Majelis Ziarah Jami‘ah Kabirah yang diselenggarakan oleh Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta pada Sabtu, 11 Oktober 2025, menghadirkan Syaikh Mohammad Sharifani sebagai penceramah dengan penerjemahan oleh Ustaz Hafidh Alkaf. Pada kesempatan kali ini, beliau membahas makna ungkapan “wa masaakina barakatillah” yang terdapat dalam doa Ziarah Jami‘ah Kabirah.
Syaikh Mohammad Sharifani menjelaskan bahwa secara bahasa, kata maskan berarti tempat tinggal atau tempat menetapnya sesuatu, sedangkan barakah berarti kebaikan yang banyak dan terus berkembang. Maka ungkapan “masaakina barakatillah” dapat dipahami sebagai “tempat menetapnya keberkahan Allah”, yaitu kebaikan yang tumbuh dan meluas.
Beliau menambahkan bahwa keberkahan adalah sesuatu yang tidak tampak oleh mata, namun keberadaannya dapat dirasakan. Untuk memudahkan pemahaman, beliau memberi perumpamaan dengan birkah — yaitu kolam penampung air yang biasanya terletak di bagian bawah rumah di wilayah Arab. Birkah itu tidak terlihat karena tertutup di bawah tanah, tetapi manfaatnya dirasakan oleh seluruh penghuni rumah, bahkan tamu yang datang. Demikian pula keberkahan: tersembunyi, namun menebarkan manfaat luas bagi banyak orang.
Dalam kehidupan sehari-hari, keberkahan sering dikaitkan dengan tiga hal: harta, umur, dan ilmu.
Pertama, keberkahan dalam harta. Ada orang yang penghasilannya sedikit tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, sementara ada pula yang berpenghasilan besar namun selalu merasa kekurangan.
Kedua, keberkahan dalam umur. Ada orang yang hidupnya tidak panjang, tetapi waktunya dimanfaatkan dengan baik sehingga memberi manfaat besar bagi banyak orang. Salah satu contohnya adalah Murtadha Muthahhari, yang wafat di usia sekitar lima puluh tahun namun meninggalkan karya dan pemikiran yang terus menjadi rujukan hingga kini.
Ketiga, keberkahan dalam ilmu. Ada orang yang mungkin tidak memiliki kedalaman ilmu yang luas, tetapi ilmu yang dimilikinya memberi manfaat besar bagi masyarakat. Beliau mencontohkan Syaikh Mohsen Qiraati di Iran, seorang pengajar Al-Qur’an yang selama lebih dari empat puluh tahun mengajarkan tafsir di televisi dan memimpin gerakan melek huruf pasca-revolusi. Ia juga menjadi penggerak utama gerakan mendirikan salat dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya. Dari contoh-contoh ini, dapat dipahami bahwa keberkahan berarti kebaikan yang berkembang dan berlipat ganda.
Syaikh Mohammad Sharifani menjelaskan bahwa keberkahan memiliki banyak tempat, sisi, dan dimensi. Keberkahan tersebar di berbagai wilayah bumi, tetapi Mekkah memiliki kedudukan istimewa karena selalu berada dalam pandangan dan perhatian Allah SWT. Hal ini disebabkan karena di Masjidil Haram selalu ada orang yang beribadah setiap waktu tanpa henti.
Setelah memahami hakikat keberkahan, beliau kemudian menjelaskan beberapa cara untuk memperoleh keberkahan dalam hidup.
Yang pertama adalah ketaatan. Dalam hadis Qudsi Allah berfirman, “Jika Aku ditaati, Aku ridha. Ketika Aku ridha, Aku berkahi, dan tidak ada batasan dalam keberkahan-Ku.” Sebaliknya, kemaksiatan dapat menghapus keberkahan, sebagaimana kebun yang siap panen namun terbakar sebelum hasilnya dipetik. Karena itu, beliau menegaskan agar tidak menyepelekan dosa sekecil apa pun, sebab dosa kecil dapat berdampak besar dalam menghilangkan keberkahan.
Yang kedua adalah menjaga silaturahim. Beliau menjelaskan bahwa silaturahim bukan sekadar menjalin hubungan pertemanan, melainkan hubungan kekeluargaan atau kekerabatan. Dalam riwayat disebutkan bahwa siapa yang ingin diluaskan rezekinya, maka janganlah memutus tali silaturahim. Dari sekian banyak hubungan kekerabatan, ada dua yang harus mendapat perhatian utama: hubungan dengan orang tua dan hubungan dengan Rasulullah SAW serta Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib AS.
Beliau menjelaskan bahwa dalam Surah Luqman ayat 14 disebutkan:
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku kamu kembali.”
Ayat ini menunjukkan bahwa untuk sampai kepada Allah, seseorang harus melalui kebaikan terhadap kedua orang tua. Bahkan jika mereka kafir sekalipun, anak tetap tidak boleh berbuat zalim kepada mereka.
Adapun hubungan dengan Rasulullah dan Amirul Mukminin juga termasuk dalam makna silaturahim. Dalam riwayat Rasulullah SAW bersabda, “Aku dan Ali adalah ayah bagi umat ini.” Imam Ja‘far ash-Shadiq AS bahkan menyatakan bahwa kebanggaan beliau terhadap wilayah Amirul Mukminin lebih besar daripada kebanggaannya sebagai keturunan beliau.
Yang ketiga adalah berinfak dan menunaikan zakat. Infak berarti memberikan sebagian dari apa yang dimiliki kepada orang lain, baik berupa harta, tenaga, maupun ilmu. Dalam riwayat disebutkan bahwa orang yang membagikan hartanya kepada sesama adalah orang yang dicintai Allah. Imam Ali AS berkata bahwa keberkahan akan datang kepada orang yang peduli dan berbagi dengan sesama. Beliau menambahkan bahwa berbagi adalah sifat yang sangat dicintai Allah hingga dikisahkan seorang kafir yang dermawan selamat dari hukuman mati pada masa Rasulullah karena akhlaknya yang mulia dan kemurahan hatinya.
Yang keempat adalah bersikap adil. Adil berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya sesuai kadar dan kebutuhannya. Imam Ali AS mengatakan bahwa dengan berbuat adil, keberkahan akan bertambah, sedangkan kezaliman akan mengurangi dan menghapus keberkahan dalam kehidupan seseorang.
Yang kelima adalah istiqamah, yaitu tetap teguh di jalan agama tanpa terguncang. Syaikh Mohammad Sharifani mengutip sabda Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa turunnya ayat “Maka tetaplah (di jalan yang benar) sebagaimana engkau telah diperintahkan” (Surah Hud: 112) membuat beliau menjadi lebih tua karena beratnya perintah untuk istiqamah. Dalam Surah Al-Jinn ayat 16 disebutkan:
“Seandainya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang banyak (rezeki yang cukup).”
Ayat ini menjadi isyarat bahwa keberkahan dan kebaikan akan diberikan kepada mereka yang istiqamah.
Yang keenam adalah memperbanyak istighfar dan memohon ampunan. Dosa adalah penghalang datangnya rezeki dan keberkahan. Dengan istighfar, penghalang itu dihapuskan. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kali kalian bangun dari duduk, beristighfarlah setidaknya dua puluh lima kali.” Syaikh Mohammad Sharifani juga mengutip pandangan Syaikh Dulabi yang menyatakan bahwa setiap kali seseorang beristighfar, hendaknya ia juga beristighfar atas istighfarnya, dan setiap kali salat tobat, hendaknya ia menunaikan salat tobat untuk memperbaiki tobatnya.
Yang ketujuh adalah tersenyum dan berakhlak baik. Beliau menyampaikan bahwa orang Indonesia memiliki keistimewaan dengan sifat ramah dan murah senyum, dan dua hal ini juga menjadi sumber keberkahan terutama bila dilakukan kepada keluarga.
Yang kedelapan adalah melaksanakan salat di awal waktu. Beliau menegaskan agar tidak meremehkan salat di awal waktu, karena orang yang menjaga salatnya pada waktu pertama akan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya.
Yang kesembilan adalah tidak mudah bersumpah. Beliau mengingatkan bahwa kebiasaan bersumpah untuk hal-hal kecil atau sepele dapat mengurangi keberkahan dalam hidup.