Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta kembali menyelenggarakan Majelis Duka Muharram pada malam kesepuluh 1447 Hijriah, bertepatan dengan Sabtu, 5 Juli 2025. Majelis ini merupakan puncak dari rangkaian peringatan kesyahidan cucunda Nabi Muhammad saw., Al-Imam Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib as., yang gugur di padang Karbala.
Acara dibuka dengan sambutan singkat oleh Ustaz Arif Mulyadi yang menggarisbawahi pentingnya momentum Asyura dalam memperkuat komitmen spiritual dan sosial umat Islam terhadap nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan perlawanan terhadap tirani. Setelah itu, pembacaan ayat suci Al-Qur’an dilantunkan oleh Ustaz Ikrom Muzadi, menyiapkan suasana batin hadirin untuk menyambut sesi utama malam itu: ceramah agama oleh Direktur ICC Jakarta, Syaikh Mohammad Sharifani, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Ustaz Abdullah Beik.
Dalam ceramahnya, Syaikh Mohammad Sharifani mengawali dengan ajakan untuk menghadiahkan bacaan Surah Al-Fatihah kepada para syuhada, khususnya mereka yang baru saja menyusul Sayyid al-Syuhada, Imam Husain as., dalam deretan para pejuang kebenaran. Beliau menyampaikan bahwa malam Asyura bukan hanya sekadar peringatan sejarah, melainkan momentum pengenalan hakikat spiritual dan eksistensial dari kedudukan Imam Husain as. dalam skema penciptaan dan keberadaan manusia.
Syaikh Mohammad Sharifani menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk termulia ciptaan Allah Swt. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an, yang menyebut penciptaan manusia sebagai bentuk terbaik dari karya Ilahi. Seluruh isi langit dan bumi, menurut banyak ayat, diciptakan dan ditundukkan untuk kepentingan manusia. Allah Swt. juga mengaruniakan akal sebagai instrumen eksklusif bagi manusia, menjadikannya sebagai makhluk yang memiliki kapasitas untuk memahami wahyu dan tanggung jawab moral.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa dari seluruh manusia, para nabi menempati maqam yang lebih tinggi karena dua keistimewaan: kemaksuman dan penerimaan wahyu. Dari 124.000 nabi, terdapat 313 rasul yang diberi mandat untuk menyampaikan wahyu kepada umat manusia. Di antara mereka, lima orang digelari sebagai Ulul Azmi, yaitu Nabi Nuh as., Nabi Ibrahim as., Nabi Musa as., Nabi Isa as., dan Nabi Muhammad saw. Mereka tidak hanya menyampaikan wahyu, tetapi juga membawa risalah agama yang lengkap.
Rasulullah Muhammad saw. disebut sebagai pemimpin para nabi, karena beliau membawa Al-Qur’an sebagai kitab penutup, disebutkan keutamaannya dalam lebih dari 300 ayat, serta memiliki keturunan suci yang menjadi penerus risalah, yaitu para Imam dari Ahlul Bait as. Lima tokoh agung dari keluarga beliau, yakni Sayyidah Fatimah az-Zahra as., Imam Ali bin Abi Thalib as., Imam Hasan as., Imam Husain as., dan Rasulullah sendiri saw., merupakan penyempurna risalah Ilahi di muka bumi.
Di antara para tokoh Ahlul Bait, Imam Husain as. memiliki kedudukan istimewa. Syaikh Mohammad Sharifani menegaskan bahwa kemuliaan beliau tidak bertentangan dengan keutamaan Rasulullah saw., tetapi merupakan manifestasi dari cahaya risalah yang diwariskan secara ilahiah. Imam Husain as. disebut memiliki maqam spiritual yang istimewa, bahkan disebut dalam doa-doa ziarah sebagai sosok yang dimuliakan secara khusus oleh Allah Swt.
Beliau menyampaikan bahwa sejak zaman Nabi Adam as., nama Imam Husain as. telah disebut dalam doa para nabi terdahulu. Bahkan, dikisahkan bahwa Nabi Adam as. menangis dan memohon kepada Allah Swt. dengan menyebut nama Imam Husain as. demi mendapat pengampunan. Kemuliaan tersebut tidak hanya bersifat naratif, tetapi memiliki manifestasi nyata seperti status beliau sebagai pemimpin para syuhada sepanjang sejarah umat manusia. Imam Husain as. juga dikenal memiliki turbah (tanah) Karbala yang secara spiritual diyakini memiliki keberkahan penyembuhan, serta maqam sebagai tempat mustajab doa di bawah kubah pusaranya.
Syaikh Mohammad Sharifani menegaskan bahwa para Imam Ahlul Bait as. termasuk Imam Ali al-Hadi as., dalam beberapa riwayat, datang untuk berdoa di pusara Imam Husain as., menunjukkan kedudukan spiritual yang begitu tinggi. Bahkan malam-malam istimewa seperti Lailatul Qadar, malam Isra Mikraj, dan malam Bi’tsah dianjurkan untuk melakukan ziarah kepada beliau. Menjelang akhir ceramah, beliau menyampaikan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda bahwa siapa yang ingin menyaksikan manusia termulia sepanjang sejarah, maka lihatlah wajah Al-Husain as. Hal ini menjadi bukti bahwa majelis duka malam Asyura bukan sekadar rutinitas keagamaan, melainkan taman dari taman-taman surga yang mendapatkan perhatian langsung dari Sayyidah Fatimah az-Zahra as. dan Imam Husain as.
Selepas ceramah, acara dilanjutkan dengan orasi pembakar semangat oleh Ustaz Umar Shahab. Beliau menyampaikan bahwa kehadiran para hadirin di majelis malam itu adalah bentuk keberlanjutan perjuangan Imam Husain as., bukan sekadar bentuk kesedihan atau nostalgia. Beliau menegaskan bahwa musuh-musuh perjuangan akan selalu menuding dan mencibir para pecinta Ahlul Bait, namun tugas kita adalah membuktikan komitmen melalui kesetiaan dan konsistensi dalam jalan kebenaran. Ustaz Umar Shahab mengingatkan bahwa Sayyid Hassan Nasrullah pernah menyatakan dengan penuh keberanian bahwa sebutan ekstremis atau rafidhah tidak akan menggoyahkan posisi para pengikut Ahlul Bait dalam mendukung Palestina dan membela nilai-nilai keadilan universal.
Beliau juga menyerukan agar malam Asyura dijadikan titik refleksi tentang kesiapan diri menjadi bagian dari pasukan Imam Mahdi af., dan bahwa Imam Husain as. dan Imam Zaman af. memantau setiap langkah kita dalam menunaikan tanggung jawab sejarah ini.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Maqtal oleh Sayyid Bagir Alattas, diikuti maktam oleh Ali Fatih dan Sajjad. Majelis ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Ustaz Umar Shahab.