Pendahuluan
Dalam khazanah Islam, jalan menuju Allah Swt bukan hanya melalui ibadah ritual, tetapi juga melalui berkhidmat kepada makhluk Allah. Konsep ini menekankan pentingnya pengabdian, kepedulian sosial, dan pengorbanan (îtsâr) sebagai inti dari spiritualitas sejati. Banyak ulama, sufi, dan arif menekankan bahwa seseorang tidak akan sampai kepada maqam ruhani yang tinggi tanpa mengabdikan diri kepada sesama manusia.
Salah seorang tokoh yang sangat menekankan nilai ini adalah Kull Ahmad Agha, seorang arif yang dikenal dengan nasihat-nasihatnya yang sederhana tetapi sarat makna. Ajarannya dapat diringkas dalam tiga pilar utama: cinta sebagai dasar agama, perahu Imam Husain as sebagai simbol keselamatan, dan kehadiran hati yang selalu menghadap Allah. Namun, dari ketiga pilar tersebut, beliau menekankan bahwa berkhidmat kepada makhluk Allah adalah kunci utama untuk membuka pintu spiritualitas.
Artikel ini akan mengulas secara mendalam ajaran tersebut, disertai dengan penjelasan Alquran, hadis, dan pandangan para arif, sehingga menjadi panduan praktis sekaligus reflektif dalam kehidupan modern.
Manusia Ilahi sebagai Musafir Spiritual
Dalam literatur tasawuf, manusia digambarkan sebagai musafir (peziarah) yang sedang menempuh perjalanan (sayr sulûk) menuju Tuhan. Jalan ini penuh dengan rintangan, ujian, dan perbedaan cara. Setiap orang menempuh jalannya masing-masing sesuai dengan kapasitas dan kondisi rohaninya.
Seorang salik (penempuh jalan spiritual) tidak hanya berbekal ibadah ritual seperti salat, puasa, dan zikir, tetapi juga memerlukan pelita tawasul kepada para kekasih Allah serta bekal akhlak mulia. Di sinilah pentingnya memahami bahwa perjalanan spiritual bukanlah sesuatu yang seragam; setiap orang memiliki jalan unik berdasarkan ayat-ayat Alquran, hadis Nabi, dan bimbingan para Imam maksum as.
Kull Ahmad Agha menegaskan bahwa inti dari perjalanan itu adalah cinta. Tanpa cinta, ibadah akan kering. Tanpa cinta, pengorbanan akan terasa berat. Dan cinta itu diwujudkan dalam pengabdian kepada sesama makhluk Allah.
Tiga Pilar Ajaran Kull Ahmad Agha
- Dasar Segala Urusan adalah Cinta
Menurut Kull Ahmad Agha, tujuan penciptaan alam semesta adalah cinta. Allah menciptakan manusia agar mereka mencintai-Nya dan mencintai sesama. Cinta menjadi poros agama.
- Perahu Keselamatan Imam Husain as
Beliau menekankan pentingnya menjadikan Imam Husain as sebagai teladan. Dalam hadis disebutkan: “Sesungguhnya Husain adalah pelita petunjuk dan perahu keselamatan.” Spirit pengorbanan Imam Husain di Karbala adalah simbol tertinggi khidmat kepada agama dan kemanusiaan.
- Kehadiran Hati dan Tawajjuh
Seorang salik harus selalu menghadap Allah dengan hati yang hadir. Namun, Kull Ahmad Agha mengingatkan bahwa kehadiran hati ini sangat sulit dilakukan terus menerus, sehingga diperlukan penopang yang kokoh: ihsân (berbuat baik kepada makhluk Allah).
Ihsân: Inti dari Khidmat kepada Makhluk
Ihsân dalam Alquran
Allah Swt berfirman:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat ihsân (kebaikan). (QS. al-Nahl [16]: 90)
Ayat ini menegaskan bahwa ihsân adalah perintah ilahi yang menjadi inti akhlak Islam.
Ihsân dalam Hadis
Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa yang bangun di pagi hari tanpa peduli pada urusan kaum muslimin, maka ia bukanlah seorang muslim.”
Hadis ini menunjukkan bahwa seorang muslim sejati tidak boleh hanya memikirkan dirinya sendiri, tetapi juga harus peduli terhadap sesama.
