ICC Jakarta – Ghaibah shughra adalah keghaiban singkat Imam Mahdi As yang dimulai semenjak wafatnya Imam Hasan ‘Askari As (260 HQ) dan diakhiri dengan wafatnya duta khusus keempat beliau, ‘Ali bin Muhammad Samari (329 HQ). Masa tersebut berlangsung sekitar 70 tahun.
Tidak ada yang dapat memastikan tentang keberadaan dan tempat yang dijadikan tempat tinggal Imam Mahdi As pada masa-masa tersebut. Akan tetapi, berdasarkan berbagai riwayat yang ada, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada masa-masa tersebut, Imam Mahdi As lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tinggal di Irak dan Madinah.
Imam Shadiq As bersabda, “Al-Qaim akan ghaib dalam dua periode. Periode pendek dan periode lama. Dalam periode pendek, tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui tempat keberadaan dirinya kecuali duta-duta khususnya saja. Sedangkan diperiode mayor, tidak ada yang mengetahui tempat keberadaannya selain teman-teman khususnya saja.[1]”
Pada masa keghaiban shughra, tidak ada orang lain yang lebih dekat kepada Imam Mahdi As dari pada para duta khusus beliau. Semua duta khusus Imam As itu juga tinggal di Irak. Beberapa surat dan tawqi’ yang berasal dari Imam As juga muncul di tanah tersebut. Oleh karena itu, tidak salah apabila kita katakan bahwa Imam Mahdi As pernah tinggal di Irak, khususnya pada masa keghaiban sughranya.
Riwayat lainnya adalah yang menyebutkan secara mutlak tentang keberadaan dan tempat tinggal Imam Mahdi As. Menurut riwayat ini, beliau tinggal di Madinah Al-Munawarah. Dalam riwayat yang pertama disebutkan bahwasanya Imam Baqir As bersabda, “Sesungguhnya, Shahib hadzal amr akan ghaib dan mengasingkan dirinya dari pandangan masyarakat. Dan sebaik-baik tempat untuk itu adalah Thaibah (Madinah).[2]”
Oleh karena itu, demi mengelompokkan kedua riwayat tersebut, maka dapat kita katakan bahwa Imam Mahdi As pernah datang ke Madinah, dan dengan melihat tentang adanya beberapa duta khusus beliau yang tinggal di Irak semua, maka kita juga dapat katakan bahwa beliau pasti pernah tinggal di Irak pula. (Dars Nameh Mahdawiyat II, Khuda Murad Salimiyan)
Catatan Kaki
[1]. Muhammad bin Ya’qub Kulaini, Kâfi, Teheran, Darul Kutub Al-Islamiyah, 1365 HS, jil. 2, hal. 141.
[2]. Muhammad Hasan Thusi, Kitâb al-Ghaibah, Qum, Muassasah Ma’arif Islami, 1411 HQ , hal. 162.