ICC Jakarta
No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sambutan direktur
    • Sejarah Berdiri
  • Kegiatan
    • Berita
    • Galeri
  • Artikel
    • Akhlak
    • Alquran
    • Arsip
    • Dunia Islam
    • Kebudayan
    • Pesan Wali Faqih
    • Press Release
    • Sejarah
  • Hubungi kami
  • Login
ICC Jakarta
No Result
View All Result

DAMPAK KEBERADAAN AHLULBAIT (ITRAH) AS DALAM KELANGSUNGAN ISLAM

by Syafrudin mbojo
October 10, 2025
in Ahlulbait
0 0
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Sayid Ja’far Murtadha Amili

Penelitian ini disampaikan di Balai al-Assad di Damaskus dalam sebuah konferensi tentang “Ahlulbait (alaihimus-salam)” yang diadakan di bawah naungan Konsulat Kebudayaan Iran di Damaskus, yaitu pada bulan Syakban tahun 1417 H.Q.

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam atas sebaik-baik makhluk-Nya dan termulia-mulia ciptaan-Nya, Muhammad dan keluarganya yang suci lagi disucikan. Dan laknat atas semua musuh-musuh mereka, hingga hari kiamat. Wa ba’du.

Ayat-Ayat Mulia

Allah Swt berfirman dalam kitab-Nya yang mulia, “Segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah, Maharaja, Yang Mahasuci, Yang Mahaperkasa, lagi Mahabijaksana. Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab (Alquran) dan hikmah (sunah), meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata, dan (juga mengutus-Nya kepada) orang-orang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”(1)

Dia Ta’ala berfirman, “Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan timbangan (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sungguh, Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa.”(2)

Dia berfirman, “Yaitu orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk, dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka, orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersamanya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(3)

Dia berfirman, “Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya, dan sebagai cahaya yang menerangi.”(4)

Maksud Ayat-ayat

Sesungguhnya ayat-ayat ini telah menunjukkan kepada beberapa hal penting, di antaranya adalah sebagai berikut:

Hal Pertama

Ayat-ayat tersebut telah menetapkan tugas-tugas Nabi saw, dan para nabi as sebelum beliau, sebagai berikut:

  1. Membacakan ayat-ayat Allah Swt kepada orang-orang yang kepadanya dan di tengah-tengah mereka Dia diutus.
  2. Menyucikan jiwa mereka, dan membersihkannya dari segala kotoran yang melekat padanya, karena syirik dan penyimpangan. Serta mengembalikan fitrah kepada kemurnian, keselamatan, dan kesuciannya yang dahulu.
  3. Mengajarkan kepada mereka Kitab dengan segala syariat, hukum, akidah, politik, akhlak, perilaku, pelajaran, dan hakikat yang terkait dengan segala sesuatu di alam semesta dan kehidupan.
  4. Mengajarkan kepada mereka hikmah, yang pengajarannya dijadikan setara dengan pengajaran kitab. Dan ini berarti memahami hakikat, ketelitian, dan perincian, sehingga manusia dapat menilai dengan baik, dan akal serta hatinya dapat memperoleh kebenaran hukum dan keabsahan tindakan.
  5. Memerintahkan yang makruf dan mencegah dari yang mungkar.
  6. Menghilangkan dari mereka ishr (yaitu beban/berat mereka), dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.

Hal Kedua

Ayat-ayat mulia menyebutkan bahwa jika para nabi menghadapi tantangan dalam tugas-tugas mereka itu—dan pasti akan menghadapinya—maka Allah telah menurunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, agar besi ini bermanfaat dalam menyelesaikan setiap masalah, dan melenyapkan setiap bahaya.

Diriwayatkan dari Ali as, yang berkata, “Seluruh kebaikan ada pada pedang. Dan agama ini tidak tegak kecuali dengan pedang. Tahukah kalian apa makna firman Allah Ta’ala, ‘… Dan Kami menciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat…’(5) Inilah pedang.”(6)

Bahkan ayat yang sama yang menyebutkan diturunkannya besi diikuti dengan firman, “… dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya…”

Kemudian disimpulkan dengan firman-Nya, “… Sungguh, Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa.” Ini adalah isyarat yang jelas akan perlunya pengingat akan kekuatan dan keperkasaan Allah, dan dalam kejelasan yang tidak ambigu akan perlunya pertolongan manusia kepada para rasul dalam tugas-tugas yang mereka laksanakan, dan dalam menghadapi tantangan serta krisis.

