Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menghadapi situasi yang tanpa disadari mendorong kita ke dalam perbuatan gibah—membicarakan keburukan orang lain di belakangnya. Padahal, dalam agama, gibah dianggap sebagai dosa besar yang dapat menghapus pahala dan memicu murka Allah Swt. Bahkan, beberapa riwayat mengibaratkan gibah sebagai perilaku memakan daging bangkai saudara sendiri.
Agar kita bisa benar-benar menjauhi dosa ini, kita perlu memahami sebab-sebab gibah dan cara pencegahannya. Artikel ini memaparkan keduanya secara populer, praktis, dan mudah diterapkan, berdasarkan penjelasan ulama dan riwayat para Imam, termasuk Imam Ja’far Shadiq as yang menyebutkan bahwa akar gibah ada sepuluh jenis.
Mari kita bahas secara runtut.
Mengapa Kita Sulit Menahan Diri dari Gibah?
Secara psikologis, manusia cenderung mencari pelampiasan, validasi sosial, atau pembenaran diri ketika menghadapi tekanan batin. Dalam banyak situasi, gibah muncul bukan karena niat jahat, tetapi karena ketidakmampuan mengelola emosi dan lisan. Namun, ketidaksengajaan bukan berarti bebas dari dosa.
Imam Ja’far Shadiq as menyebutkan bahwa akar gibah ada sepuluh, dan memahami akar ini adalah langkah pertama untuk mencegahnya. Berikut uraian populernya.
10 Penyebab Utama Gibah (dan Cara Mencegahnya)
1. Melampiaskan Kemarahan
Ketika sedang marah, seseorang merasa lega jika berhasil menyebutkan kekurangan orang yang membuatnya jengkel. Ini seperti “meniup uap panas” dengan cara merendahkan orang lain.
Pencegahannya:
- Katakan pada diri sendiri: “Jika aku memaafkan orang ini, mungkin Allah juga akan memaafkan dosa-dosaku.”
- Alihkan energi marah menjadi introspeksi. Tahan lidah walau hati masih panas.
2. Mengikuti Lingkungan atau Teman
Kadang kita ikut-ikutan karena takut dianggap tidak kompak. Bila suasana bergeser ke arah gibah, seseorang merasa wajib ikut serta agar diterima.
Pencegahannya:
- Jangan jadikan rida teman sebagai alasan untuk mendapatkan murka Allah.
- Ubah topik dengan cara halus.
- Bila tak mampu, tinggalkan percakapan tersebut.
3. Membalas atau Menjaga Nama Baik
Seseorang merasa bahwa orang lain sudah membicarakan keburukannya, sehingga ia “balik menyerang” demi menjaga nama baik.
Pencegahannya:
- Jika ingin membantah tuduhan, cukup luruskan tanpa menyebut keburukan pelaku.
- Fokus pada klarifikasi, bukan menyerang balik.
4. Membersihkan Diri dari Tuduhan
Kadang seseorang terpaksa menjelaskan bahwa suatu perbuatan buruk bukan dirinya yang melakukan. Namun tanpa sadar ia mulai menyebut nama orang yang sebenarnya tidak perlu disebut.
Pencegahannya:
- Cukup katakan: “Itu bukan saya,” tanpa menyebut siapa pelakunya.
5. Kesombongan dan Ingin Tampak Lebih Baik
Ini bentuk gibah yang paling halus dan berbahaya. Seseorang merendahkan orang lain agar dirinya tampak lebih pintar, lebih baik, atau lebih saleh.
Pencegahannya:
- Tanamkan bahwa kemuliaan sejati datang dari Allah, bukan dari menjatuhkan orang lain.
- Latih diri untuk memuji orang lain, bukan mengkritik.
6. Kedengkian
Ketika seseorang iri pada kehormatan, kekayaan, keberhasilan, atau pujian yang diterima orang lain, ia mencoba menjatuhkannya melalui gibah.
Pencegahannya:
- Sadari bahwa gibah hanya merugikan diri sendiri karena pahala kita akan berpindah kepada orang yang kita gibah.
- Dengki itu menyiksa, sementara menerima takdir itu menenangkan.
7. Bercanda Berlebihan
Gibah kadang terjadi karena ingin membuat teman-teman tertawa—meniru, mengolok-olok, atau menceritakan kejelekan seseorang.
Pencegahannya:
- Gunakan humor yang sehat. Jadikan candaan sebagai penyejuk, bukan penebar dosa.
