ICC Jakarta – Tokoh lintas agama berkomitmen untuk merawat Kebhinnekaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam menyambut pesta politik yang akan digelar dua tahun mendatang. Komitmen ini disampaikan dalam acara Sarasehan Tokoh Lintas Agama yang digelar di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (27/9).
Wakil Ketua Umum PBNU, Maksum Machfoed mengatakan untuk merawat kebhinnekaan antar umat beragama maka harus saling memahami dan dengan silaturrahim nantinya bisa membendung hal-hal yang negatif.
“Kita harus saling memahami. Kemudian dengan silaturrahim bersama insya Allah kita bisa membendung hal-hal yang negatif secara bersama-sama,” ujarnya kepada Republika.co.id usai menjadi pembicara dalam Sarasehan Lintas Tokoh Agama.
Menurut dia, dalam menyambut tahun politik biasanya banyak berita yang dipolitisasi oleh pihak-pihak berkepentingan, sehingga ia berharap umat tidak mudah terprovokasi dan tetap mempercayai tokoh agama.
“Misalkan, ketika ada berita yang tidak masuk akal. Biasanya kalau sudah tahun politik kan biasanya di politisir. Misalnya, ketika Ketum PBNU mengatakan haram memilih presiden wanita, haram memilih pemimpin Muslim, itu pasti hoax,” ucapnya.
Menurut dia, masyarakat saat ini sudah banyak yang pintar. Tugas tokoh agama saat ini bagaimana menjadikan masyarakat semakin pintar, khususnya kalangan anak muda, sehingga bisa memilah mana berita yang benar mana berita yang hoax.
“Tahun ini kelihatannya tidak terkendali, tapi itu ada proses pembelajaran. Kenal medsos kan kita belum lama, sehingga masyarakat masih larut dalam euforia. Tapi setelah dua tahun saya kira kedewasaan akan muncul. Kemudian tokoh agama yang sekarang kumpul dan seluruh jamaahnya pasti bisa mengendalikan lingkungan sekitarnya,” katanya.
Di tempat yang sama, tokoh Katolik dari Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Romo Agus Ulahayana mengatakan bahwa sebenarnya dalam menyambut tahun politik, para pilitisi harus mengubah perilaku yang menghalalkan berbagai cara.
“Jadi para politisi supaya mengembangkan politik yang berbudaya yang beradab. Jangan politik yang tidak berbudaya atau politik yang biadab, seperti memainkan isu SARA. Sudah tahu itu isu yang sangat sensitif, tidak perlu dipakai untuk kepentingan politik kan,” ujarnya. (NU Online)