Pada Jumat siang, 5 September 2025, Aula ICC Jakarta kembali dipenuhi jamaah dalam Kelas Tafsir Tartibi yang dipimpin oleh Syaikh Mohammad Sharifani dan diterjemahkan oleh Ustaz Umar Shahab. Kajian kali ini terasa istimewa karena bertepatan dengan momentum peringatan kelahiran Rasulullah saw. Di awal pembahasan, Syaikh Mohammad Sharifani menyampaikan ucapan selamat dan rasa syukur atas kelahiran Nabi Muhammad saw yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Mengawali penjelasan, Syaikh Mohammad Sharifani mengingatkan bahwa pada pertemuan sebelumnya telah dibahas tentang falsafah ibadah, yaitu alasan mendasar mengapa manusia diperintahkan beribadah kepada Allah SWT. Beliau menyinggung Surah Al-Baqarah ayat 21, di mana Allah menyebutkan delapan alasan penciptaan manusia dan umat-umat sebelumnya agar melalui ibadah mereka mencapai derajat takwa. Setelah menyinggung filosofi tersebut, kajian kali ini diarahkan pada adab dalam beribadah—yakni bagaimana seorang mukmin menjalankan ibadah sesuai tuntunan Al-Qur’an.
Menurut Syaikh Mohammad Sharifani, adab pertama dalam beribadah adalah melaksanakannya sebagaimana yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya, bukan berdasarkan rekayasa atau rekaan manusia. Beliau menegaskan bahwa ibadah yang sahih hanya yang sesuai syariat, seperti shalat, puasa, dan ibadah lainnya sebagaimana diajarkan. Adab ini penting untuk menjaga kemurnian ibadah agar tidak terjerumus ke dalam bid’ah atau penyimpangan.
Selanjutnya, adab kedua adalah beribadah dengan penuh kesadaran. Mengutip Surah An-Nisa ayat 43: “Janganlah kamu mendekati salat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” Ayat ini, jelas beliau, tidak terbatas pada larangan mabuk karena minuman keras saja, melainkan juga mencakup segala bentuk “mabuk” yang membuat seseorang kehilangan kesadaran akan apa yang sedang ia lakukan. Bisa jadi seseorang dimabukkan oleh harta, kedudukan, kepentingan dunia, atau bahkan pikiran yang melayang, sehingga kehilangan kekhusyukan dalam ibadahnya. Oleh karena itu, seorang mukmin harus hadir secara utuh, sadar akan setiap perkataan dan gerakannya dalam ibadah.
Adab ketiga adalah menghadirkan khuduʿ dan khusyuk. Syaikh Mohammad Sharifani menjelaskan bahwa khuduʿ berarti ketundukan fisik, sementara khusyuk adalah ketundukan jiwa. Dalam ibadah, keduanya harus berpadu: tubuh merendah di hadapan Allah, dan hati sepenuhnya tunduk kepada-Nya. Allah menegaskan dalam Surah Al-Mu’minun ayat 1–2: “Sungguh beruntunglah orang-orang beriman, yaitu mereka yang khusyuk dalam shalatnya.” Untuk memperdalam makna khusyuk, beliau mengutip hadis Qudsi ketika Allah berfirman kepada Nabi Musa: “Berikanlah dari tubuhmu ketundukan kepada-Ku, dan dari matamu air mata.” Air mata itu, jelas beliau, adalah simbol kerendahan jiwa di hadapan Allah.
Adab keempat adalah ketulusan atau ikhlas, yakni memurnikan ibadah hanya kepada Allah SWT. Dalam Surah Al-Kahf ayat 110 Allah berfirman: “Barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan tidak mempersekutukan siapa pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” Menurut Syaikh Mohammad Sharifani, ayat ini menegaskan bahwa ikhlas adalah ruh ibadah: segala bentuk amal harus diarahkan semata-mata untuk mencari keridaan Allah, bukan untuk tujuan duniawi atau demi manusia lain.
Adab kelima yang beliau sampaikan adalah komitmen atau konsistensi. Allah berfirman dalam Surah Al-Ma’arij ayat 23: “Dan orang-orang yang tetap setia melaksanakan salatnya.” Ibadah yang baik adalah ibadah yang dijalankan dengan istiqamah, meskipun kecil atau sederhana. Nabi saw pun bersabda bahwa amal yang paling dicintai Allah adalah amal yang dilakukan secara konsisten.
Adab keenam adalah menjaga salat. Allah menyinggung dalam Surah Al-Mu’minun ayat 9: “Dan orang-orang yang memelihara salatnya.” Menurut Syaikh Mohammad Sharifani, menjaga salat memiliki tiga dimensi: menjaga hukum-hukum syariatnya, menjaga waktunya dengan berupaya melaksanakannya di awal waktu, dan menjaga rahasia makna yang terkandung di balik bacaan serta gerakan salat. Beliau mengutip pesan Imam Ja’far Shadiq a.s. menjelang wafatnya: “Bukan bagian dari kami orang yang meremehkan salat.”
Adab ketujuh adalah melaksanakan ibadah dengan sembunyi-sembunyi bila memungkinkan, khususnya ibadah sunnah seperti salat malam. Ibadah yang dilakukan tersembunyi lebih bernilai karena jauh dari riya. Beliau menekankan bahwa salat malam adalah ibadah yang amat tinggi nilainya di sisi Allah, justru karena dilakukan di waktu sepi dan berat untuk dikerjakan.
Adab kedelapan adalah menumbuhkan kerinduan kepada ibadah. Syaikh Mohammad Sharifani menuturkan kisah dialog Nabi Ibrahim a.s. dengan malaikat Izrail. Ketika Izrail hendak mencabut nyawanya, Nabi Ibrahim berkata: “Apakah seorang kekasih akan mencabut nyawa kekasihnya?” Allah pun berfirman kepada Izrail: “Sampaikan kepada Ibrahim, apakah seorang kekasih tidak merindukan perjumpaan dengan kekasihnya?” Kisah ini menggambarkan bahwa ibadah yang ideal adalah ibadah yang lahir dari rasa cinta dan kerinduan kepada Allah.
Adab kesembilan adalah melaksanakan ibadah dengan penuh semangat. Allah berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 142: “Apabila orang-orang munafik berdiri untuk salat, mereka melakukannya dengan malas.” Karenanya, ibadah yang dilaksanakan tanpa semangat mencerminkan sifat kemunafikan. Seorang mukmin sejati seharusnya mendekati ibadah dengan gairah dan sukacita.
Adab kesepuluh, menurut beliau, adalah berusaha menunaikan ibadah-ibadah yang berat bagi diri kita, karena justru di situlah letak pahala yang besar. Salat malam, infak, dan puasa adalah contoh ibadah yang menuntut perjuangan lebih. Rasulullah saw bahkan tidak pernah meninggalkan salat malam, hingga dalam satu malam beliau membaginya dalam beberapa kali tidur dan bangun untuk salat. Beliau juga menegaskan bahwa puasa memiliki kedudukan istimewa, karena Allah sendiri yang menjanjikan langsung ganjarannya.
Kajian ditutup dengan tanya jawab interaktif antara jamaah dan Syaikh Mohammad Sharifani, yang semakin memperdalam pemahaman akan pentingnya adab dalam beribadah. Seperti biasa, Kelas Tafsir Tartibi ICC Jakarta bersama Syaikh Mohammad Sharifani diselenggarakan setiap Jumat pukul 14.00 WIB di Aula ICC Jakarta. InsyaAllah pada pekan berikutnya kajian akan kembali berlanjut dengan pembahasan tafsir Al-Qur’an secara mendalam.