ICC Jakarta
No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sambutan direktur
    • Sejarah Berdiri
  • Kegiatan
    • Berita
    • Galeri
  • Artikel
    • Akhlak
    • Alquran
    • Arsip
    • Dunia Islam
    • Kebudayan
    • Pesan Wali Faqih
    • Press Release
    • Sejarah
  • Hubungi kami
  • Login
ICC Jakarta
No Result
View All Result

Epistemologi Rasa: Membandingkan Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram dan KPPH Mustopa dalam Tradisi Jawa dan Sunda

by admin
August 25, 2025
in Islam Nusantara
0 0
Share on FacebookShare on Twitter

Pendahuluan

Indonesia memiliki kekayaan intelektual dan budaya yang lahir dari para pujangga, ulama, dan budayawan yang tidak hanya berkarya dalam bentuk sastra, tetapi juga meninggalkan pemikiran filosofis yang mendalam. Dari Jawa, kita mengenal Ki Ageng Suryomentaram (1892–1962), seorang pangeran Keraton Yogyakarta yang memilih hidup sederhana dan merumuskan filsafat kehidupan melalui Kawruh Jiwa, sebuah filsafat ilmu khas Nusantara. Dari Sunda, ada K.H. Raden Muhammad Mustopa (KPPH Mustopa, 1803–1871), seorang ulama sekaligus pujangga yang dikenal dengan karya-karya sufistiknya, antara lain Sajarah Mukadimah, Suluk Sujinah, dan Carita Waruga Guru.

Kedua tokoh ini lahir dari latar budaya berbeda, tetapi sama-sama mencoba menggali hakikat pengetahuan (epistemologi) melalui pengalaman batin, tradisi lokal, dan spiritualitas. Menariknya, baik Suryomentaram maupun Mustopa tidak sekadar menulis teori, tetapi menyusun “ilmu” yang membumi, beranjak dari keresahan insan, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Artikel ini akan membandingkan epistemologi keduanya, sekaligus menunjukkan bagaimana gagasan Ki Ageng Suryomentaram dan KPPH Mustopa dapat saling memperkaya dalam khazanah filsafat Nusantara.

Ki Ageng Suryomentaram dan Epistemologi Kawruh Jiwa

Suryomentaram adalah putra Sultan Hamengkubuwono VII yang menanggalkan status bangsawan demi menjadi rakyat biasa. Dari pengalamannya, ia merumuskan Kawruh Jiwa, sebuah sistem pengetahuan tentang jiwa manusia.

Beberapa gagasan epistemologis penting dari Suryomentaram:

  1. Rasa sebagai sumber pengetahuan
    Menurutnya, manusia memahami dunia pertama-tama lewat rasa, bukan akal. Rasa di sini bukan sekadar emosi, tetapi kesadaran batin yang murni.
  2. Pengalaman langsung lebih tinggi dari teori
    Ia menolak dogmatisme. Pengetahuan sahih diperoleh melalui laku batin dan pengalaman pribadi yang jujur.
  3. Manusia sebagai subjek pengetahuan
    Pengetahuan yang benar harus mengantarkan manusia pada tentreming manah (ketenteraman hati), bukan sekadar menumpuk informasi (pengetahuan akumulatif).

Dengan demikian, epistemologi Suryomentaram menekankan rasionalitas rasa—perpaduan antara pengalaman subjektif, kesadaran diri, dan kejujuran batin.

KPPH Mustopa dan Epistemologi Sufistik Sunda

KPPH Mustopa adalah ulama, budayawan, dan penulis produktif dari Cianjur yang hidup pada abad ke-19. Ia menulis karya-karya berbahasa Sunda dengan aksara Pegon, banyak di antaranya bercorak tasawuf.

Pokok-pokok epistemologi dalam pemikiran Mustopa dapat diringkas sebagai berikut:

  1. Ilmu sebagai jalan menuju Allah
    Baginya, pengetahuan bukan sekadar alat berpikir, melainkan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pengetahuan yang tidak berbuah iman dianggap tidak berguna.
  2. Kombinasi akal, rasa, dan wahyu
    Mustopa memandang pengetahuan sahih lahir dari tiga sumber:

    • Akal untuk memahami realitas rasional.
    • Rasa untuk menangkap dimensi batin dan intuitif.
    • Wahyu sebagai sumber kebenaran tertinggi.
  3. Laku spiritual sebagai metode epistemologis
    Dalam karya-karyanya, ia menekankan zikir, tapa, dan suluk sebagai metode memperoleh pengetahuan hakiki. Dengan ini, epistemologinya bercorak sufistik-eksperiensial.

Epistemologi Mustopa bisa disebut sebagai tasawuf epistemologis, yakni cara mengetahui melalui pembersihan jiwa dan keterhubungan dengan Yang Ilahi.

Persamaan Epistemologi Suryomentaram dan Mustopa

Kendati lahir dari latar budaya berbeda, keduanya memiliki sejumlah kesamaan asasi:

  1. Rasa sebagai pusat pengetahuan
    Suryomentaram menekankan rasa sebagai jalan memahami diri, Mustopa pun menganggap rasa (qalb) sebagai medium pengetahuan batin.
  2. Pengetahuan bersifat praktis dan membumi
    Keduanya menolak teori kering. Pengetahuan harus relevan dengan kehidupan sehari-hari, entah untuk mencapai ketenteraman (Suryomentaram) atau mendekatkan diri pada Allah (Mustopa).
  3. Menolak dominasi rasionalisme Barat
    Baik Suryomentaram maupun Mustopa melihat bahwa pengetahuan tidak bisa hanya diukur dengan logika rasional. Ada wilayah rasa dan spiritualitas yang lebih menentukan.

Perbedaan Epistemologi Suryomentaram dan Mustopa

Namun tentu saja, ada perbedaan mendasar yang menarik:

  1. Dasar Ontologis
    • Suryomentaram: Berangkat dari humanisme Jawa. Ia mengkaji manusia apa adanya, tanpa selalu mengaitkannya dengan Tuhan.
    • Mustopa: Berangkat dari teologi Islam-Sunda. Bagi Mustopa, hakikat pengetahuan tidak bisa dilepaskan dari Allah.
  2. Tujuan Pengetahuan
    • Suryomentaram: Tujuannya adalah tentreming manah, kebahagiaan batin, dan harmoni sosial.
    • Mustopa: Tujuannya adalah makrifatullah, pengenalan kepada Allah dan keselamatan akhirat.
  3. Metode Epistemologis
    • Suryomentaram: Menekankan observasi batin melalui kejujuran terhadap pengalaman diri.
    • Mustopa: Menekankan suluk sufistik, zikir, dan laku spiritual.

Dengan demikian, epistemologi Suryomentaram lebih bersifat sekuler-humanis, sedangkan epistemologi Mustopa lebih teosentris-religius.

Relevansi Bagi Filsafat Nusantara

Perbandingan ini memberi pelajaran penting. Pertama, bahwa tradisi filsafat Nusantara tidak kalah kaya dibandingkan dengan tradisi Barat. Kedua, pemikiran Suryomentaram dan Mustopa menunjukkan dua wajah epistemologi Nusantara:

  • Epistemologi Rasa Humanis (Suryomentaram) → menekankan kebahagiaan manusia dalam kehidupan dunia.
  • Epistemologi Rasa Sufistik (Mustopa) → menekankan keterhubungan manusia dengan Tuhan.

Keduanya saling melengkapi. Dalam konteks modern, gagasan Suryomentaram relevan untuk pendidikan karakter, psikologi, dan harmoni sosial. Sementara gagasan Mustopa penting untuk memperkuat spiritualitas, etika, dan keimanan masyarakat.