Pertolongan kepada Rasul ini juga yang diisyaratkan oleh ayat dalam surah al-A’raf, yang memutuskan bahwa harus ada kepatuhan, ta’zir [yaitu pemuliaan], dan pertolongan ketika kebutuhan mendesak akan hal itu.

Karena itu, ada otoritas yang memiliki kekuatan, yang besi adalah salah satu sarana pelaksanaannya, dan masalahnya tidak terbatas hanya pada penyampaian dan pengajaran hukum semata.

Hal Ketiga

Ayat-ayat itu juga menyebutkan bahwa tanggung jawab Nabi saw tidak terbatas pada orang-orang yang hidup sezaman dengan beliau, tetapi meluas kepada orang-orang lain dari kaum yang ummi yang belum berhubungan dengan mereka. Maka beliau adalah Rasulullah saw bagi seluruh umat manusia sejak pengutusannya hingga hari kiamat.

Dengan demikian, beliau memikul tanggung jawab atas: hidayah mereka, pemeliharaan mereka, penyucian jiwa mereka, pembersihan roh mereka, pengajaran kitab dan hikmah kepada mereka, kemudian memerintahkan mereka kepada yang makruf dan melarang mereka dari yang mungkar, dan kemudian menghilangkan dari mereka beban (ishr) dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.

Hal Keempat

Tujuan dari pengutusan para rasul as dengan bukti-bukti yang nyata, serta diturunkannya kitab dan mizan (timbangan)–yaitu standar, kontrol, dan hukum, agar tindakan sesuai dengan hikmah–adalah agar manusia sendiri menegakkan keadilan dan kesetaraan, atas dasar kesadaran akan kewajiban, serta tanggung jawab kerasulan dan kemanusiaan.

Hakikat Pensyariatan (Tasyri’) Islam

Untuk melengkapi kejelasan gagasan ini, kami menunjukkan bahwa Islam yang mulia ini bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya, membersihkannya dari noda-noda penyimpangan, kemudian membentuk karakteristik kemanusiaannya sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan-tujuan Ilahi yang Allah persiapkan baginya.

Islam ingin mencampuri setiap urusan manusia ini, dan ingin mendominasi bahkan niatnya, bisikan jiwanya, emosinya, perasaannya, indranya, dan persepsinya, selain aspek spiritualnya, dan semua karakteristik serta keunggulannya.

Islam ingin agar manusia menghadapi tantangan bukan hanya dalam bidang keamanan dan pertahanan, tetapi juga dalam politik, ekonomi, pendidikan, hubungan, dan berbagai bidang kehidupan lainnya.

Islam ingin agar manusia menerapkan sistem hukuman yang ketat, berdasarkan prinsip: nyawa dibalas nyawa dan mata dibalas mata. Dan agar memotong tangan dan kaki, memenjarakan, mencambuk, mengasingkan, menyita, dan mengekang para pengejar hawa nafsu dan pelaku kejahatan profesional. Bahkan, Islam mewajibkan untuk mencegah penyimpangan muncul di seluruh lingkungannya.

Semua ini di samping jihad melawan para penindas (mustakbirin), dan menggagalkan tipu daya para pembangkang dan tiran.

Yang paling penting dari semua itu adalah perlawanannya terhadap syahwatnya, nalurinya, hawa nafsunya, ambisinya, dan penolakan terhadap semua godaan yang mengelilinginya. Alangkah beratnya perlawanan itu, dan alangkah agungnya jihad itu, yaitu jihad akbar yang di sisinya setiap jihad dengan pedang menjadi kecil, bahkan dalam Perang Badar yang agung!

