Pendahuluan
Sejarah Islam di Jawa tidak hanya dipenuhi dengan kisah Wali Songo yang dikenal sebagai penyebar Islam melalui dakwah syariat, tetapi juga dengan tokoh-tokoh yang penuh kontroversi. Salah satu nama yang hingga kini terus dibicarakan adalah Syekh Siti Jenar.
Namanya diselimuti misteri. Ia digambarkan sebagai seorang ulama sekaligus sufi yang berani menyampaikan ajaran berbeda dari para wali lain pada masanya. Perbedaan ajaran itulah yang membuat dirinya mendapat kecaman, bahkan berujung pada hukuman mati. Namun, kontroversi itu tidak membuat namanya hilang. Justru, hingga kini ia tetap menjadi simbol pencarian kebenaran spiritual dalam sejarah Islam Nusantara.
Artikel ini akan mengulas kisah Syekh Siti Jenar dari latar sejarah, inti ajarannya, konflik dengan Wali Songo, misteri kematian hingga titimangsa wafatnya, serta warisan spiritual yang masih hidup dalam masyarakat Jawa.
Latar Belakang Sejarah Islam di Jawa
Pada abad ke-15, tanah Jawa menjadi pusat perkembangan Islam. Para wali sibuk berdakwah, mengajarkan syariat, dan mengislamkan kerajaan-kerajaan besar. Proses islamisasi ini berjalan seiring dengan perubahan sosial-budaya masyarakat Jawa yang sebelumnya dipengaruhi tradisi Hindu-Buddha.
Di tengah arus dakwah itu, muncul sosok Syekh Siti Jenar. Ia membawa gagasan yang berbeda: tidak sekadar menekankan ibadah lahiriah, melainkan mengajarkan dimensi hakikat yang lebih dalam. Kehadirannya membuat masyarakat terbelah. Sebagian melihatnya sebagai guru sejati pembawa pencerahan, sementara sebagian lain menuduhnya sesat.
Ajaran Utama: Manunggaling Kawula Gusti
Kalimat “manunggaling kawula gusti” menjadi inti ajaran Syekh Siti Jenar. Makna dari ungkapan ini adalah menyatunya hamba dengan Tuhan.
- Syariat sebagai kulit
Ia memandang bahwa ibadah seperti salat, puasa, dan zakat hanyalah sarana, bukan tujuan akhir. Ritual adalah pintu masuk, tetapi yang terpenting adalah memahami makna terdalamnya. - Hakikat sebagai inti
Menurut Siti Jenar, inti agama adalah kesadaran bahwa manusia sejatinya tidak terpisah dari Tuhan. Dengan kesadaran itu, manusia akan bebas dari nafsu dunia, rasa takut, dan belenggu materi. - Kebebasan spiritual
Murid-muridnya merasakan ajaran ini sebagai pencerahan batin. Mereka menemukan kebebasan spiritual yang menenangkan jiwa. Namun, bagi para wali, ajaran itu berbahaya karena berpotensi membuat masyarakat awam meninggalkan syariat.
Konflik dengan Wali Songo
Popularitas ajaran Siti Jenar semakin meluas, hingga akhirnya mengundang perhatian Wali Songo. Para wali khawatir ajaran “manunggaling kawula gusti” disalahpahami umat yang baru mengenal Islam. Jika umat menganggap sudah bersatu dengan Tuhan, apa lagi gunanya salat, puasa, dan syariat yang sedang ditegakkan di tanah Jawa?
Pertemuan antara Siti Jenar dan para wali digambarkan berlangsung tegang. Wali Songo meminta Siti Jenar menarik ajarannya. Namun, ia tetap teguh berpegang pada keyakinannya. Baginya, apa yang ia sampaikan adalah kebenaran hakikat yang tidak boleh disembunyikan, meski orang lain belum siap menerimanya.
Pertentangan ini akhirnya memuncak. Para wali memutuskan menjatuhkan hukuman mati. Hingga kini, keputusan itu masih menjadi perdebatan: apakah demi menjaga umat dari kesesatan, atau demi menjaga otoritas dakwah Wali Songo?
Misteri Kematian Syekh Siti Jenar
Kematian Siti Jenar diselimuti berbagai versi:
- Versi resmi: ia dieksekusi mati di hadapan umum dan jasadnya dikuburkan.
- Versi spiritual: saat tubuhnya dipenggal, yang jatuh hanyalah segumpal tanah, tanda bahwa ia sudah mencapai maqam spiritual tertinggi.
- Versi mistis: tubuhnya berubah menjadi cahaya dan lenyap, menandakan ia kembali kepada Tuhan sebagaimana yang selalu diajarkan.
Beragam versi ini membuat kisah kematiannya penuh misteri. Bahkan, makam-makam yang diyakini sebagai tempat peristirahatan Siti Jenar tersebar di berbagai daerah, seperti Cirebon, Kudus, dan Jawa Tengah. Namun sebagian berpendapat makam itu hanya simbol, karena ia tidak benar-benar mati.
Misteri Titimangsa Wafat Syekh Siti Jenar
Hal lain yang masih menjadi teka-teki adalah titimangsa wafatnya. Tidak ada catatan sejarah yang pasti.
- Beberapa sumber menyebut ia wafat pada awal abad ke-16 M, bertepatan dengan masa awal berdirinya Kesultanan Demak.
- Ada yang mengaitkan dengan masa pemerintahan Raden Patah (wafat 1518 M), sehingga diperkirakan ia dieksekusi antara 1500–1517 M.
- Versi lain menolak memberi angka pasti, hanya menyebut peristiwanya berlangsung saat Islam sedang tumbuh pesat di Jawa.
Ketidakpastian ini membuat wafatnya Siti Jenar tetap menjadi misteri sejarah. Bagi sebagian orang Jawa, ketidakjelasan itu justru memperkuat keyakinan bahwa ia tidak mati, melainkan menyatu dengan Tuhan.
Warisan Spiritual dan Pemikiran
Ajaran Siti Jenar tidak berhenti pada kontroversi. Ia meninggalkan jejak pemikiran yang mendalam:
- Kerendahan hati
Dengan menyebut manusia bagian dari Tuhan, ia ingin meruntuhkan kesombongan manusia, bukan meninggikan derajatnya. - Kritik terhadap formalitas agama
Ia mengingatkan agar agama tidak berhenti pada ritual tanpa pemahaman. Bagi Siti Jenar, ibadah sejati adalah menyadari kehadiran Tuhan dalam setiap hembusan napas. - Universalitas ajaran
Pesannya tentang kebebasan batin, kesadaran akan kefanaan dunia, dan penyerahan diri kepada Tuhan bersifat universal. Ia menembus batas ruang, waktu, bahkan agama.
Siti Jenar dalam Sejarah dan Mitos
Kontroversi Siti Jenar memperlihatkan betapa tipis batas antara sejarah, mitos, dan spiritualitas.
- Bagi sebagian kalangan, ia adalah ulama sesat.
- Bagi sebagian lain, ia adalah sufi besar yang berhasil menyingkap rahasia tertinggi.
Mitos tentang kematiannya, keberadaan makam-makamnya, dan ajarannya yang masih dikaji hingga kini menunjukkan bahwa sosoknya telah melampaui sejarah. Ia menjadi simbol pencarian kebenaran spiritual yang abadi.
Relevansi Ajaran Syekh Siti Jenar di Era Modern
Meski hidup lebih dari lima abad lalu, ajaran Siti Jenar masih memiliki relevansi kuat dalam kehidupan modern:
- Kesadaran diri: mengingatkan manusia bahwa kita hanyalah debu di hadapan Tuhan.
- Kebebasan batin: menjadi jawaban atas krisis materialisme dan stres kehidupan modern.
- Spirit toleransi: membuka ruang bagi pemahaman bahwa jalan menuju Tuhan bisa beragam.
- Inspirasi spiritual Nusantara: memperkaya tasawuf lokal yang memadukan Islam dengan kearifan budaya Jawa.
Kesimpulan
Kisah Syekh Siti Jenar adalah kisah yang tidak pernah selesai. Ia hidup di masa transisi penting dalam sejarah Islam Jawa, membawa ajaran manunggaling kawula gusti yang mengguncang tatanan dakwah.
Kontroversinya dengan Wali Songo, misteri kematiannya, hingga kaburnya titimangsa wafatnya, membuat sosoknya tidak pernah benar-benar hilang. Justru dari kontroversi itulah ia dikenang sebagai simbol pencarian kebenaran.
Warisan spiritualnya menegaskan pentingnya kerendahan hati, kesadaran diri, dan kebebasan batin. Nilai-nilai ini tetap relevan hingga hari ini, bahkan bisa menjadi inspirasi bagi manusia modern yang haus makna di tengah hiruk-pikuk dunia.
Pada akhirnya, kisah Siti Jenar mengajarkan bahwa kebenaran sering kali menuntut keberanian. Dan tidak semua yang berani menyuarakan kebenaran akan diterima. Namun, justru karena keberanian itulah namanya abadi dalam sejarah, mitos, dan spiritualitas Nusantara.