Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta kembali menggelar Kelas Tafsir Maudhu’i pada Kamis malam, 23 Oktober 2025. Kajian tersebut menghadirkan penceramah Ustaz Hafidh Alkaf, yang dalam kesempatan ini membahas tema tentang persatuan sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan riwayat Ahlulbait.
Dalam penjelasannya, Ustaz Hafidh Alkaf menyampaikan bahwa pembahasan malam itu berkenaan dengan persatuan. Persatuan berasal dari kata “satu”, namun kata itu sendiri memiliki makna yang beragam. Misalnya, satu pulpen dan satu tutup pulpen sama-sama disebut satu, tetapi jika keduanya dilihat sebagai satu kesatuan, maka satu tutup pulpen menjadi bagian dari pulpen itu sendiri. Artinya, makna “satu” dapat berbeda-beda tergantung konteksnya.
Menurut Ustaz Hafidh Alkaf, dalam kehidupan sosial terdapat tuntutan bagi manusia untuk bersatu. Ajaran Al-Qur’an dan riwayat dari hadis Nabi serta Ahlulbait menempatkan persatuan sebagai nilai luhur yang harus dijunjung tinggi. Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa persatuan adalah sebuah nikmat yang Allah berikan.
Allah swt berfirman:
wa‘tashimû biḫablillâhi jamî‘aw wa lâ tafarraqû wadzkurû ni‘matallâhi ‘alaikum idz kuntum a‘dâ’an fa allafa baina qulûbikum fa ashbaḫtum bini‘matihî ikhwânâ
Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara.
(Ali ‘Imran · Ayat 103)
Ustaz Hafidh Alkaf kemudian menjelaskan kisah kaum Muslimin di awal Islam, yaitu kaum Anshar dan kaum Muhajirin. Kaum Anshar adalah penduduk Madinah yang disebut demikian karena berjanji akan membela Nabi hingga misi risalah beliau selesai. Kaum Anshar terdiri dari dua suku, yaitu Aus dan Khazraj, yang secara turun-temurun pernah saling berperang selama lebih dari seratus tahun. Setelah keduanya bertemu Rasulullah saw. di Makkah dan menerima ajaran Islam, mereka bersatu dan menjadi kekuatan besar bagi dakwah Nabi di Madinah.
Dalam ayat yang sama, Al-Qur’an juga menyebutkan bahwa persatuan merupakan tanda kebesaran Allah swt:
wa kuntum ‘alâ syafâ ḫufratim minan-nâri fa angqadzakum min-hâ, kadzâlika yubayyinullâhu lakum âyâtihî la‘allakum tahtadûn
(Ingatlah pula ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.
Al-Qur’an menekankan pentingnya menjaga persatuan dan mencegah pertikaian. Allah berfirman:
wa lâ takûnû kalladzîna tafarraqû wakhtalafû mim ba‘di mâ jâ’ahumul-bayyinât, wa ulâ’ika lahum ‘adzâbun ‘adhîm
Janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang sangat berat.
Selain itu, Ustaz Hafidh Alkaf menambahkan bahwa persatuan juga merupakan bagian dari bentuk ketaatan kepada Rasulullah saw. Allah swt berfirman:
wa athî‘ullâha wa rasûlahû wa lâ tanâza‘û fa tafsyalû wa tadz-haba rîḫukum washbirû, innallâha ma‘ash-shâbirîn
Taatilah Allah dan Rasul-Nya, janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang, serta bersabarlah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.
(Al-Anfal · Ayat 46)
Ayat ini, jelas beliau, menunjukkan bahwa larangan untuk bertikai merupakan bentuk ketaatan kepada Nabi. Dalam satu peristiwa peperangan, Rasulullah saw. pernah mendapati kaum Muhajirin dan Anshar berselisih akibat persoalan kecil. Nabi saw. menegur mereka agar tidak kembali pada slogan jahiliyah, lalu memimpin rombongan meninggalkan tempat tersebut. Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, para sahabat pun saling memaafkan. Peristiwa ini menjadi teladan tentang pentingnya menjaga persaudaraan di tengah perbedaan.
Ustaz Hafidh Alkaf menegaskan bahwa majelis seperti ini adalah sarana untuk mengingat kembali pesan-pesan Nabi Muhammad saw. Hadis Rasulullah saw. menggambarkan rasa cinta di antara kaum Muslimin seperti satu tubuh yang saling bergantung satu sama lain.
Beliau juga mengutip pesan Imam Ali as agar umat manusia menjauhi fitnah dan memilih jalan keselamatan (safinatun najah), serta tidak menempuh jalan yang mengarah pada pertikaian. Diceritakan pula bahwa salah seorang sahabat Imam Shadiq as pernah melihat dua orang mukmin berselisih. Ia kemudian menyelesaikan persoalan mereka dengan melunasi utang salah satu pihak menggunakan uang yang dititipkan oleh Imam Shadiq as untuk mendamaikan kaum mukmin.
Selanjutnya, Ustaz Hafidh Alkaf menjelaskan faktor-faktor yang mendukung persatuan sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an. Salah satunya adalah penyembahan kepada Allah swt, bahkan dengan mereka yang berbeda agama selama sama-sama menyembah Allah. Allah swt berfirman:
qul yâ ahlal-kitâbi ta‘âlau ilâ kalimatin sawâ’im bainanâ wa bainakum allâ na‘buda illallâha wa lâ nusyrika bihî syai’aw wa lâ yattakhidza ba‘dlunâ ba‘dlan arbâbam min dûnillâh
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai Ahlulkitab, marilah (kita) menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, (yakni) kita tidak menyembah selain Allah, kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah.”
(Ali ‘Imran · Ayat 64)
Faktor kedua adalah persatuan karena satu agama, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:
kânan-nâsu ummataw wâḫidah, fa ba‘atsallâhun-nabiyyîna mubasysyirîna wa mundzirîna wa anzala ma‘ahumul-kitâba bil-ḫaqqi liyaḫkuma bainan-nâsi fîmakhtalafû fîh, wa makhtalafa fîhi illalladzîna ûtûhu mim ba‘di mâ jâ’at-humul-bayyinâtu baghyam bainahum, fa hadallâhulladzîna âmanû limakhtalafû fîhi minal-ḫaqqi bi’idznih, wallâhu yahdî may yasyâ’u ilâ shirâthim mustaqîm
Manusia itu (dahulunya) umat yang satu (dalam ketauhidan)… (Al-Baqarah · Ayat 213)
Selain itu, terdapat pula persaudaraan atas dasar keimanan sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Hujurat:
innamal-mu’minûna ikhwatun fa ashliḫû baina akhawaikum wattaqullâha la‘allakum tur-ḫamûn
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati.
(Al-Hujurat · Ayat 10)
Ada pula persatuan karena berpegang teguh pada Al-Qur’an, sebagaimana dalam firman Allah:
wa‘tashimû biḫablillâhi jamî‘aw
Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah.
Tali Allah yang dimaksud di sini, jelas beliau, adalah Al-Qur’an.
Faktor lain yang turut memperkuat persatuan adalah komitmen bersama terhadap kebaikan, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
yu’minûna billâhi wal-yaumil-âkhiri wa ya’murûna bil-ma‘rûfi wa yan-hauna ‘anil-mungkar
Mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar.
(Ali ‘Imran · Ayat 114)
Melalui penjelasan ini, Ustaz Hafidh Alkaf menegaskan bahwa persatuan merupakan nikmat sekaligus amanah dari Allah yang harus dijaga dengan kesadaran, ketakwaan, dan komitmen terhadap nilai-nilai kebaikan yang diajarkan Al-Qur’an.