Inilah Pertanyaannya

Dari uraian di atas jelas bahwa maksud dari pengajaran kitab oleh Nabi saw bukanlah sekadar membacakan lafaznya di telinga mereka, melainkan dimaksudkan untuk membuat mereka memahami penjelasan maknanya dan hakikatnya, serta menerangkan tujuannya dan detail-detailnya. Karena esensi dari pembelajaran ini adalah keluarnya manusia dari kesesatan yang nyata menuju hidayah, sebagaimana yang dinyatakan oleh ayat mulia itu sendiri. Dan semua ini mendorong pertanyaan berikut muncul ke permukaan:

Di manakah pengajaran Rasulullah saw tentang kitab, yang merupakan penjelasan untuk segala sesuatu? Dan di manakah penjelasannya tentang hakikat dan detail-detailnya? Tentang isyarat dan dalil-dalilnya?

Dan di manakah hikmah yang Allah jadikan setara dengan kitab, yang telah diajarkan oleh saw kepada manusia? Apakah Anda menemukan dalam buku-buku kaum muslim dari hikmah ini, dan dari pengajaran kitab, yang cukup untuk menerapkan ayat mulia ini, dan mewujudkan maknanya, bagi mereka yang hidup bersama Nabi saw dan sezaman dengannya?

Apalagi bagi orang-orang lain yang belum berhubungan dengan mereka–dan mereka adalah generasi yang sangat banyak, berturut-turut, dan berkesinambungan hingga hari kiamat–padahal beliau diutus kepada mereka semua juga, dan mereka adalah bagian dari misi dan tanggung jawab beliau. Maka bagaimana saw dapat menunaikan kewajiban ini, dan menyelesaikan misinya terhadap mereka, yaitu membacakan ayat-ayat kepada mereka, menyucikan mereka, mendidik mereka, memelihara mereka, mengajari mereka kitab, mengajari mereka hikmah, memerintahkan mereka kepada yang makruf dan melarang mereka dari yang mungkar, menghilangkan beban (ishr) dari mereka, dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka? Hal mana yang mengharuskan mereka menghadapi tiran-tiran zaman yang berganti-ganti, dan semua pembangkang dan tiran; maka bagaimana saw menghadapi mereka? Dan memaksakan dominasi keimanan atas mereka, dan memanfaatkan besi dan kekuatan yang hebat di saat kesulitan dan bahaya yang mengancam, melalui generasi yang berkesinambungan?

Sebelum kita menjawab pertanyaan ini, kita katakan: Jika hakikat agama ini mengharuskan penegakan dominasi yang mungkin membutuhkan penggunaan besi demi menyelesaikan tugas-tugas besar, dan menjaga pencapaian, dan penanggung jawab untuk memaksakan otoritas ini setelah kehidupan Nabi saw, telah muncul perselisihan tentang masalah Imamah (kepemimpinan), kekuasaan, dan dominasi secara keras dan kejam. Bahkan, itu adalah perselisihan yang paling besar dan paling berbahaya dalam umat, sampai-sampai Syahrastani berkata, “Perselisihan yang paling besar di antara umat adalah perselisihan tentang Imamah, karena tidak ada pedang yang dihunus dalam Islam atas dasar prinsip agama, seperti yang dihunus atas Imamah di setiap zaman.”(7)

Dan sebagian orang juga berkata bahwa membiarkan urusan Imamah tanpa solusi adalah “sebab dari sebagian besar peristiwa yang menimpa kaum muslim, dan menciptakan berbagai jenis perselisihan dan perang berkelanjutan yang akan menimpa kalian, yang jarang sekali ada masa yang luput darinya, baik antara dua rumah tangga, maupun antara dua orang.”(8)

Dan jika urusan Imamah sensitif dan berbahaya hingga tingkat ini, bagaimana kita bisa membayangkan bahwa Allah dan rasul-Nya saw meninggalkannya tanpa solusi, terutama karena Allah-lah yang berfirman, “Dan apa pun yang kamu perselisihkan tentangnya, maka keputusannya (diserahkan) kepada Allah. Itulah Allah, Tuhanku. Kepada-Nyalah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali.”(9)

Jawaban Qurani

Jawaban atas pertanyaan yang diajukan menjadi lebih jelas dengan kembali kepada Alquran mulia, di mana kita menemukan jawaban yang memadai dan lengkap. Dia Ta’ala berfirman, “Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Jika tidak kamu lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya. Dan Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”(10)

Sesungguhnya ayat ini turun pada kesempatan pengumuman hari Ghadir Khum, sebagaimana yang diriwayatkan oleh kaum muslim melalui banyak jalur dan bersifat mutawatir (banyak riwayat).