Ihsân dalam Pandangan Para Arif
Bagi para arif, ihsân bukan sekadar sedekah materi, melainkan pola hidup. Seseorang harus menjadikan kebaikan sebagai tabiat yang mengalir dalam darahnya. Kull Ahmad Agha bahkan menyebut sifat ihsân sebagai “penyakit mulia”—sebuah dorongan spiritual yang membuat seseorang tak tahan untuk memberi dan berbuat baik.
Khidmat dan Îtsâr: Pengorbanan sebagai Jalan Sufistik
Salah satu ajaran penting Kull Ahmad Agha adalah îtsâr, yaitu mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri. Inilah puncak khidmat kepada makhluk Allah.
Beliau berkata:
“Riyadhah terbesar dalam perjalanan spiritual ialah engkau menelantarkan perutmu demi memberi makan orang lain. Îtsâr adalah latihan spiritual tertinggi.”
Artinya, ibadah batin bukan hanya zikir dalam kesunyian, tetapi juga kepedulian nyata kepada kebutuhan orang lain.
Kisah-Kisah tentang Khidmat kepada Sesama
Dalam sejarah Islam, banyak contoh yang menunjukkan betapa agungnya nilai berkhidmat kepada makhluk Allah:
- Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as pernah mengampuni seorang kafir karena sifat dermawannya. Hal ini menunjukkan bahwa kemurahan hati bisa menjadi sebab turunnya rahmat Allah.
- Rasulullah saw pernah mengurungkan niatnya untuk mengusir seorang laki-laki kasar setelah malaikat Jibril menyampaikan bahwa orang itu memiliki sifat dermawan. Bahkan, sifat dermawan itu akhirnya menghantarkan orang tersebut masuk Islam.
Kisah-kisah ini menjadi bukti nyata bahwa khidmat kepada sesama adalah jalan tercepat untuk mendapatkan kasih sayang Allah.
Dimensi Sosial dari Khidmat
Ajaran Kull Ahmad Agha tidak hanya bersifat mistis, tetapi juga sosial. Beliau banyak berbicara kepada para pedagang, menekankan pentingnya kejujuran, kemurahan hati, dan tidak menimbun kekayaan.
Menurut beliau, seseorang yang tidak pernah keluar dari rumahnya untuk berbuat baik kepada orang lain, keislamannya patut diragukan. Bahkan beliau menegaskan:
“Jika dari diri seseorang tidak mengalir pekerjaan Allah, maka ia telah menyia-nyiakan hak Allah Swt.”
Dengan kata lain, seorang muslim sejati adalah mereka yang menjadi saluran rahmat Allah di tengah masyarakat.
Relevansi Ajaran Ini dalam Kehidupan Modern
Di era modern, ketika individualisme semakin kuat, ajaran tentang khidmat kepada makhluk Allah menjadi sangat relevan. Banyak orang terjebak dalam kesibukan pribadi, sehingga melupakan kepedulian sosial.
Beberapa penerapan ajaran ini dalam kehidupan sehari-hari:
- Sedekah dan Infak – membantu fakir miskin, anak yatim, atau orang yang membutuhkan.
- Relawan Sosial – ikut serta dalam kegiatan sosial, pendidikan, dan kesehatan.
- Keadilan Ekonomi – tidak menimbun harta, berlaku jujur dalam perdagangan.
- Kepedulian Lingkungan – menjaga alam sebagai bentuk khidmat kepada ciptaan Allah.
- Menjadi Pemberi Solusi – hadir untuk membantu orang lain, sekecil apa pun kontribusinya.
Kesimpulan
Ajaran berkhidmat kepada makhluk Allah yang ditekankan oleh Kull Ahmad Agha memberikan pesan universal bahwa puncak spiritualitas bukan hanya dzikir atau ibadah ritual, tetapi pengabdian kepada sesama.
Dengan cinta sebagai dasar, dengan mengikuti teladan Imam Husain as, dan dengan kehadiran hati yang selalu menghadap Allah, seorang salik akan sampai pada maqam tertinggi. Namun, semua itu hanya mungkin bila ia menjadikan ihsân sebagai sifat mendarah daging.
Berbuat baik kepada makhluk Allah adalah amal yang paling mendekatkan hamba kepada Tuhannya. Inilah pesan yang abadi, relevan sepanjang zaman, dan harus menjadi dasar kehidupan sosial kita.
“Tidak ada amal yang lebih dapat mendekatkan hamba kepada Tuhannya seperti ihsân.” – Kull Ahmad Agha