Pada Jumat, 27 Juni 2025, Direktur Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta, Prof. Dr. Mohammad Sharifani, menyampaikan Khutbah Jumat bertema “Apa Itu Tilawah Al-Qur’an?”, yang diterjemahkan secara langsung oleh Ustaz Chafid Al-Kaf. Dalam khutbah tersebut, Prof. Sharifani menjelaskan secara mendalam tentang makna, urgensi, serta dampak dari tilawah dalam kehidupan seorang mukmin, sebagai bagian dari empat pilar dakwah Rasulullah Saw.
Khutbah diawali dengan pujian kepada Allah Swt. dan shalawat kepada Rasulullah Saw. dan keluarganya yang suci. Beliau menyampaikan pesan takwa kepada seluruh jamaah, sebagaimana firman Allah Swt.:
“Dan sesungguhnya Allah Swt. telah mewasiatkan kepada kalian dan kepada orang-orang yang telah diberikan kitab sebelum kalian untuk bertakwa kepada Allah Swt.”
Prof. Sharifani menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. memiliki empat program utama dalam misinya: tilawah (pembacaan Al-Qur’an), ta‘līm (pengajaran), tazkiyah (penyucian jiwa), dan ḥikmah (kebijaksanaan). Keempatnya dijelaskan dalam Surah Al-Jumu‘ah ayat 2:
“Huwallażī ba‘atsa fil-ummiyyīna rasūlan min-hum yatlū ‘alaihim āyātihī wa yuzakkīhim wa yu‘allimuhumul-kitāba wal-ḥikmah.”
“Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan mereka, serta mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah.”
Prof. Sharifani membagi pembahasan menjadi tiga bagian: makna tilawah, signifikansi tilawah, dan adab dalam menjalankannya. Tilawah, menurut beliau, bukanlah sekadar membaca teks Al-Qur’an, melainkan membaca dengan tartil, tidak tergesa-gesa, penuh tadabbur dan perenungan, serta disertai rasa tanggung jawab. Tidak semua bacaan bisa disebut tilawah.
Beliau menyebutkan tujuh dampak tilawah berdasarkan ayat-ayat suci:
- Memberikan kelapangan dan keluasan hidup.
- Menghadirkan kehidupan yang penuh kerohanian.
- Menghidupkan hati.
- Menjauhkan dari maksiat.
- Menghadirkan kehadiran malaikat.
- Menenangkan hati.
- Mendatangkan rahmat dari Allah Swt.
Prof. Sharifani juga mengutip sejumlah hadis dari Rasulullah Saw. dan para Imam Maksum a.s. Salah satunya adalah sabda Rasulullah Saw.:
“Rumah yang di dalamnya sering dibaca Al-Qur’an akan menghasilkan kebaikan yang sangat banyak. Allah akan melapangkan kehidupan penghuni rumah tersebut, dan rumah itu akan menyinari penduduk langit sebagaimana bintang-bintang memberikan sinarnya kepada penduduk bumi.”
Imam Shadiq a.s. juga berwasiat:
“Wahai putraku, jangan pernah engkau lalai dari membaca Al-Qur’an, baik di pagi hari maupun di petang hari, karena sesungguhnya membaca Al-Qur’an itu akan menghidupkan hati yang mati dan akan mencegah dari perbuatan munkar.”
Sabda lain dari Rasulullah Saw. menyebut bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah, pelindung dari setan, dan pemberat amal di akhirat.
Menurut Prof. Sharifani, tilawah adalah program pertama dalam empat program kenabian. Tanpa tilawah, mustahil seseorang bisa mencapai maqam tazkiyah, mempelajari kitab, atau memperoleh hikmah.
Menutup khutbah pertama, beliau menyampaikan rencana ICC Jakarta untuk menyelenggarakan Malam Tilawah Al-Qur’an, seraya mengajak seluruh jamaah untuk turut hadir dalam kegiatan tersebut bersama para qurrā’ pilihan.
Khutbah Kedua: Muharram dan Syiar Al-Husain a.s.
Memasuki khutbah kedua, Prof. Sharifani mengingatkan bahwa Jumat tersebut bertepatan dengan pekan awal bulan Muharram—bulan duka Abu Abdillah Al-Husain a.s., putra Sayyidah Fatimah Zahra a.s. Beliau menekankan pentingnya mengagungkan syiar-syiar Allah Swt., sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an:
“Wa may yu‘aẓẓim sya‘ā’irallāh fa innahā min taqwāl-qulūb”
“Siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sesungguhnya hal itu termasuk dalam ketakwaan hati.”
Ia menjelaskan bahwa syiar adalah bagian tak terpisahkan dari pondasi agama. Bahkan Al-Qur’an menyebut Shafa, Marwah, dan hewan kurban (al-budn) sebagai syiar. Dengan demikian, darah Imam Husain a.s. yang lebih agung dari itu semua, tidak diragukan lagi merupakan syiar Allah yang paling agung.
Beliau mengangkat syiar perjuangan Imam Husain a.s., termasuk ungkapan:
“Hayhāt minnaz-zillah”
“Jauh dari kami kehinaan.”
Prof. Sharifani menekankan pentingnya menghadiri majelis duka, mengenakan pakaian hitam, menangis karena cinta kepada Imam Husain a.s., dan berdoa dengan tawassul di hadapan Allah Swt.
Beliau juga mengutip Ziarah Nāḥiyah Muqaddasah dari Imam Zaman a.s., yang menyampaikan:
“Wahai kakekku, aku akan selalu menangisimu pagi dan sore. Dan apabila air mataku telah habis, maka aku akan menangisimu dengan darah.”
Sebagai bentuk penghidupan syiar Imam Husain a.s., beliau mendorong umat untuk:
- Berziarah ke makam beliau, khususnya pada hari-hari Arbain.
- Menghadiri majelis ma’tam Imam Husain a.s.
- Memberikan jamuan makanan untuk majelis duka.
Mengakhiri khutbahnya, Prof. Sharifani menyampaikan harapan kepada para pecinta Ahlulbait a.s. di Indonesia agar mengisi bulan Muharram—khususnya sepuluh hari pertama dan sepanjang bulan Safar—dengan memperbanyak kegiatan duka, berdoa dengan hati yang terguncang oleh kesedihan, dan bermunajat memohon agar Allah Swt. mengangkat penderitaan kaum Muslimin melalui wasilah Imam Husain a.s.