Ayat mulia ini menunjukkan bahwa penyampaian (balagh) yang diminta ini berbenturan dengan kecenderungan banyak orang, dan respons yang diterimanya dari mereka adalah penolakan yang keras hingga tingkat yang mengharuskan Nabi saw untuk dijaga dan dilindungi dari mereka.

Ayat ini juga menunjukkan bahwa itu adalah penyampaian yang sangat berbahaya, sedemikian rupa sehingga tanpanya, Rasul saw tidak akan mampu mempersiapkan cara untuk menyelesaikan misinya, yang merupakan dasar dan inti dari risalahnya, “… Jika tidak kamu lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya…”(11)

Terutama bagi mereka yang datang setelahnya, padahal beliau diutus kepada mereka, sebagaimana diisyaratkan oleh firman-Nya Ta’ala, “… dan (juga mengutus-Nya kepada) orang-orang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka…”(12) Dan telah kita katakan: Bahwa tugas-tugas itu adalah membacakan ayat-ayat kepada mereka, menyucikan mereka, mengajari mereka kitab dan hikmah, dan seterusnya.

Bahkan, tanpa penyampaian ini, beliau tidak akan mencapai penyelesaian yang dituntut darinya, bahkan bagi umat yang hidup sezaman dengannya, bahkan bagi mereka yang masuk Islam bersamanya dan menjadi sahabatnya, yang sebagian besar dari mereka menunjukkan keislaman setelah penaklukan Mekkah pada tahun kesembilan dan kesepuluh, yaitu menjelang wafatnya beliau saw. Di mana kabilah-kabilah pada tahun kesembilan mulai mengirimkan delegasi untuk menyatakan Islam dan kesetiaan, sehingga tahun itu dinamakan “Tahun Delegasi (Sanatul Wufud)”.

Kemudian Nabi saw wafat, dan Islam belum mengakar atau menguat dalam hati banyak dari orang-orang ini. Penduduk Mekkah mencoba untuk murtad dari Islam setelah wafatnya Nabi saw, tetapi Suhail bin Amr berdiri di antara mereka, menasihati mereka, dan mengingatkan mereka akan janji Nabi saw bahwa harta karun Kisra dan Kaisar akan dibuka untuk mereka, sehingga ia meneguhkan mereka dengan hal itu.

Ini adalah sikap terpuji dan patut disyukuri dari Suhail.

Seandainya mereka terus dalam kemurtadan mereka, bencana nyata akan terjadi di seluruh kawasan, dan bagi masa depan agama ini. Tetapi Allah Maha Menyelamatkan, dan bagi-Nya segala anugerah dan pujian.

Ringkasan dan Penjelasan

Inti dari masalah ini adalah: Penyampaian (balagh) ini, yang karenanya Rasul saw membutuhkan perlindungan (‘ishmah) dan penjagaan Ilahi dari (gangguan) manusia, adalah bagian dari rencana Ilahi dalam rangka memampukan Nabi yang mulia saw untuk melaksanakan misi-misi berbahaya dalam membimbing umat, dan memeliharanya dari posisi kerasulan dan pengutusannya kepada mereka, baik bagi mereka yang sezaman dengan beliau, maupun mereka yang datang setelah beliau.

Ini adalah bimbingan yang Allah Swt kehendaki agar ada bagi umat melalui pemeliharaan dan pengasuhan yang membimbing, sesuai dengan standar yang mengantarkan pada tujuan-tujuan Ilahi yang Allah Swt kehendaki agar dicapai oleh umat. Itu dimulai dengan penyucian (tazkiyah), kemudian dengan pengajaran kitab, dan pengajaran hikmah, dan diakhiri dengan penjagaan realitas keimanan, dan pemeliharaannya melalui amar makruf dan nahi mungkar, serta penegakan syariat Allah Swt, dari posisi dominasi dan otoritas, di mana besi dengan kekuatan hebat yang ada padanya, menjadi sarana penjagaan kebenaran, dan sebab terpeliharanya agama.

Pernyataan dan Klarifikasi

Agar gagasan ini menjadi lebih jelas dan gemilang, kami katakan: Karena Islam dengan segala sifat dan kekhususannya, urusan dan keadaannya, kemudian dengan kesempurnaan (syumuliyah) dan kedalamannya, dan apa yang dibutuhkannya dari kondisi, suasana, kemampuan, sarana, dan perangkat.

Dan karena Nabi yang mulia ini saw diutus untuk seluruh manusia, baik mereka yang sezaman dengannya yang masuk Islam atau tidak, maupun umat-umat yang datang setelahnya hingga hari kiamat.

Dan karena misi beliau saw tidak terbatas pada penyampaian hukum-hukum syariat(13) dan beberapa detail akidah, tetapi melampaui itu menuju penyucian jiwa mereka, pemurnian roh mereka, pengajaran kitab dan hikmah kepada mereka, penegakan syariat dan hukum Allah, dan penyebaran panji-panji dan lambang-lambang-Nya.

Dan karena hakikat syariat (tasyri’) dan kekhususannya, serta hakikat tantangan yang akan dihadapi agama ini, mengharuskan kepemilikan kemampuan praktis, yang mungkin besi dengan kekuatan hebat yang ada padanya adalah salah satu manifestasinya.

Ya, karena semua itu, dan lainnya yang telah disinggung sebelumnya, rencana Ilahi datang secara proporsional dengan hakikat tujuan, selaras dengan hakikat Islam dan Iman, berawal darinya, dan mengantarkan serta berakhir kepadanya.

Maka, penyampaian (balagh) kepada manusia tentang urusan tersebut–yang kehilangan urusan itu berarti Islam kehilangan eksistensinya, dan kehilangan kehidupan yang aktif dan efektif–adalah, “… Jika tidak kamu lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya…”

Dan penyampaian ini juga membutuhkan perlindungan Ilahi, lantas bagaimana dengan setelah penyampaian ini?!

Pilihan Alamiah

Dan Ahlulbait as adalah tajuk dan cakupan dari penyampaian ini. Mereka adalah roh, kehidupan, dan isinya. Karena dengan jihad dan upaya mereka, serta kepemimpinan mereka atas umat, pencapaian yang besar dan berbahaya itu terwujud, dan kelangsungan agama ini terjamin. Hal itu karena:

  1. Mereka adalah personifikasi hidup dari model yang murni, dan cermin jernih yang memantulkan Islam: akal, jiwa, indra, perasaan, keunggulan, dan karakteristik, kemudian manhaj (metode), sikap, gerakan, dan perilaku. Bagaimana mungkin tidak, sedangkan mereka adalah orang-orang yang Allah hilangkan kotoran dari mereka, dan menyucikan mereka dengan sesempurna-sempurna penyucian, dan mereka adalah pilihan Allah dari makhluk-Nya, dan yang terbaik dari hamba-hamba-Nya.
  2. Mereka adalah keluarga kenabian, sumber risalah, dan mereka adalah tempat ilmu Rasulullah saw disimpan. Mereka adalah salah satu dari dua pusaka (tsaqalain) yang barangsiapa berpegang teguh pada keduanya tidak akan tersesat. Mereka juga adalah Bahtera Keselamatan dan Pelita Petunjuk.

Melalui dua hal ini, dua kenyataan muncul di hadapan mata kita:

Pertama, bahwa kedua hal ini memungkinkan Ahlulbait as untuk menyelesaikan misi penyucian spiritual, pemurnian jiwa, pembersihan fitrah dan pembebasannya dari segala noda yang pernah atau akan melekat padanya.

Kedua, bahwa pengetahuan yang membimbing ini, dan ilmu yang suci, yang mengalir dari sumbernya yang paling murni, adalah yang memperkaya pemikiran untuk bergerak sesuai dengan kontrol dan standar yang tidak akan diingkari dan tidak akan menyimpang darinya. Untuk menghasilkan kesadaran, hidayah, dan kebaikan di seluruh umat.

