Kelas Tafsir Maudhu’i ICC Jakarta pada Kamis malam, 20 November 2025, menghadirkan Ustaz Hafidh Alkaf yang pada pertemuan ini membahas tentang pentingnya identifikasi masalah dalam kehidupan seorang muslim. Beliau menjelaskan bahwa dalam urusan dunia saja, kesalahan mengidentifikasi masalah dapat mengakibatkan kerugian besar. Dalam dunia pendidikan, seseorang yang keliru memahami soal ujian bisa gagal lulus, sementara dalam dunia kesehatan seorang dokter yang salah mendiagnosis dapat membahayakan pasien. Menurut beliau, dalam kehidupan manusia, banyak kesalahan yang terjadi karena seseorang tidak memahami masalah secara tepat. Jika kesalahan identifikasi masalah dalam urusan dunia saja berdampak besar, maka kesalahan dalam urusan akhirat dapat menyebabkan seseorang menjadi penghuni neraka.
Ustaz Hafidh Alkaf kemudian mengutip firman Allah swt dalam Surah Al-Mu’minun ayat 115: a fa ḫasibtum annamâ khalaqnâkum ‘abatsaw wa annakum ilainâ lâ turja‘ûn, “Apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” Ayat ini, menurut beliau, menunjukkan betapa fatalnya jika seseorang salah memahami tujuan hidupnya.
Beliau menjelaskan bahwa kesalahan dalam mengidentifikasi masalah juga terjadi pada masa Rasulullah saw. Di antara orang-orang yang hidup pada masa itu terdapat sekelompok orang yang zahirnya beragama Islam, salat di belakang Nabi, dan ikut berjihad, tetapi mereka keliru dalam memahami siapa Rasulullah saw dan apa kedudukan mereka sebagai muslim. Konflik yang terjadi pada Perang Bani Musthaliq menjadi salah satu contohnya. Pada saat itu Abdullah bin Ubay mengklaim dirinya lebih mulia daripada kaum Muhajirin dengan alasan bahwa ia adalah penduduk asli Madinah, sedangkan para sahabat Muhajirin dianggap hanya sebagai pendatang. Faktor ekonomi juga menjadi latar belakang sikapnya, karena seandainya Rasulullah saw tidak mendakwahkan Islam kepada penduduk Madinah, Abdullah bin Ubay berpotensi diangkat menjadi raja dan memiliki kekuasaan dan harta yang besar, sementara kaum Muhajirin banyak yang datang ke Madinah tanpa membawa harta.
Sikap tersebut tergambar dalam firman Allah swt dalam Surah Al-Munafiqun ayat 8: yaqûlûna la’ir raja‘nâ ilal-madînati layukhrijannal-a‘azzu min-hal-adzall, wa lillâhil-‘izzatu wa lirasûlihî wa lil-mu’minîna wa lâkinnal-munâfiqîna lâ ya‘lamûn, “Mereka berkata, ‘Sungguh, jika kita kembali ke Madinah (dari perang Bani Musthaliq), pastilah orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari sana,’ padahal kekuatan itu hanyalah milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin. Akan tetapi, orang-orang munafik itu tidak mengetahui.”
Ustaz Hafidh Alkaf lalu mengingatkan bahwa bahaya besar menanti seseorang yang gagal mengidentifikasi masalah dalam kehidupannya. Hal ini digambarkan dalam Surah Al-Kahf ayat 103: qul hal nunabbi’ukum bil-akhsarîna a‘mâlâ, “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Apakah perlu kami beri tahukan orang-orang yang paling rugi perbuatannya kepadamu?’” Ayat ini berkaitan dengan orang-orang yang pada lahirnya banyak melakukan amal baik. Pada ayat berikutnya, Al-Kahf ayat 104, dijelaskan: alladzîna dlalla sa‘yuhum fil-ḫayâtid-dun-yâ wa hum yaḫsabûna annahum yuḫsinûna shun‘â, “(Yaitu) orang-orang yang sia-sia usahanya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”
Ustaz Hafidh Alkaf menerangkan bahwa para ahli tafsir menafsirkan ayat tersebut sebagai gambaran tentang orang-orang yang melakukan amal kebaikan namun tidak disertai keikhlasan, sehingga amal mereka menjadi sia-sia. Karena itu, beliau menegaskan pesan para guru bahwa seseorang tidak boleh tertipu oleh amal perbuatannya sendiri. Bisa jadi seseorang melakukan berbagai kebaikan, tetapi gagal menjaga niat dan keikhlasannya, sehingga amal itu tidak diterima di sisi Allah.



