Skip to main content

Dalam pertemuan Majelis Taklim Akhwat ICC Zainab Al-Kubro pada Rabu, 5 November 2025, Ustaz Umar Shahab melanjutkan pembahasan tema yang telah beliau angkat pada pekan sebelumnya, yaitu tentang mengenal syiah. Sejak awal, beliau menegaskan pentingnya membahas persoalan ini dengan cara yang jujur dan adil. Menurut beliau, pembahasan mengenai syiah harus dilihat secara proporsional karena di dalamnya terdapat tiga golongan utama.

Ustaz Umar Shahab menjelaskan bahwa pertanyaan tentang apa itu syiah sering muncul dan kerap dijawab secara keliru hingga menimbulkan pandangan yang menyudutkan. Dalam pertemuan sebelumnya, beliau telah menerangkan bahwa syiah merupakan Islam dalam perspektif ahlul bait as. Penjelasan yang sederhana ini sesungguhnya menggambarkan hakikat Islam sebagaimana dipahami oleh ahlul bait as, dengan dasar yang sama, yaitu Al-Qur’an dan sunnah.

Beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sunnah adalah sunnah Rasulullah saw dan sunnah para imam yang dikenal dengan istilah maksumin. Adapun ahlul bait as merupakan keluarga Nabi Muhammad saw yang disucikan oleh Allah swt. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:

innamâ yurîdullâhu liyudz-hiba ‘angkumur-rijsa ahlal-baiti wa yuthahhirakum tath-hîrâ
“Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan dosa darimu, wahai ahlul bait, dan mensucikan kamu sesuci-sucinya.” (QS. Al-Ahzab [33]: 33)

Ustaz Umar Shahab menerangkan bahwa kehendak Allah swt pasti terjadi, dan ayat tersebut menunjukkan penyucian langsung dari Allah kepada ahlul bait as. Hal ini tidak berarti bahwa ahlul bait as pernah berdosa, melainkan menegaskan bahwa mereka, sebagai manusia, memiliki potensi untuk berbuat salah, namun potensi tersebut tidak pernah terwujud karena bimbingan dan penjagaan langsung dari Allah swt. Nabi dan para imam adalah manusia, tetapi mereka disucikan dan dituntun oleh Allah sehingga terbebas dari kesalahan.

Beliau kemudian mengutip firman Allah swt:

innâ fataḥnâ laka fatḥam mubînâ
“Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepadamu kemenangan yang nyata.”
liyaghfira lakallâhu mâ taqaddama min dzambika wa mâ ta’akhkhara wa yutimma ni‘matahû ‘alaika wa yahdiyaka shirâtham mustaqîmâ
“Agar Allah memberikan ampunan kepadamu (Nabi Muhammad) atas dosamu yang lalu dan yang akan datang, menyempurnakan nikmat-Nya atasmu, dan menunjukimu ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Fath [48]: 1–2)

Ayat tersebut, jelas beliau, tidak berarti Rasulullah saw pernah melakukan dosa, tetapi menggambarkan potensi manusiawi yang tidak pernah terjadi karena petunjuk dan bimbingan langsung dari Allah swt.

Lebih lanjut, Ustaz Umar Shahab menjelaskan bahwa Islam merupakan ajaran yang memberikan tuntunan bagi seluruh aspek kehidupan, baik pribadi maupun sosial. Demikian pula dengan syiah, yang pada dasarnya memegang ajaran Al-Qur’an dan Rasulullah saw. Menurut beliau, agama dapat dilihat dari tiga aspek utama, yaitu akidah, syariat, dan akhlak. Akidah berkaitan dengan keyakinan, syariat dengan hukum, dan akhlak dengan perilaku baik dan buruk. Dalam Islam syiah, dua aspek pertama—akidah dan syariat—dapat memiliki perbedaan dengan pandangan mazhab lain, sedangkan dalam hal akhlak, tidak ada perbedaan mendasar; perbedaannya hanya terletak pada contoh penerapannya.

Ustaz Umar Shahab menjelaskan bahwa pada dasarnya akidah dalam Islam adalah satu, namun perbedaan muncul pada rincian dan penjelasannya. Tiga pokok utama akidah Islam adalah ketuhanan, kenabian, dan hari akhir. Dalam hal ketuhanan, umat Islam bersatu dalam prinsip tauhid sebagaimana kalimat Lā ilāha illallāh. Dalam hal kenabian, semua sepakat bahwa Nabi Muhammad saw adalah nabi terakhir. Begitu pula dengan keyakinan akan datangnya hari akhir, yang diyakini oleh seluruh umat Islam. Karena itu, siapa pun yang meyakini ketiga aspek tersebut tergolong sebagai seorang muslim, apa pun mazhabnya, dan memiliki hak serta kewajiban yang sama.

Namun, ketika membahas lebih dalam, setiap mazhab memiliki cara berbeda dalam menjelaskan masing-masing aspek tersebut. Dalam pandangan beliau, manusia dapat mengenal Allah swt melalui tiga aspek, yaitu dzat, sifat, dan perbuatan-Nya. Hal ini menjadi bahasan utama dalam ilmu kalam atau teologi. Ustaz Umar Shahab menjelaskan bahwa untuk mengenal Allah swt terdapat dua jalan utama, yaitu melalui akal dan wahyu. Kedua hal ini tidak dapat dipisahkan karena memahami wahyu memerlukan peran akal. Dengan akal, wahyu dapat diolah sehingga menghasilkan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh tentang Tuhan. Pemikiran semacam ini disebut teologi rasional, di mana akal memiliki peranan penting dalam memahami ketuhanan.

Sebagai contoh, beliau mengutip firman Allah swt:

yadullâhi fauqa aidîhim
“Tangan Allah di atas tangan mereka.” (QS. Al-Fath [48]: 10)

Ayat ini menunjukkan perlunya penggunaan akal dalam memahami makna ayat-ayat Al-Qur’an. Kata tangan dalam ayat tersebut tentu tidak dimaknai secara fisik, karena tidak mungkin membayangkan Allah swt memiliki tangan sebagaimana makhluk. Pemahaman semacam ini menjadi ciri khas pendekatan rasional dalam tafsir syiah, yang menggabungkan antara akal dan wahyu dalam mengenal Allah swt. Kajian sore itu ditutup dengan penegasan bahwa pendekatan rasional dan spiritual merupakan ciri ajaran Islam perspektif ahlul bait as, yang selalu menyinergikan kekuatan akal dengan kedalaman iman.

Leave a Reply