Kelas Tafsir Maudhu’i yang digelar rutin di Aula Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta kembali berlangsung pada Kamis malam, 11 September 2025. Pada kesempatan ini, Syaikh Mohammad Sharifani dengan didampingi penerjemah Ustaz Hafidh Alkaf, membawakan pembahasan mendalam mengenai tema ikhlas dalam perspektif Al-Qur’an dan riwayat Ahlul Bait a.s.
Sejak awal pemaparannya, Syaikh Mohammad Sharifani menekankan bahwa ikhlas merupakan ruh dari segala amal. Beliau mengutip ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar filosofi penciptaan manusia, “Wa mâ khalaqtul-jinna wal-insa illâ liya‘budûn – Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56). Dari ayat ini, ditegaskan bahwa tujuan keberadaan manusia adalah ibadah. Namun ibadah tersebut tidak akan bernilai tanpa ikhlas, sebab sebagaimana perkataan Imam Ali a.s., ikhlas adalah tolak ukur dari ibadah.
Lebih jauh, Syaikh Mohammad Sharifani mengutip sebuah riwayat dari Imam Ali a.s. yang menegaskan, “Mensucikan amal perbuatan itu lebih sulit daripada melaksanakannya.” Beliau menjelaskan bahwa melaksanakan salat malam, tahajud, atau jihad merupakan amal yang berat, namun menjaga niat agar benar-benar murni karena Allah jauh lebih berat. Bahkan disebutkan bahwa membersihkan niat lebih sulit daripada jihad yang panjang.
Beliau melanjutkan dengan menyampaikan hadis qudsi yang diriwayatkan kepada Nabi Musa a.s., di mana Allah berfirman: “Apa saja yang dilakukan demi Aku, meskipun sedikit, maka di sisi-Ku besar nilainya. Tetapi jika perbuatan dilakukan bukan untuk-Ku, meskipun tampak besar, ia kecil dan tidak bernilai.” Dari sini jelas bahwa ukuran amal bukanlah pada kuantitas, melainkan pada kualitas niat. Seseorang bisa saja membangun sebuah negara, tetapi bila tidak dilakukan untuk Allah, amal tersebut tidak diterima.
Rasulullah saw juga bersabda, “Para ulama akan binasa kecuali mereka yang mengamalkan ilmunya. Para ulama yang mengamalkan ilmunya juga akan binasa kecuali mereka yang ikhlas. Dan orang-orang yang ikhlas pun dalam bahaya karena riya yang bisa muncul setelah amal.” Syaikh Mohammad Sharifani menegaskan, bahkan orang-orang yang telah ikhlas masih harus senantiasa memohon kepada Allah agar amal mereka dijaga dari riya dan tidak terhapus nilainya.
Dalam riwayat lain, Rasulullah saw menegaskan: “Allah tidak menerima amal seorang hamba kecuali amal yang murni bagi-Nya.” Hal ini ditegaskan pula dalam hadis qudsi: “Aku adalah sebaik-baik sekutu. Barangsiapa menyertakan selain Aku dalam amalnya, maka Aku tinggalkan dia bersama sekutunya, dan Aku tidak menerima amalnya kecuali yang murni bagi-Ku.”
Syaikh Mohammad Sharifani kemudian menguraikan beberapa jalan untuk mencapai keikhlasan. Pertama, keyakinan (yaqin). Allah berfirman dalam QS. At-Takatsur: 5–6, “Kallâ lau ta‘lamûna ‘ilmal-yaqîn, latarawunnal-jaḥîm – Sekali-kali tidak! Jika kamu mengetahui dengan yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim.” Menurut Imam Ali a.s., hanya dengan keyakinan teguh seseorang dapat benar-benar beramal dengan ikhlas.
Kedua, pengetahuan. Imam Ali a.s. berkata, “Buah dari pengetahuan adalah keikhlasan.” Orang yang mengenal Allah dengan benar akan lebih mudah ikhlas dalam ibadahnya. Tanpa ilmu, ibadah cenderung kehilangan makna dan tidak dapat dijalankan dengan niat yang murni.
Ketiga, tidak memiliki harapan kepada selain Allah. Seseorang yang masih mengharap pujian atau bantuan makhluk akan sulit untuk ikhlas. Namun orang yang menyadari bahwa segala sesuatu – kesehatan, kekayaan, kedudukan – hanya milik Allah, tidak akan menaruh harapan kepada selain-Nya. Beliau mencontohkan kisah Nabi Ayyub a.s. yang dalam sekejap kehilangan seluruh kekayaannya, lalu Allah pula yang mengembalikannya.
Keempat, mengetahui buah dari ikhlas. Di antaranya, sebuah riwayat menyebutkan bahwa seorang hamba yang ikhlas beramal untuk Allah selama 40 hari, maka mata air kebijaksanaan akan mengalir dari lisannya. Dalam hadis qudsi, Allah berfirman, “Seandainya Aku melihat di hati seorang hamba ada ketulusan hanya untuk-Ku dan mengharapkan ridha-Ku, maka Aku sendiri yang akan menuntunnya.” Imam Husain a.s. dalam doa Arafah juga memohon, “Ya Allah, jadikan aku tidak bergantung pada pengetahuanku dan keahlianku, tetapi hanya pada tuntunan-Mu.”
Selain itu, buah ikhlas yang lain adalah terbebasnya seorang mukmin dari kehinaan. Imam Ja‘far Shadiq a.s. berkata bahwa seorang mukmin yang memiliki iman murni dan ikhlas, maka segala sesuatu akan tunduk kepadanya, bahkan binatang buas, serangga, dan burung-burung.
Kajian ditutup dengan penegasan Syaikh Mohammad Sharifani bahwa ikhlas adalah sikap totalitas yang harus mencakup akidah, ibadah, amal, perjuangan sosial, bahkan urusan ekonomi. Beliau mengingatkan, seorang mukmin sejati tidak boleh terjebak dalam amal yang kosong dari ikhlas, sebab hanya dengan memurnikan seluruh kehidupan untuk Allah SWT-lah amal itu bernilai.
Seperti biasa, Kelas Tafsir Maudhu’i ICC Jakarta bersama Syaikh Mohammad Sharifani dan penerjemah Ustaz Hafidh Alkaf diselenggarakan rutin setiap Kamis malam di Aula ICC Jakarta. InsyaAllah pada Kamis malam, 18 September 2025.