ICC Jakarta – Pulau Alor menjadi salah satu wajah nyata kerukunan umat beragama di Indonesia. Pulau yang luasnya tak lebih dari luas Kota Palangkaraya ini dihuni oleh mayoritas pemeluk agama Protestan dan Katolik. Meski begitu, terdapat kampus STKIP Muhammadiyah di Kalabahi, ibukota Kabupaten Alor yang menjadi salah satu dari sedikit perguruan tinggi di Kabupaten Alor. Kampus ini tentu saja menjadi tempat belajar bagi mahasiswa lintas agama, dan sebagian besar adalah mahasiswa non-Muslim.
Bukan itu saja. Di Pulau Alor, juga terdapat manuskrip Al-Quran tertua di Asia Tenggara (beberapa bahkan menyebutkan sebagai yang tertua di Asia) yang diperkirakan berusia hampir 1000 tahun. Terbuat dari bahan kulit kayu tipis dan tinta serta pewarna alami, Al-Quran ini masih 98% utuh kelengkapan ayat dan suratnya.
Tahun 1982, sempat terjadi kebakaran di perkampungan Muslim ini termasuk rumah tempat disimpannya Al-Quran tua tersebut. Untungnya Al-Quran itu selamat dan tidak rusak padahal disimpan dalam kotak kayu yang mudah terbakar.
Menurut sejarah, Al-Quran kuno ini dibawa ke Pulau Alor pada 1523 M oleh Iang Gogo dari Kesultanan Ternate (pada masa Sultan Baabullah) yang terletak 1000-an km di utara, yang merantau bersama keempat saudaranya dengan misi penyebaran Agama Islam hingga ke Alor.
Pada saat dibawa ke Alor, Al-Quran tersebut dikatakan sudah berumur tua. Kini Quran tersebut disimpan di Desa LeraBaing, Alor, di sebuah rumah milik keturunan ke-14 dari Iang Gogo, yakni Nurdin Gogo, yang terletak di sebelah masjid yang dibangun pertama kali di pulau Alor, yakni Masjid Baabussholah yang tak jauh dari pesisir pantai. Masjid ini dibangun sekitar tahun 1633 Masehi dan telah beberapa kali mengalami renovasi, sehingga tak terlihat lagi sebagai masjid tua yang bersejarah.
Al-Quran tertua dan masjid Baabussholah adalah saksi sejarah masuknya agama Islam di Pulau Alor melalui perdagangan, dan pengaruhnya menyebabkan mayoritas penduduk di pesisir pulau tersebut beragama Islam. EH / Islam Indonesia