ICC Jakarta – Pemimpin Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei kembali tampil di hadapan publik setelah tersiar berita-berita hoax bahwa dia jatuh sakit dan kondisinya memburuk.
Dalam tampilan itu dia mengecam apa yang disebutnya kemunafikan Eropa, dan menyerukan kepada pemerintah dan segenap elemen bangsa Iran untuk menjaga persatuan melawan sanksi asing dengan memperkuat kemampuan dalam negeri di segala bidang serta tidak mudah percaya kepada musuh.
Hal itu dia sampaikan dalam pertemuannya dengan keluarga dan panitia acara haul pertama jenderal legendaris Qassem Soleimani dan pejuang Irak Abu Mahdi Al-Muhandis, Rabu malam (16/12)
Dia menyebut Soleimani dan Al-Muhandis, yang gugur diserang oleh pasukan AS di Irak pada Januari 2020, sebagai pahlawan besar bagi bangsa Iran maupun umat Islam sehingga prosesi pemakaman keduanya diikuti oleh lautan manusia.
Dia menyebutkan bahwa prosesi itu menjadi tamparan keras bagi AS, yang disusul dengan tamparan-tamparan lain, termasuk gempuran rudal Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) yang meluluh lantakkan Pangkalan Udara Ain Assad yang ditempati oleh pasukan AS di Irak barat, dan tamparan yang lebih keras dari semua itu adalah menguatnya proses perlawanan terhadap hegemoni AS di Timteng.
Ayatullah Khamenei menjelaskan bahwa kegagalan AS di Irak dan Suriah adalah karena perjuangan Jenderal Soleimani dan orang-orangnya. Menurutnya, mereka bukan hanya mengalahkan geng-geng Amerika yang direpresentasi oleh ISIS dan kelompok-kelompok takfiri lainya, melainkan juga mengalahkan AS sendiri sehingga presiden negara ini berkunjung ke Irak secara diam-diam dan pada malam hari “seperti maling” meskipun jet-jet tempur, kapal-kapal perang, dan pangkalan-pangkalan militer beroperasi di kawasan sekitar.
“Syahid Soleimani telah mengalahkan kubu arogan, baik ketika hidupnya maupun dengan kesyahidannya. Presiden AS mengaku telah menghabiskan 7 miliar dolar di kawasan tanpa mencapai apapun. AS gagal mencapai tujuannya di Suriah dan Irak. Pahlawan di balik tugas besar ini adalah Jenderal Soleimani,” ungkapnya.
Ayatullah Khamenei kemudian mengimbau pemerintah dan rakyat Iran agar memperkuat diri di semua bidang, tidak mempercayai musuh, menjaga persatuan nasional dan lebih memilih berusaha mengatasi sendiri dampak sanksi daripada berusaha mencabutnya.
“Kita harus kuat di segala bidang, baik ekonomi, sains, teknologi, dan pertahanan,” ujarnya.
Dia memperingatkan kepada para pejabat Iran untuk tidak tergoda oleh janji-janji musuh untuk menyelesaikan masalah rakyat dan masa depan negara.
“Saran tegas saya adalah jangan percaya kepada musuh,” imbaunya.
Mengenai Joe Biden yang akan menggantikan Donald Trump di Gedung Putih, Ayatullah Khamenei menekankan bahwa pemerintah demi pemerintah AS tidaklah berbeda satu sama lain.
Mengenai perilaku Eropa terkait dengan perjanjian nuklir, dia mengecam dan menyebut tiga negara Eropa Inggris, Prancis, dan Jerman yang mewakili Eropa telah menunjukkan kebencian dan kemunafikan yang bahkan ekstrim terhadap Iran.
Laporan Hoax
Kehadiran Ayatullah Ali Khamenei dalam kondisi bugar pada pertemuan tersebut merupakan kemunculannya pertama kali di hadapan publik setelah sempat tersebar rumor dan berita-berita hoax bahwa dia jatuh sakit dan kondisi kesehatannya memburuk.
Dalam berita hoax itu, majalah News Week yang berbasis di AS beberapa hari yang lalu menerbitkan laporan yang berbunyi: “Khamenei mengalihkan kekuasaannya kepada putranya dengan kekhawatiran yang meningkat tentang menurunnya kondisi kesehatannya.” Laporan ini terdengar sangat janggal karena dalam sistem pemerintahan di Iran sama sekali tak berlaku sistem berbau feodalisme, dan bahkan dalam budaya keagamaannya juga demikian.
Laporan yang disebutkan bersumber dari wartawan Iran itu juga menyebutkan bahwa Presiden Iran Hassan Rouhani dijadwalkan bertemu dengan Ayatullah Khamenei, tapi dibatalkan karena memburuknya kondisi kesehatan Ayatullah Khamenei.
Sumber-sumber yang dekat dengan Ayatullah Khamenei membantah laporan itu sembari menyebutkan bahwa kondisinya kesehatannya normal dan masih menjalankan tugasnya seperti biasa, dan bahwa laporan-laporan itu adalah hoax belaka yang bermotif perang psikologis musuh terhadap rakyat Iran.
Sumber: Liputanislam