Oleh: Sayid Abdul Husain Syarafuddin
Teks Syubhat (Keraguan):
Dia berkata, “Saya menyukai agama Syiah dalam hal pengharaman setiap minuman yang memabukkan; yang sedikit maupun yang banyak tetap haram. Bahkan orang yang dalam keadaan darurat pun tidak meminum khamar. Namun saya tidak menyukai fatwa mereka dalam rincian masalah riba, dan saya mendapati bahwa apa yang saya baca dari buku-buku Syiah kurang memadai dalam menjelaskan masalah riba, dan seterusnya.”
Jawaban:
Aku katakan: Sesungguhnya ajaran Syiah tidak lain adalah Islam yang dibawa oleh penutup para rasul dan pemimpin manusia, Muhammad saw beserta keluarga beliau, maka tidak ada makna dari ucapan orang ini, “Saya menyukai agama Syiah…”— “Sungguh besarnya perkataan yang keluar dari mulut mereka…”(1)
Dia benar dalam apa yang dia sampaikan bahwa Syiah mengharamkan setiap minuman yang memabukkan, namun dia keliru dalam menyatakan bahwa orang yang dalam keadaan darurat tidak boleh meminum khamar. Sebab, menurut mazhab Syiah, diperbolehkan mengonsumsi yang haram dalam kondisi darurat—yaitu jika ada kekhawatiran akan binasa tanpa mengonsumsinya, atau munculnya penyakit, atau bertambahnya penyakit, atau kelemahan yang menyebabkan tertinggal dari rombongan perjalanan, sementara ada tanda-tanda bahaya jika tertinggal, atau bentuk-bentuk darurat lainnya.
Tampaknya, tidak ada perbedaan dalam hukum ini antara khamar dan yang lainnya dari barang-barang haram, seperti bangkai, darah dan daging babi—meskipun dalam selain khamar hal ini telah menjadi kesepakatan. Adapun dalam hal khamar, terdapat perbedaan pendapat. Namun yang tampak adalah diperbolehkannya penggunaan khamar dalam keadaan darurat, karena keumuman ayat(2) yang menunjukkan kebolehan bagi manusia menggunakannya dalam keadaan darurat.
Sedangkan hadis-hadis yang melarang penggunaannya secara mutlak, ditafsirkan sebagai larangan terhadap penggunaan khamar untuk tujuan pengobatan, bukan untuk menghindari kematian.
Ya, harus membatasi penggunaan itu sebatas kebutuhan dalam kondisi darurat, baik untuk khamar maupun yang lainnya dari barang-barang haram. Jika ada pengganti lain selain khamar yang bisa digunakan dan fungsinya sama, maka dia harus diutamakan, meskipun dia juga termasuk barang haram. Hal ini karena larangan terhadap khamar sangat banyak. Penjelasan lebih rinci tentang hal ini bisa dilihat dalam kitab-kitab fikih Imamiyah pada bab makanan dan minuman.(3)
Adapun ucapan orang ini:
“Saya tidak menyukai fatwa mereka dalam rincian masalah riba, dan saya mendapati apa yang saya baca dari buku-buku Syiah kurang memadai dalam menjelaskan masalah riba, dan seterusnya.”
Maka saya jawab:
“Bulan purnama itu kecil dalam pandangan mata, namun kesalahan ada pada mata, bukan pada bulan itu sendiri.”
Barang siapa yang merujuk kepada fikih Imamiyah dan hadis-hadis mereka, maka dia akan menemukan bahwa tidak ada satu pun hal kecil maupun besar dalam masalah riba yang tidak mereka bahas dan catat. Saya arahkan para peneliti untuk melihat pembahasan riba dalam Bab Jual-Beli dari kitab “Syara’i al-Islam”, dan syarah-syarah-nya seperti “Jawahir al-Kalam”, “Hidayah al-Anam”, “Masalik al-Afham”, dan lainnya seperti “Qawaid al-‘Allamah” serta syarah-syarahnya seperti “Miftah al-Karamah”, “Jami‘ al-Maqaṣhid”, dan kitab-kitab lainnya dari ribuan karya yang tersebar di negeri-negeri Islam.
Cukuplah baginya untuk merujuk kepada kitab hadis “Wasail al-Syi‘ah ila Aḥkam al-Syari‘ah”.(4)
Untuk informasi lebih lanjut, lihat kitab, “Ajwibah Masa’il Jarullah”.
Catatan Kaki:
- al-Kahfi [18]:5, hal.294.
- Seperti firman Allah dalam surah al-Baqarah, “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan apa yang disembelih untuk selain Allah. Maka barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa atasnya.” Dan juga terdapat ayat serupa dalam surah al-An‘am.
- Maka hendaknya para penuntut ilmu merujuknya pada bab makanan dan minuman dalam kitab-kitab fikih.
Ajwibah Masail Jarullah, oleh Yang Mulia Ayatullah Sayid Abdul Husain Syarafuddin Musawi, cetakan kedua tahun 1373 H, dicetak oleh Mathba‘ah al-Irfan–Saida (Lebanon), 1953 M, hal.97–99.