8. Mengolok-Olok atau Merendahkan Orang Lain
Kadang orang meremehkan seseorang dengan sengaja, baik di hadapannya maupun di belakangnya, demi menunjukkan superioritas.
Pencegahannya:
- Ingat bahwa merendahkan orang lain adalah cara tercepat merendahkan martabat diri sendiri di depan Allah.
9. Gibah Berkedok Empati
Seseorang berkata, “Kasihan si A, dia lagi kena musibah begini-begitu,” sambil tanpa sadar membocorkan aib A.
Pencegahannya:
- Jika ingin mendoakan, ucapkan tanpa menyebut aibnya.
- Berempatilah tanpa membuka rahasia orang.
10. Marah Karena Allah
Seseorang merasa sedang melakukan amar makruf nahi mungkar, lalu menyebut keburukan orang lain sebagai “pembelaan agama”. Padahal yang terjadi hanyalah meluapkan kemarahan pribadi dengan dalih agama.
Pencegahannya:
- Bedakan antara mengkritik tindakan dan menyebut aib pribadi.
- Larangan gibah tetap berlaku bahkan ketika kita marah atas nama agama.
Dampak Gibah yang Sering Diabaikan
- Menghapus pahala
Rasulullah saw bersabda bahwa gibah lebih cepat membakar amal kebaikan dibanding api membakar kayu kering. - Pahala berpindah kepada orang yang digibah
Pada hari kiamat, seseorang akan terkejut melihat pahala salat, puasa, dan amal baiknya justru menjadi milik orang yang digibah. - Jika pahala habis, dosa orang yang digibah akan dipindahkan
Ini kerugian sangat besar—seseorang menanggung dosa orang lain hanya karena tidak bisa mengendalikan lidah. - Merusak kedamaian hati
Gibah membuat hati gelap, penuh kecurigaan, dan sulit merasakan kebahagiaan. - Menyulut permusuhan dan hilangnya keberkahan persahabatan
Cara Umum Mencegah Gibah
- Takut akan murka Allah
Tumbuhkan kesadaran bahwa setiap kata kita tercatat. - Banyak introspeksi
Ketika ingin membicarakan keburukan orang lain, tanyakan: “Aku sendiri sudah bersih dari dosa?”
Biasanya jawabannya: belum. - Sibukkan diri dengan perbaikan diri
Jika fokus memperbaiki kelemahan sendiri, kita tidak punya waktu mencari kelemahan orang lain. - Latih lisan untuk banyak berzikir
Zikir membersihkan hati dan mengendalikan lidah.
Cara Khusus Mengatasi Setiap Penyebab Gibah
Mengatasi Kemarahan
Ucapkan dalam hati: “Aku menahan marah karena Allah, agar Dia juga menahan murka-Nya terhadapku.”
Mengatasi Tekanan Teman
Sadari bahwa popularitas sosial tidak sebanding dengan rida Allah.
Mengatasi Kesombongan
Ingat bahwa merendahkan orang lain justru menurunkan derajat kita di hadapan para malaikat.
Mengatasi Dengki
Dengki adalah racun batin. Obatnya:
- Mendoakan orang yang didengki.
- Meyakini bahwa rezeki sudah diatur Allah.
- Mengingat bahwa gibah menguntungkan dia dan merugikan kita.
Mengatasi Kebiasaan Mengejek
Bayangkan diri sendiri di hari kiamat ketika harus memikul dosa orang yang kita ejek.
Mengatasi Gibah Berkedok Empati
Doakan tanpa menyebut identitas atau detail kesalahannya.
Kesimpulan: Menjaga Lisan adalah Jalan Menuju Kedewasaan Ruhani
Perbuatan gibah sering kali muncul dari emosi yang tidak terkelola, lingkungan yang tidak sehat, dan kesadaran spiritual yang menurun. Namun, dengan mengenali penyebab-penyebabnya dan menerapkan langkah-langkah pencegahannya, kita bisa menjaga diri dari dosa besar ini.
Ingat:
- Gibah tidak menyelesaikan masalah.
- Gibah tidak membuat kita lebih mulia.
- Gibah tidak menurunkan aib orang lain—yang turun justru martabat kita sendiri.
Sebaliknya, menjauhi gibah akan membuat hati lebih tenang, hubungan lebih sehat, dan pahala lebih terjaga.
(Disadur dari buku Stop Bergunjing)


