakukan Nabi Khidr As dalam membunuh anak tersebut adalah untuk meringankan azab anak tersebut di akhirat kelak.
2. Tuhan -dengan ilmunya yang tak terbatas- mengetahui bahwa jika anak tersebut melanjutkan hidupnya maka hanya akan memberikan kerugian spiritual dan materi. Jika anak ini hidup maka akan membuat kedua orang tuanya kafir dan dosa kemurtadan kedua orang tuanya akan ditanggung olehnya.
3. Jika anak tersebut hidup terus akan menghalangi kebaikan lainnya untuk kedua orang tuanya, kebaikan tersebut adalah akan diberikannya seorang anak perempuan kepada orang tuanya dan dari generasi anak perempuannya lah akan muncul seorang Nabi. Dengan terbunuhnya anak tersebut keimanan kedua orang tuanya terjaga dan juga kedua orang tuanya akan diberikan rezeki, taufiq dan keberkahan berupa seorang anak perempuan yang dari generasinya akan melahirkan seorang Nabi. Orang tuanya akan menjadi datuk dari 70 nabi dan tentunya kedua orang tuanya akan mendapatkan pahala dan syafaat dari keturunan-keturunannya.
Kesimpulannya bahwa salah satu hikmah mengapa anak tersebut tidak diberikan kesempatan dalam menjalani hidupnya adalah lahirnya generasi nabi-nabi yang agung dari kedua orang tuanya. Jelas bahwa sunnah Ilahi berkaitan dengan keimanan datuk para nabi tersebut. Oleh sebab itu jika anak tersebut hidup maka akan menyebabkan kedua orang tuanya kafir dan akan menghalangi jalannya sunnah Ilahi tersebut.