Penutup

Ki Ageng Suryomentaram dan KPPH Mustopa sama-sama mewariskan filsafat rasa yang khas Nusantara. Perbedaan latar budaya Jawa dan Sunda, serta corak sekuler dan sufistik, membuat keduanya unik sekaligus saling memperkaya. Dari mereka kita belajar bahwa epistemologi tidak hanya milik Barat, tetapi bisa tumbuh dari tanah sendiri—dari rasa, jiwa, dan pengalaman hidup yang membumi.

Bacaan Lebih Lanjut

  • Suryomentaram, Ki Ageng. Kawruh Jiwa. Yogyakarta: Yayasan Kawruh Jiwa, 1950-an.
  • Mustopa, K.H.R. Muhammad. Sajarah Mukadimah. Naskah Sunda Pegon, Abad ke-19.
  • Mustopa, K.H.R. Muhammad. Suluk Sujinah. Naskah Sunda Pegon.
  • Magnis-Suseno, Franz. Etika Jawa. Jakarta: Gramedia, 1984.
  • Ekadjati, Edi S. Kebudayaan Sunda: Suatu Pendekatan Sejarah. Jakarta: Pustaka Jaya, 2005.
  • Rosidi, Ajip. Sastra dan Budaya Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama, 2003.
  • Sumardjo, Jakob. Simbolisme dalam Budaya Sunda. Bandung: Kelir, 2006.
  • Taufik Abdullah (ed.). Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2002.

 

admin

admin

Related Posts

Tirakat dalam Budaya Jawa: Pendekatan Filsafat Perennial
Islam Nusantara

Tirakat dalam Budaya Jawa: Pendekatan Filsafat Perennial

August 20, 2025

Pendahuluan Budaya Jawa dikenal kaya dengan simbol, laku spiritual, dan filosofi hidup yang sarat makna. Salah satu aspek penting dari...

Filsafat Stoa dan Relevansinya dengan Pandangan Ronggowarsito III
Islam Nusantara

Filsafat Stoa dan Relevansinya dengan Pandangan Ronggowarsito III

August 19, 2025

Filsafat Stoa dan Relevansinya dengan Pandangan Ronggowarsito III Pendahuluan Filsafat adalah refleksi mendalam tentang kehidupan, kebahagiaan, dan makna eksistensi. Sejak...

Next Post
Kelas Tafsir Tartibi ICC: Syeikh Mohammad Sharifani Kupas Tuntas Karakter Orang Munafik

Kelas Tafsir Tartibi ICC: Syeikh Mohammad Sharifani Kupas Tuntas Karakter Orang Munafik

METODOLOGI PENGAJARAN ALQURAN

METODOLOGI PENGAJARAN ALQURAN

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

ICC Jakarta

Jl. Hj. Tutty Alawiyah No. 35, RT.1/RW.7, Pejaten Barat.
Pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12510

Telepon: (021) 7996767
Email: iccjakarta59@gmail.com

Term & Condition

Agenda

[tribe_events_list]

HUBUNGI KAMI

Facebook
Telegram

Jadwal Salat Hari Ini

sumber : falak-abi.id
  • Lintang: -6.1756556° Bujur: 106.8405838°
    Elevasi: 10.22 mdpl
Senin, 26 Desember 2022
Fajr04:23:34   WIB
Sunrise05:38:32   WIB
Dhuhr11:53:01   WIB
Sunset18:07:31   WIB
Maghrib18:23:39   WIB
Midnight23:15:32   WIB
  • Menurut Imam Ali Khamenei, diharuskan berhati-hati dalam hal waktu salat Subuh (tidak berlaku untuk puasa) dengan menambah 6-7 menit setelah waktu diatas

© 2022 ICC - Jakarta

No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sambutan direktur
    • Sejarah Berdiri
  • Kegiatan
    • Berita
    • Galeri
  • Artikel
    • Akhlak
    • Alquran
    • Arsip
    • Dunia Islam
    • Kebudayan
    • Pesan Wali Faqih
    • Press Release
    • Sejarah
  • Hubungi kami

© 2022 ICC - Jakarta

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist