ICC Jakarta – Mendengar nama Syahid Qasim Sulaimani, akan mengingatkan kita kepada perjuangan-perjuangan yang dilakukannya, dari perang yang dipaksakan dengan Irak, memperjuangkan perbatasan Iran dwngan negara tetangganya dari barang-barang haram, termasuk penumpasan ISIS baik di Irak maupun Suriah.
Tidak hanya sisi perjuangannya yang dilihat dari sosok Qasim, tetapi kepribadiannya yang sudah paripurna sehingga kesyahidannya tidak hanya dirasakan oleh rakyat Iran saja, tetapi bahkan rakyat dari negara lain di seluruh penjuru dunia.
Jenderal Qasim dicintai rakyat Iran dan banyak masyarakat lain semasa hidupnya. Ia menciptakan arus pemikiran tersendiri. Ia telah melepaskan egonya, menyerahkan diri kepada kepentingan yang berporos pada Allah swt. Ia telah lebur kepada apa yang Allah Swt cintai dan ridhoi.
Apa tanda bahwa seseorang telah melebur kepada Allah dan melepaskan keakuannya?
Kriteria yang dimiliki syahid Qasim Sulaimani dan Abu Mahdi Al-Muhandis, yang menjadikan mereka lebur kepada Allah dan melepas keakuan mereka.
Pertama, adalah keikhlasan mereka. Bahwa yang dilakukannya tidak pernah dilakukan untuk mendapatkan pujian. Sering kali dia melakukan sesuatu, mereka berusaha agar perbuatan baik yang dilakukannya tidak nampak oleh orang lain. Bahkan di pertwmuan para petinggi Iran, beliau berusaha agar tidak nampak di hadapan umum.
“Tidak ada seorang Mukmin yang ikhlas selama 40 hari, melainkan akan ditampakkan hikmah untuknya.” Riwayat Imam Bagir as.
Kedua, Kesalehan dan Spiritual mereka. Bukan hnya menjaga ibadah wajibnya, tetapi juga amalan-amalan sunnahnya. Termasuk zikir-zikir dan shalat malamnya.
Ketiga, meskipun merupakan pejabat tinggi di Iran, beliau dikenal sebagai sosok yang sederhana dan bersahaja. Ketika beliau membeli meubel, beliau membeli meubel bekas dan sangat murah untuk digunakan di rumahnya. Baginya meubel ratusan ribu sama fungsinya dengan yang seharga milyaran.
Keempat, beliau sangat tawaddu’ dan akrab dengan rakyat jelata.
Kelima, disiplin. Pernah dalam situasi perang, dia terbang kembali ke Iran untuk hadir rapat. Dan setelah selesai, ia kembali lagi ke Suriah.
Keenam, kecintaannya pada Ahlulbait. Setiap tahun selalu menyelenggarakan peringatan untuk Ahlulbait. Ketika datang ke makam Aimmah, ia akan melepaskan alas kakinya.
Ketujuh, selalu mendambakan kesyahidan.
Riwayat Sayidah Fatimah, “Siapa saja yang mengangkat ibadahnya yang Ikhlas, maka Allah akan menurunkan hikmahNya utknya.”
Terkait Ayatullah Misbah Yazdi, saya mengatakan tidak ada yang memiliki kedalaman pemahaman tentang filsafat. Ini diakui oleh para filosof dunia.
Ketawadu’an beliau ditunjukkan juga saat hadir dalam majlis yang berkenaan dengan Ahlulbait, terutama majlis aza Imam Husein, beliau selalu duduk di belakang dekat dengan rak sepatu.
Kerinduannya kepada Imam Zaman, ditunjukkan juga bahwa tiap pagi beliau menangis, bahkan sampai siang hari.
Ceramah kedua, oleh Ust Musa Kadzim, MA:
Syahid adalah atribut yang paling mulia. Orang yang terbunuh di jalan Allah, sebagaimana disebut dalam surat Al Baqarah dan Ali Imran, bahwa orang yang syahid itu tidak mati, ia justru hidup.
Menunjukkan bahwa ini adalah pijakan Aqidah bagi kita. Bahwa orang yang gugur syahid, ia tidak mati sebagaimana orang biasa mati, namun mereka adalah hidup.
Syahadah, adalah syuhud atau menyaksikan sesuatu sebagai realitas.
Syahid, bukan sesuatu yang gampang digapai. Ia adalah pencapaian seseorang yang salah satu syaratnya adalah keikhlasan dan kemuliaan, sebagaimana yang ada pada sosok syahid Qasim dan Abu Mahdi.
Syahid Qasim dan Abu Mahdi, memberi bukti kecerdasan baik politik, maupun militer yaitu membebaskan Suriah dan Irak dari ISIS. Barack Obama sempat menyampaikan bahwa ISIS tidak bisa dilawan sampai 20 tahun ke depan, tetapi Syahid Qaseem menunjukkan bahwa ancaman itu tidak bertahan lama.
ISIS adalah proxy dan alat saja yang digunakan oleh kekuatan oligarki dan kapitalis Global. Syahid Qasim tidak hanya membuktikan bahwa ia akan, tetapi sudah menghancurkan proxy tersebut. Ia membuktikan kekuatan seorang Mukmin di tengah modal dan persenjataan yang terbatas, dapat mengalahkan kekuatan besar kaum zalim perusak keadilan.
Musuh menganggap bahwa kematian Qasim dan Abu Mahdi sebagai kekalahan dari sebuah bangsa. Mereka tidak melihat bahwa kesyahidan mereka justru menambah kecintaan serta semangat para masyarakat dalam melawan kekuatan arogansi global.
Ulama Ahlulbait, terutama Ayatullah Misbah Yazdi, memberikan contoh kepada kita akan, kedalaman ilmu, keunggulan akhlaknya, yang menjadikan penghias bagi Ahlulbait bukan sebagai perusak. Kunu lana Zainan wala takunu lana Syainan. (Tim Budaya ICC Jakarta- Mujib)