Dengan cara ini, Rasul saw dapat menjaga hak umat yang diutus kepadanya dalam mempelajari kitab dan hikmah, dalam penyucian spiritual, dalam penegakan syariat Allah, dan dalam menghilangkan beban (ishr) dan belenggu dari mereka. Dan beliau bekerja untuk menyebarkan hukum-hukum dan syariat agama pada waktu yang tepat, dan dengan metode serta cara yang tepat.

Dan penyampaian Rasul saw itu adalah keputusan Ilahi untuk memberikan kepada mereka as hak untuk menjalankan kekuasaan (hakimiyah), dan kemudian membebankan kepada mereka tanggung jawab pemeliharaan, bimbingan, dan penyucian, dengan segala tanggung jawab, persyaratan, dampak, dan konsekuensi yang menyertainya.

Hal ini menyiratkan kewajiban bagi umat untuk taat dan tunduk kepada mereka, dan mereka adalah para Imam suci, yang Dua Belas as, dan pusaka yang barangsiapa berpegang teguh pada mereka dan kitab tidak akan tersesat, dan mereka adalah Bahtera Keselamatan yang membawa umat ini ke pantai keamanan, untuk berjalan dengan tenteram di jalan kebaikan, petunjuk, kesalehan, dan kebenaran.

Dan itulah yang kita pahami dari ayat-ayat mulia dan diberkati itu. Terutama firman-Nya Ta’ala, “Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Jika tidak kamu lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya. Dan Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (QS. al-Maidah [5]:67)

Semoga Allah melindungi kita semua dari ketergelinciran dan kesalahan, dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan. Sesungguhnya Dia adalah Pelindung Yang Mahakuasa, dan patut serta layak untuk mengabulkan.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Ja’far Murtadha Amili

Catatan Kaki:

  1. QS. al-Jumu’ah [62]:1-3, hal.553.
  2. QS. al-Hadid [57]:25, hal.541.
  3. QS. al-A’raf [7]:157, hal.170.
  4. QS. al-Ahzab [33]:45 dan 46, hal.424.
  5. QS. al-Hadid [57]:25, hal.541.
  6. Mu’tazili Syafi’i, Syarah Nahj al-Balaghah, jil.20, hal.308.
  7. Al-Milal wa al-Nihal, jil.1, hal.24.
  8. Muhammad Khudhari, Muhadharat fi al-Tarikh al-Islami, jil.1, hal.167.
  9. QS. al-Syura [42]:10, hal.483.
  10. QS. al-Maidah [5]:67, hal.119.
  11. QS. al-Maidah [5]:67, hal.119.
  12. QS. al-Jumu’ah [62]:3, hal.553.
  13. Bahkan, sebagian syariat, demikian pula sebagian hakikat tentang alam semesta, tentang kehidupan, dan segala urusannya, tidak mungkin bagi beliau saw untuk menjelaskannya kepada masyarakat umum. Seandainya beliau saw mengatakan kepada mereka: Jika seseorang naik ke bulan, misalnya, maka dia harus salat dengan cara seperti ini atau itu, atau jika beliau mengatakan kepada mereka: Bahwa seseorang di timur dapat melihat orang yang berada di barat melalui perangkat televisi, dan bahwa hukum melihat gambar-gambar porno di dalamnya adalah demikian. Atau beliau berbicara kepada mereka tentang komputer, atau nirkabel (wireless), atau sejenisnya yang baru ditemukan, mereka pasti tidak akan ragu bahwa beliau adalah penyihir atau orang gila. Hal itu akan menghalangi mereka dari beriman pada kenabian beliau, dan alasan mereka dalam hal itu jelas.
Syafrudin mbojo

Syafrudin mbojo

Related Posts

APA MAKNA SALAWAT KEPADA NABI SAW? DAN BAGAIMANA KITA MEMAHAMI SALAWAT KITA DAN SALAWAT ALLAH KEPADANYA?
Ahlulbait

APA MAKNA SALAWAT KEPADA NABI SAW? DAN BAGAIMANA KITA MEMAHAMI SALAWAT KITA DAN SALAWAT ALLAH KEPADANYA?

October 6, 2025

Oleh: Ustaz Haidar Habballah   Teks Syubhat (Keraguan/Pertanyaan): Apa yang dimaksud dengan salawat kepada Nabi? Apakah itu benar-benar hanya mengatakan:...

