Mukadimah: Amal Saleh sebagai Jalan Menuju Surga
Allah Swt berfirman dalam Alquran: Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan beramal saleh, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya… (QS. al-Baqarah [2]: 25)
Ayat ini menegaskan hubungan erat antara iman dan amal saleh. Surga bukanlah hasil semata-mata dari pengakuan iman, melainkan buah dari iman yang diwujudkan dalam tindakan nyata. Namun, timbul pertanyaan penting: apa sebenarnya yang dimaksud dengan amal saleh? Apa tolok ukur sehingga sebuah amal dinilai sebagai amal saleh di sisi Allah?
Artikel pendek ini akan menguraikan konsep amal saleh dalam Islam, dimulai dari definisi iman, tolok ukur amal, hingga sebab-sebab yang menjadikan sebuah amal diterima atau tertolak.
Hakikat Iman Menurut Alquran
Dari ayat di atas, para ulama menafsirkan bahwa iman bukan sekadar keyakinan abstrak, melainkan mencakup empat unsur fundamental:
- Iman kepada al-Mabda’ (Kausa Prima, Allah Swt)
Yakni keyakinan bahwa Allah adalah pencipta dan pengatur seluruh alam. - Iman kepada al-Ma’ad (Hari Kebangkitan)
Kesadaran bahwa setiap amal akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. - Iman kepada Risalah (Kenabian)
Keyakinan terhadap Nabi Muhammad saw dan para nabi sebelumnya sebagai pembawa wahyu Ilahi. - Iman kepada Wilayah (Kepemimpinan)
Wilayah di sini dipahami sebagai kelanjutan risalah, yaitu kepemimpinan yang membimbing umat agar tetap berada di jalan Allah setelah wafatnya Rasulullah Saw.
Dengan demikian, iman adalah fondasi yang kokoh bagi amal saleh. Tanpa iman, amal kehilangan ruh Ilahi yang menjadikannya bermakna.
Apa Itu Amal Saleh?
Pertanyaan utama adalah: apakah amal saleh hanya sebatas menjalankan kewajiban syariat? Misalnya, salat lima waktu, puasa Ramadan, zakat, dan haji? Ataukah amal saleh lebih luas, mencakup semua perbuatan baik selama diniatkan untuk Allah?
Dua Pandangan tentang Tolok Ukur Amal Saleh
- Pandangan Formal-Syar’i
Amal saleh diukur dari kepatuhan terhadap hukum syariat. Artinya, apa yang Allah wajibkan dan sunnahkan adalah amal saleh, sedangkan yang haram dan makruh tergolong fasad (rusak). - Pandangan Substansial-Ilahi
Amal saleh diukur bukan dari status hukumnya semata, melainkan dari niat dan orientasi pelakunya. Jika suatu amal dilakukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah (qurbatan ilallah), maka amal itu menjadi saleh, sekalipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam hukum syariat.
Hadis Sebagai Landasan
Imam Ja’far Shadiq as, sebagaimana diriwayatkan dalam Tsawâb al-A’mâl (hal. 296), menjelaskan bahwa seorang Muslim hendaknya melihat amalnya bukan dari segi wajib atau sunahnya, tetapi dari niat untuk mencari rida Allah. Bahkan, amal yang tidak diperintahkan secara eksplisit oleh Rasulullah saw tetap bernilai jika dilakukan demi mendekatkan diri kepada Allah.
Wajah Amal: Antara Ilahi dan Setani
Di dalam riwayat lain, ditegaskan bahwa amal saleh bukanlah tentang bentuk luar, tetapi tentang wajah amal. Wajah amal yang Ilahi berarti perbuatan itu diarahkan semata-mata untuk Allah. Sebaliknya, amal yang dilakukan karena riya, hawa nafsu, atau kepentingan duniawi, meskipun berupa ibadah wajib, tidak termasuk amal saleh.
Amal yang Tampak Baik tapi Sia-Sia
Contoh konkret: salat wajib yang dilakukan karena pamer (riya) bukanlah amal saleh. Secara lahiriah, ia adalah ibadah, tetapi secara batin, ia kosong dari nilai Ilahi. Sebaliknya, amal kecil yang dilakukan dengan ikhlas — seperti menolong sesama atau tersenyum untuk saudara seiman — bisa menjadi amal saleh yang besar nilainya.
Amal Sosial dan Karya Manusia Modern
Bagaimana dengan berbagai karya besar peradaban modern, seperti pembangunan industri, teknologi, dan inovasi sains? Apakah itu semua bisa disebut amal saleh?
Perbuatan Fâsid yang Berorientasi Dunia
Jika karya besar tersebut hanya dilandasi oleh kepentingan politik, ekonomi, atau dominasi kekuasaan, ia tidak termasuk amal saleh. Bahkan, bisa jadi tergolong amal fasid (merusak). Sejarah modern menunjukkan bagaimana teknologi canggih, seperti senjata nuklir dan mesin perang, justru digunakan untuk menindas bangsa lain. Semua itu tidak bernilai Ilahi, sekalipun bermanfaat secara material.
Perbedaan Karya Islami dan Non-Islami
Karya Islami adalah karya yang diniatkan untuk rida Allah dan memperkuat Islam. Misalnya, membangun sekolah, rumah sakit, atau teknologi demi kemaslahatan umat. Karya ini, jika dilandasi ikhlas, akan dihitung sebagai ibadah. Adapun karya yang semata-mata untuk kepentingan pribadi atau politik, tidak bisa disebut amal saleh.
Jiwa yang Ilahi sebagai Sumber Amal Saleh
Amal saleh tidak bisa lahir dari jiwa yang kotor atau dikuasai setan. Jiwa yang dipenuhi kesombongan, iri, dan ambisi duniawi hanya akan melahirkan perbuatan fasid. Karena itu, tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) menjadi syarat utama agar amal bernilai Ilahi.
Amal Saleh dari Jiwa yang Ikhlas
Jiwa yang tunduk kepada Allah akan menghasilkan amal yang penuh keberkahan. Memberi makan fakir miskin, mendidik anak yatim, atau sekadar membantu tetangga, semuanya bernilai amal saleh jika niatnya murni karena Allah.
Amal Saleh dalam Perspektif Kontemporer
Di era disrupsi saat ini, ketika banyak orang mengejar popularitas melalui media sosial, konsep amal saleh menghadapi tantangan baru. Banyak amal kebaikan dipamerkan demi like, komentar, atau followers. Padahal, nilai amal saleh bukan pada popularitas, melainkan pada ketulusan hati.
Amal Saleh dan Kesehatan Mental
Menariknya, amal saleh juga berdampak pada kesehatan mental. Orang yang ikhlas dalam berbuat baik akan merasakan ketenangan batin, sedangkan orang yang berbuat karena riya justru cemas dan gelisah. Hal ini sejalan dengan penelitian psikologi modern yang menyebutkan bahwa memberi dengan tulus dapat meningkatkan hormon kebahagiaan seperti endorfin dan oksitosin.
Relevansi Konsep Amal Saleh bagi Kehidupan Muslim
Pemahaman tentang amal saleh bukan hanya teori, melainkan panduan praktis bagi kehidupan sehari-hari. Setiap Muslim bisa menilai amalnya dengan bertanya: Apakah ini semata-mata untuk Allah atau demi kepentingan diri sendiri?
Beberapa contoh implementasi amal saleh dalam kehidupan modern:
- Menyebarkan ilmu melalui tulisan atau media sosial dengan niat dakwah.
- Menggunakan teknologi untuk pendidikan, bukan untuk menipu atau merusak.
- Membantu ekonomi umat dengan bisnis halal yang jujur.
- Menjaga lingkungan karena Allah mencintai kebersihan dan kelestarian bumi.
Penutup: Menuju Rida Allah dengan Amal Saleh
Dari uraian panjang ini, dapat disimpulkan bahwa tolok ukur amal saleh adalah niat Ilahi. Amal tidak diukur semata dari wajib atau sunahnya, melainkan dari apakah ia dilakukan karena rida Allah. Bahkan amal kecil bisa bernilai besar jika ikhlas, sementara amal besar bisa sia-sia jika disertai riya.[]