Ustaz Abdullah Beik menyampaikan khutbah Jumat di Islamic Cultural Center Jakarta, pada 7 November 2025, dengan tema Makna Gradasi Wilayah. Beliau menjelaskan konsep wilayah sebagai salah satu fondasi Islam yang kerap disalahpahami, namun sejatinya sama pentingnya dengan salat, zakat, puasa, dan haji. Beliau membuka ceramah dengan merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ja’far Shadiq AS, yang menyatakan bahwa Islam dibangun atas lima perkara utama: salat, zakat, puasa, haji, dan wilayah.
Beliau menekankan bahwa sebagian orang salah memahami makna wilayah, bahkan ada anggapan bahwa pengikut Ahlul Bait tidak memiliki rukun dua kalimat syahadat. Pemahaman ini jelas keliru, karena Imam Ja’far Shadiq AS menegaskan bahwa tidak ada kewajiban yang lebih tinggi daripada wilayah.
Dalam penjelasannya, beliau menguraikan bahwa secara bahasa, wilayah berarti otoritas, tetapi maknanya juga meliputi kecintaan, keberpihakan, menolong, dan memperjuangkan. Semua makna ini saling terkait. Beliau menjelaskan bahwa ketika seorang Muslim meyakini bahwa wajib mencintai dan menaati otoritas, pertama kepada Allah SWT, kedua kepada Nabi Muhammad SAW, dan ketiga kepada para Imam Ahlul Bait AS, maka makna wilayah mencakup kesaksian dua kalimat syahadat. Cinta kepada Allah SWT dan ketaatan kepada otoritas-Nya diawali dengan pengakuan bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad SAW adalah utusan-Nya.
Beliau menegaskan bahwa Al-Quran menekankan prinsip wilayah. Salah satu ayat yang dijadikan rujukan adalah:
“Wa may yatawallallâha wa rasûlahû walladzîna âmanû fa inna ḫizballâhi humul-ghâlibûn”
(Siapa yang menjadikan Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, sesungguhnya para pengikut Allah itulah yang akan menjadi pemenang – Al-Ma’idah [5:56])
Menurut beliau, berwilayah kepada Allah SWT berarti meyakini otoritas-Nya yang tak terbatas sebagai Tuhan, sedangkan berwilayah kepada Rasulullah SAW berarti meyakini otoritas beliau sesuai yang diberikan Allah SWT untuk ditaati. Ketaatan dan cinta ini juga dijelaskan melalui ayat lain:
“Qul in kuntum tuḫibbûnallâha fattabi‘ûnî yuḫbibkumullâhu wa yaghfir lakum dzunûbakum, wallâhu ghafûrur raḥîm”
(Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang – Ali ‘Imran [3:31])
Beliau menjelaskan bahwa wilayah juga diwajibkan kepada para Imam Ahlul Bait AS. Hal ini diperkuat dengan ayat:
“Innamâ waliyukumullâhu wa rasûluhû walladzîna âmanulladzîna yuqîmûnash-shalâta wa yu‘tûnaz-zakâta wa hum râki‘ûn”
(Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang menegakkan salat dan menunaikan zakat dalam keadaan rukuk – Al-Ma’idah [5:55])
Beliau menjelaskan bahwa ayat ini turun ketika Imam Ali AS memberikan sedekah saat rukuk. Bentuk jamak yang digunakan menunjukkan bahwa Imam Ali AS mewakili 11 Imam dari keturunannya, sebagai kelanjutan otoritas Rasulullah SAW. Beliau menekankan bahwa umat Islam juga diwajibkan menaati para fakih yang memenuhi persyaratan, karena mereka merupakan hujjah Allah SWT di dunia. Ketaatan kepada mereka merupakan kelanjutan ketaatan kepada Imam Mahdi AFS, dan mengabaikannya sama dengan mengabaikan petunjuk Allah SWT.
Selain itu, beliau menyoroti teladan Sayyidah Fatimah Az-Zahra SA, yang memperjuangkan wilayah suaminya, Imam Ali AS, dalam kehidupan sehari-hari. Beliau mendorong jamaah untuk meneladani perjuangan beliau, khususnya dalam hal cinta dan ketaatan kepada Allah, Rasulullah SAW, dan para Imam Ahlul Bait AS.
Beliau juga menyampaikan perhatian terhadap kondisi umat Islam saat ini, termasuk kekerasan yang masih terjadi di Palestina dan Sudan meskipun telah ada gencatan senjata. Beliau mengimbau umat Islam untuk senantiasa mendoakan keselamatan saudara-saudara mereka dan agar Allah SWT menghentikan pertumpahan darah. Beliau menambahkan doa agar Indonesia selalu dalam kondisi aman, sehat, dan sejahtera, serta agar para pemimpin senantiasa memimpin dengan niat kemaslahatan umat.