RAHASIA-RAHASIA DAN DAMPAK-DAMPAK POSITIF BERSALAWAT KEPADA MUHAMMAD DAN KELUARGA MUHAMMAD
Ahlulbait

RAHASIA-RAHASIA DAN DAMPAK-DAMPAK POSITIF BERSALAWAT KEPADA MUHAMMAD DAN KELUARGA MUHAMMAD

October 6, 2025

Oleh: Dr. Akram Jalal (اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ و آلِ مُحَمَّدٍ) “Ya Allah! Berikanlah salawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad.”...

HAKIKAT MUHAMMADIYAH DAN KEDUDUKAN NABI SERTA PARA IMAM YANG MAKSUM AS
Ahlulbait

HAKIKAT MUHAMMADIYAH DAN KEDUDUKAN NABI SERTA PARA IMAM YANG MAKSUM AS

October 6, 2025

Oleh: Dr. Akram Jalal Allah, Yang Mahaagung keagungan-Nya dan tersucikanlah Nama-nama-Nya, adalah Yang Maha Mengumpulkan semua kesempurnaan dan Yang Mahasuci...

RIWAYAT MENGENAI ADANYA ASPEK SAHW (LUPA/KELIRU) PARA IMAM AS MENDUSTAKAN KLAIM KEMAKSUMAN MEREKA
Ahlulbait

RIWAYAT MENGENAI ADANYA ASPEK SAHW (LUPA/KELIRU) PARA IMAM AS MENDUSTAKAN KLAIM KEMAKSUMAN MEREKA

October 2, 2025

Oleh: Sayid Ja’far Murtadha Amili   Teks Syubhah (Kecurigaan/Kerancuan): Kaum Syiah mengklaim kemaksuman para Imam mereka–sebagaimana diketahui–dan ini sangat menyulitkan...

DARI MANAKAH SUMBER ILMU PARA IMAM AHLULBAIT AS?
Ahlulbait

DARI MANAKAH SUMBER ILMU PARA IMAM AHLULBAIT AS?

October 1, 2025

Oleh: Syekh Ja’far Subhani Teks Syubhat (Kerancuan): Kaum Syi’ah bergantung pada apa yang datang melalui Imam-imam Ahlulbait as—sebagaimana yang mereka...

ILMU HISAB (MATEMATIKA) IMAM ALI AS
Ahlulbait

ILMU HISAB (MATEMATIKA) IMAM ALI AS

September 18, 2025

Sebuah Penelitian Ilmiah Menarik Oleh: Ustaz Ahmad Muhammad Jawad Muhsin Tentang Ilmu Hisab (Matematika) Imam Ali as   Pendahuluan Bukanlah...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

ICC Jakarta

Jl. Hj. Tutty Alawiyah No. 35, RT.1/RW.7, Pejaten Barat.
Pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12510

Telepon: (021) 7996767
Email: iccjakarta59@gmail.com

Term & Condition

Agenda

[tribe_events_list]

HUBUNGI KAMI

Facebook
Telegram

Jadwal Salat Hari Ini

sumber : falak-abi.id
  • Lintang: -6.1756556° Bujur: 106.8405838°
    Elevasi: 10.22 mdpl
Senin, 26 Desember 2022
Fajr04:23:34   WIB
Sunrise05:38:32   WIB
Dhuhr11:53:01   WIB
Sunset18:07:31   WIB
Maghrib18:23:39   WIB
Midnight23:15:32   WIB
  • Menurut Imam Ali Khamenei, diharuskan berhati-hati dalam hal waktu salat Subuh (tidak berlaku untuk puasa) dengan menambah 6-7 menit setelah waktu diatas

© 2022 ICC - Jakarta

No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sambutan direktur
    • Sejarah Berdiri
  • Kegiatan
    • Berita
    • Galeri
  • Artikel
    • Akhlak
    • Alquran
    • Arsip
    • Dunia Islam
    • Kebudayan
    • Pesan Wali Faqih
    • Press Release
    • Sejarah
  • Hubungi kami

© 2022 ICC - Jakarta

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist