Aula ICC Jakarta kembali dipenuhi jamaah pada Minggu, 23 November 2025 dalam rangka penyelenggaraan peringatan Syahadah Sayyidah Fatimah az-Zahra sa riwayat kedua. Acara dimulai dengan pembukaan oleh Mujib Munawan selaku pembawa acara. Setelah itu tilawah ayat suci Al-Qur’an dibacakan oleh Ustaz Ikrom Muzadi yang menambah kekhusyukan majelis sebelum sesi utama dimulai.
Dalam tausiyahnya, Ustaz Fuad Al-Hadi menyampaikan bahwa kehadiran di malam ini bukan sekadar menghadiri peringatan, tetapi membawa tanggung jawab ruhani. Beliau menekankan bahwa duduk dalam majelis duka Sayyidah Fatimah sa menuntut adanya makrifat di dalam hati, meskipun hanya sebagian kecil. Karena kehilangan makrifat tentang putri Rasulullah saw berarti hilangnya jalan menuju makrifat nubuwwah dan imamah. Hal ini karena Sayyidah Fatimah sa bukan sekadar putri Rasulullah saw tetapi ibu bagi para imam, bahkan beliau disebut sebagai ibu bagi ayahnya karena perhatian dan pengorbanan yang beliau curahkan untuk Rasulullah saw seperti perhatian seorang ibu kepada anaknya. Disebutkan bahwa ketika Rasulullah saw berangkat ke medan jihad rumah terakhir yang beliau datangi adalah rumah Sayyidah Fatimah sa dan ketika kembali rumah pertama yang beliau kunjungi juga rumah putrinya.
Penjelasan beliau berlanjut bahwa makrifat Sayyidah Fatimah sa bukan sesuatu yang sederhana. Ada makrifat yang diketahui umum bahwa beliau adalah putri Nabi saw, ada makrifat yang menjadi kewajiban bagi seorang mukmin dan ketika seseorang tidak mencapainya maka hal itu merupakan kerugian besar, lalu ada makrifat yang tidak mungkin dicapai karena tingginya kedudukan beliau. Karena itu nama Fatimah bukan nama biasa dan tidak boleh disamakan dengan penyebutan nama lain sebab penyebutan itu sendiri mengandung rahasia.
Beliau menjelaskan bahwa kedudukan Sayyidah Fatimah sa telah ada sebelum keberadaan materi di dunia. Cahaya beliau dibicarakan oleh para maksum bahkan sebelum penciptaan langit dan bumi sehingga Nabi Adam as memohon kepada Allah swt untuk mengenali pemilik cahaya tersebut. Dari situlah Adam as diajarkan untuk bertawasul kepada ahlul kisa as. Surga bahkan diciptakan dari cahaya Sayyidah Fatimah sa dan ketika Rasulullah saw merindukan aroma surga beliau mencium aroma itu dari putrinya. Karena itu orang yang tidak mengenal beliau akan mengejar surga, tetapi orang yang mengenal Sayyidah Fatimah sa bahkan rela melangkah melewati api demi meraih keridaan beliau.
Dalam penjelasannya, Ustaz Fuad Al-Hadi juga menyampaikan bahwa Sayyidah Fatimah sa adalah sosok yang ditawasuli oleh para maksum dan dimusuhi oleh iblis. Karena apabila seseorang menelusuri garis kepemimpinan sejak awal hingga akhir maka ujungnya berada pada Imam Mahdi afs yang merupakan keturunan dari beliau. Di dunia wujud beliau bersifat materi namun Rasulullah saw pernah mengatakan bahwa Sayyidah Fatimah sa adalah bidadari dalam fisik manusia. Akhlak beliau adalah akhlak Rasulullah saw bahkan dalam perilaku dan tutur kata beliau sangat mirip dengan Nabi saw.
Beliau kemudian menyinggung kelembutan dan pembelaan Sayyidah Fatimah sa terhadap Rasulullah saw. Ketika darah mengalir di wajah Rasulullah saw, Sayyidah Fatimah sa mengusap satu per satu luka tersebut dan rasa sakit itu tidak dirasakan Rasulullah saw. Dalam riwayat hadis Kisa, ketika Rasulullah saw datang ke rumah Sayyidah Fatimah sa dalam keadaan lemah dan meminta diselimuti, Rasulullah saw tidak menyelimuti dirinya sendiri tetapi meminta putrinya yang menyelimuti, sehingga wajah beliau menjadi bercahaya dan tubuh beliau kembali kuat.
Ustaz Fuad Al-Hadi menegaskan bahwa mencintai Sayyidah Fatimah sa adalah kewajiban dan mengenali alasan mencintai beliau juga sebuah kewajiban. Sebab pertama adalah proses penciptaan beliau yang berbeda. Rasulullah saw berpuasa selama 40 hari meninggalkan istrinya dan menjauh dari keramaian. Setelah ibadah itu selesai malaikat Jibril datang membawa buah dari surga lalu dimakan oleh Rasulullah saw dan Sayyidah Khadijah sa. Sebab materi dan sebab spiritual itu bertemu sehingga lahirlah Sayyidah Fatimah az-Zahra sa sebagai insan suci.
Beliau menjelaskan bahwa akhlak Sayyidah Fatimah sa tidak hanya tercatat dalam riwayat tetapi dicatat oleh Al-Qur’an. Allah swt berfirman:
wa yuth‘imûnath-tha‘âma ‘alâ ḥubbihî miskînan wa yatîman wa asîrā
“Mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan.” (QS. Al-Insan [76]: 8)
innamā nuṭ‘imukum liwaj-hillāhi lā nurîdu minkum jazā’an wa lā syukūrā
“(Mereka berkata,) Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanya demi rida Allah. Kami tidak mengharapkan balasan atau terima kasih darimu.” (QS. Al-Insan [76]: 9)
Beliau kemudian menyebut kisah seorang Badui yang meminta bantuan kepada Rasulullah saw. Padahal Rasulullah saw sudah tiga hari tidak makan namun beliau mengisyaratkan rumah yang tidak pernah menolak tamunya yaitu rumah Sayyidah Fatimah sa. Sayyidah Fatimah sa memberikan tempat tidur Imam Hasan as dan Imam Husain as terbuat dari kulit kambing agar dapat dijual. Namun orang itu menolaknya hingga beliau memberikan kalung pernikahannya. Nabi kemudian melelang kalung tersebut hingga terjual dengan harga tinggi lalu mengembalikannya kepada Sayyidah Fatimah sa sementara orang itu mendapatkan pakaian, tunggangan, dan bekal.
Ustaz Fuad Al-Hadi kemudian menyebut kisah malam pernikahan Sayyidah Fatimah sa ketika seorang fakir mengetuk pintu meminta sedekah. Sayyidah Fatimah sa masuk lalu mencari sesuatu yang paling baik di dalam rumahnya dan yang paling berharga saat itu adalah gaun pengantin yang beliau berikan.
Beliau kemudian mengisahkan kesetiaan dan kesedihan Sayyidah Fatimah sa setelah wafatnya Rasulullah saw. Beliau menangis setiap hari agar umat tidak lupa siapa Rasulullah saw. Tangisan itu membuat penduduk Madinah gelisah sehingga Imam Ali as membangun tempat khusus di luar kota agar beliau dapat menangis tanpa menghentikan syiar duka tersebut.
Dalam salah satu riwayat Rasulullah saw menggandeng Sayyidah Fatimah sa di depan para sahabat dan berkata, siapa yang mengenal beliau maka sungguh ia telah mengenal, dan siapa yang belum mengenal maka aku akan memperkenalkan: inilah Fatimah putri Muhammad. Nabi menyebutkan hal ini agar umat memahami kedudukan beliau. Maka ketika ada yang mencoba membandingkan beliau dengan Sayyidah Maryam sa, sebagian ulama dalam syair berkata: apakah Maryam memiliki ayah seperti ayah Fatimah?
Rasulullah saw pernah bersabda bahwa Sayyidah Fatimah sa adalah belahan jiwanya dan hati beliau berada di dua sisi, sisi risalah dan sisi imamah. Barang siapa menyakiti beliau berarti menyakiti Rasulullah saw dan barang siapa menyakiti Rasulullah saw berarti menyakiti Allah swt. Beliau mengingatkan bahwa kemarahan Sayyidah Fatimah sa bukan kemarahan biasa tetapi kemarahan yang menjadi tolok ukur murka Allah swt. Sementara rida beliau adalah tolok ukur rida Allah swt.
Ustaz Fuad Al-Hadi menyinggung ayat Al-Fatihah yang setiap hari dibaca:
ihdinash-shirâthal-mustaqîm
“Bimbinglah kami ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Fatihah [1]: 6)
shirâthalladzîna an‘amta ‘alaihim ghairil-maghḍlûbi ‘alaihim wa laḍ-ḍālîn
“(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Fatihah [1]: 7)
Beliau menyampaikan bahwa menurut Imam Shadiq as terdapat dua sirath, satu di akhirat berupa jembatan yang harus dilewati setiap makhluk dan satu di dunia berupa imam yang wajib ditaati. Sayyidah Fatimah sa menjadi parameter antara rida dan murka Allah swt.
Beliau juga mengingatkan bahwa ada kemarahan berbasis syahwat misalnya seorang sahabat yang marah ketika tidak mendapatkan rampasan perang namun bahagia ketika mendapatkannya. Allah swt berfirman:
wa min-hum may yalmizuka fish-shadaqāt, fa in u‘thū min-hā raḍū wa in lam yu‘thau min-hā idzā hum yaskhaṭhūn
“Di antara mereka ada yang mencela engkau (Nabi Muhammad) dalam hal pembagian sedekah. Jika mereka diberi sebagian darinya mereka senang, dan jika tidak diberi bagian mereka marah.” (QS. At-Taubah [9]: 58)
Beliau melanjutkan bahwa ada kemarahan maksum seperti kemarahan Nabi Yunus as kepada kaumnya namun kemarahan itu bukan kemarahan Allah swt sehingga Nabi Yunus as dipenjara di dalam perut ikan. Namun ada kemarahan yang mencerminkan murka Allah swt yaitu kemarahan Sayyidah Fatimah sa.
Kedudukan Sayyidah Fatimah sa dicatat dalam Al-Qur’an dan dalam sabda Rasulullah saw. Rasulullah saw ketika melihat Sayyidah Fatimah sa masuk ke majelis berdiri dan mencium tangan beliau untuk mengajarkan umat cara menghormati kedudukan beliau. Para maksum as memiliki hujjah yang tidak dapat dibantah karena itu Rasulullah saw dan para imam tidak pernah kalah dalam argumentasi. Imam Ali as menyampaikan bahwa mereka adalah hujjah Allah swt atas manusia, namun Sayyidah Fatimah sa adalah hujjah Allah swt atas mereka.
Ustaz Fuad Al-Hadi menutup ceramah dengan riwayat dari Rasulullah saw kepada Salman al-Farisi bahwa cinta kepada Sayyidah Fatimah sa akan bermanfaat di seratus tempat salah satunya dalam sakaratul maut. Di barzakh, di mizan ketika amal ditimbang, hingga di hari ketika seluruh mata menundukkan pandangannya karena kehadiran Sayyidah Fatimah sa yang berjalan mengendarai unta Nabi Saleh as. Dalam riwayat juga disebutkan shalawat khusus bagi beliau, bahwa siapa yang bershalawat kepada Sayyidah Fatimah sa Allah swt mengampuni dosa-dosanya dan kelak ia akan bersama Rasulullah saw di manapun beliau berada di surga.
Setelah ceramah selesai, acara dilanjutkan dengan pembacaan maktal oleh Ustaz Bagir Alatas yang menghidupkan suasana duka. Maktam kemudian dibawakan oleh Sajjad dan majelis ditutup dengan doa oleh Ustaz Umar Shahab.



