ICC Jakarta
No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sambutan direktur
    • Sejarah Berdiri
  • Kegiatan
    • Berita
    • Galeri
  • Artikel
    • Akhlak
    • Alquran
    • Arsip
    • Dunia Islam
    • Kebudayan
    • Pesan Wali Faqih
    • Press Release
    • Sejarah
  • Hubungi kami
  • Login
ICC Jakarta
No Result
View All Result

Hamzah Fansuri: Pelopor Tasawuf Wujudiyah di Nusantara dan Pengaruhnya Hingga Kini

by Arif Mulyadi
September 9, 2025
in Islam Nusantara, Kebudayan
0 0
Share on FacebookShare on Twitter

Pendahuluan

Dalam sejarah Islam Nusantara, nama Hamzah Fansuri menempati posisi penting sebagai ulama, sufi, sekaligus sastrawan. Ia dikenal sebagai tokoh pertama yang memperkenalkan tasawuf wujudiyah atau paham wahdatul wujud di dunia Melayu. Pemikirannya menimbulkan perdebatan panjang hingga kini: ada yang mengaguminya sebagai pelopor, tetapi ada pula yang menuduhnya sesat.

Meskipun demikian, karya-karya Hamzah Fansuri tidak bisa diabaikan. Ia menulis syair dan risalah keislaman dengan bahasa Melayu, menjadikannya pionir dalam penyebaran ilmu Islam melalui sastra. Pengaruhnya menjangkau Aceh, Sumatera, Jawa, bahkan hingga Semenanjung Malaya. Artikel ini akan mengulas biografi, karya, ajaran tasawuf, serta kontribusi Hamzah Fansuri terhadap perkembangan Islam di Nusantara.

Biografi Singkat Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri diyakini lahir di Barus, sebuah kota pelabuhan penting di pesisir barat Sumatera Utara. Nama “Fansuri” berasal dari “Fansur”, sebutan Arab untuk Barus. Namun, ada juga pendapat yang menyebut ia berasal dari Syahr Nawi di Siam (Thailand Selatan). Tahun kelahirannya tidak diketahui pasti. Sebagian peneliti memperkirakan ia hidup antara 1550–1630 M, sementara temuan lain menyebut wafatnya lebih awal pada 1527 M di Mekkah.

Dalam hidupnya, Hamzah Fansuri dikenal sebagai pengembara. Ia menuntut ilmu hingga ke Makkah, Madinah, Baghdad, Persia, India, dan bahkan Siam. Di Baghdad, ia bergabung dengan Tarekat Qadiriyah, tarekat yang didirikan oleh Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Sepulangnya ke Nusantara, ia menetap di Aceh, mengajar murid, dan menulis karya-karya yang kemudian menjadi tonggak awal tasawuf di dunia Melayu.

Syair-syair Hamzah Fansuri juga memberi petunjuk tentang kehidupannya. Salah satunya berbunyi:

Hamzah nur asalnya Fansuri /
Mendapat wujud di tanah Syahr Nawi /
Beroleh khilafat ilmu yang ‘ali /
Dari Abdul Qadir Sayyid Jailani.

Bait ini menegaskan asal-usulnya dan keterkaitannya dengan tradisi tasawuf besar di dunia Islam.

Karya-Karya Monumental Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri meninggalkan sejumlah karya penting yang hingga kini dipelajari para peneliti. Karya-karyanya terbagi menjadi dua bentuk: risalah (prosa) dan syair (puisi).

Risalah Penting Hamzah Fansuri

  1. Asrar al-‘Arifin – Membahas rahasia perjalanan spiritual (suluk) dan tauhid. Karya ini menafsirkan puisi-puisi sufistik ciptaannya sendiri dengan gaya filosofis.
  2. Al-Muntahi – Menjelaskan konsep penciptaan alam dan perjalanan manusia menuju asalnya, yakni Allah.
  3. Syarab al-‘Asyiqin – Disebut juga “Minuman para pencinta”. Berisi uraian tentang wahdatul wujud dan bagaimana seorang hamba bisa mencapai makrifat.

Syair-Syair Sufi

Selain risalah, Hamzah Fansuri dikenal sebagai perintis sastra sufi Melayu. Beberapa syair terkenalnya antara lain:

  • Syair Perahu – Menggunakan perahu sebagai simbol kehidupan manusia yang sedang berlayar menuju Tuhan.
  • Syair Ikan Tongkol – Menjelaskan fana’ (lenyap dalam Tuhan) dan baqa’ (kekekalan bersama Tuhan).
  • Syair Burung Pingai – Terinspirasi dari karya Fariduddin Attar tentang perjalanan spiritual burung.

Karya-karya ini menjadi bukti bahwa Hamzah Fansuri bukan hanya ulama, tetapi juga penyair yang memperkenalkan istilah-istilah tasawuf ke dalam bahasa Melayu.

Ajaran Tasawuf Wujudiyah

Hamzah Fansuri dikenal sebagai pengembang paham wahdatul wujud (kesatuan wujud) yang dipengaruhi oleh Ibnu ‘Arabi, al-Hallaj, Rumi, dan Attar. Inti ajarannya adalah bahwa Tuhan dan alam semesta tidak terpisahkan, meski tidak identik.

Ia menggambarkan Tuhan sebagai lautan tak terbatas, sementara alam semesta adalah ombak-ombak lautan tersebut. Segala sesuatu yang ada adalah manifestasi (tajalli) dari Wujud Mutlak Allah. Dalam salah satu ungkapannya, ia menulis:

Laut tiada bercerai dengan ombaknya, ombak tiada bercerai dengan lautnya. Demikian juga dengan Allah, tiada bercerai dengan alam.

Bagi Hamzah Fansuri, mengenal Tuhan harus melalui proses makrifat dengan bimbingan seorang guru. Ia menafsirkan hadis “man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu” (barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya) dengan makna filosofis: manusia adalah cermin bagi Tuhan.

Kontroversi Ajaran

Ajaran wujudiyah ini menimbulkan polemik. Sebagian ulama, seperti Syamsuddin al-Sumatrani, muridnya sendiri, mengembangkan ajaran tersebut. Namun ulama lain, seperti Nuruddin al-Raniri, menentangnya keras dan menuduhnya sesat. Konflik ini bahkan menyebabkan pembakaran karya-karya Hamzah Fansuri di Aceh pada abad ke-17.

Pengaruh Hamzah Fansuri di Nusantara

Sekalipun ditentang, pengaruh Hamzah Fansuri tetap meluas. Karya-karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, dan ajaran tasawufnya menyebar hingga ke Perak, Kelantan, Terengganu, bahkan Sulawesi (Buton).

Di Jawa, konsep wujudiyah Fansuri beririsan dengan ajaran Syekh Siti Jenar yang terkenal dengan istilah Manunggaling Kawula Gusti (bersatunya hamba dengan Tuhan). Hal ini menunjukkan adanya kesinambungan antara pemikiran sufistik Aceh dan Jawa.

Kontribusi bagi Studi Islam dan Sastra Melayu

Hamzah Fansuri tidak hanya pelopor tasawuf, tetapi juga peletak dasar studi Islam di Nusantara. Beberapa kontribusinya antara lain:

  1. Mengislamkan bahasa Melayu – Ia memasukkan istilah-istilah Arab ke dalam syair Melayu sehingga memudahkan masyarakat memahami tasawuf.
  2. Pelopor sastra sufi Melayu – Karyanya menjadi tonggak lahirnya syair keagamaan dan filsafat dalam bahasa lokal.
  3. Menyatukan Islam dan budaya Nusantara – Melalui karya-karyanya, ia berhasil mendialogkan Islam dengan tradisi Melayu.
  4. Inspirasi studi keislaman – Pemikirannya menjadi bahan kajian bagi sarjana modern, baik dari Indonesia maupun luar negeri, seperti Naquib al-Attas, Abdul Hadi W.M., dan Azyumardi Azra.

Dengan kontribusi ini, Hamzah Fansuri bisa disebut sebagai jembatan antara Islam universal dan budaya lokal.

Relevansi Hamzah Fansuri di Era Modern

Mengapa Hamzah Fansuri tetap relevan? Ada beberapa alasan:

  • Dialog agama dan budaya – Ia menunjukkan bahwa Islam bisa menyatu dengan tradisi lokal tanpa kehilangan substansinya.
  • Spiritualitas untuk kesehatan mental – Di tengah krisis modern, ajaran tasawuf Hamzah Fansuri tentang kedekatan manusia dengan Tuhan bisa menjadi obat batin.
  • Literasi keislaman – Karya-karyanya menjadi bukti bahwa bahasa daerah bisa menjadi sarana penyebaran ilmu agama.

Kesimpulan

Hamzah Fansuri adalah sufi besar Nusantara yang berjasa memperkenalkan tasawuf wujudiyah melalui karya sastra dan risalah ilmiah. Ia bukan hanya tokoh keagamaan, tetapi juga budayawan dan penyair yang berhasil mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa ilmu.

Walaupun pemikirannya menimbulkan kontroversi, pengaruhnya tetap terasa hingga kini. Dari Aceh hingga Jawa, dari abad ke-16 hingga abad ke-21, Hamzah Fansuri dikenang sebagai pelopor tasawuf Nusantara yang membuka jalan bagi dialog antara Islam, tradisi, dan kebudayaan lokal. (Dari berbagai sumber)

 

Arif Mulyadi

Arif Mulyadi

Related Posts

Ilmu Slamet dalam Budaya Jawa: Antara Pandangan Kolonial dan Perspektif Ki Agus Sunyoto
Kebudayan

Ilmu Slamet dalam Budaya Jawa: Antara Pandangan Kolonial dan Perspektif Ki Agus Sunyoto

September 4, 2025

Pengantar Budaya Jawa dikenal sebagai salah satu khazanah terbesar dalam peradaban Nusantara. Di dalamnya terdapat beragam nilai, simbol, dan praktik...

Puasa Mutih dan Tradisi Tirakat dalam Budaya Nusantara
Islam Nusantara

Puasa Mutih dan Tradisi Tirakat dalam Budaya Nusantara

September 1, 2025

Pendahuluan Budaya Nusantara memiliki kekayaan spiritual yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi tersebut lahir dari perpaduan antara kepercayaan lokal,...

Kiai Saleh Darat: Ulama Visioner, Guru Para Kiai, dan Inspirasi RA Kartini
Islam Nusantara

Kiai Saleh Darat: Ulama Visioner, Guru Para Kiai, dan Inspirasi RA Kartini

August 28, 2025

Pendahuluan Sejarah Islam di Jawa tidak bisa dilepaskan dari peran para ulama yang tidak hanya berdakwah, tetapi juga membangun basis...

Karawitan Jawa: Nada-Nada Abadi Penjaga Jiwa dan Budaya
Kebudayan

Karawitan Jawa: Nada-Nada Abadi Penjaga Jiwa dan Budaya

August 26, 2025

  Di tengah derasnya arus musik digital dan tren global, karawitan Jawa hadir sebagai suara yang lembut, menenangkan, dan penuh...

Epistemologi Rasa: Membandingkan Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram dan KPPH Mustopa dalam Tradisi Jawa dan Sunda
Islam Nusantara

Epistemologi Rasa: Membandingkan Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram dan KPPH Mustopa dalam Tradisi Jawa dan Sunda

August 25, 2025

Pendahuluan Indonesia memiliki kekayaan intelektual dan budaya yang lahir dari para pujangga, ulama, dan budayawan yang tidak hanya berkarya dalam...

Bagaimana Kebudayaan Berkembang? Perspektif Filsafat Muhammad Taqi Ja‘fari
Kebudayan

Bagaimana Kebudayaan Berkembang? Perspektif Filsafat Muhammad Taqi Ja‘fari

August 22, 2025

Pendahuluan Kata kebudayaan mungkin terdengar akrab di telinga kita, apalagi di era globalisasi dan media sosial yang begitu cepat membentuk...

Next Post
Nabi Muhammad SAW: Pemuda Terpuji, Utusan Terakhir, dan Teladan Sepanjang Zaman

Nabi Muhammad SAW: Pemuda Terpuji, Utusan Terakhir, dan Teladan Sepanjang Zaman

BAGAIMANA ALQURAN BISA DITINGGALKAN (DIABAIKAN) DAN MENGAPA?

BAGAIMANA ALQURAN BISA DITINGGALKAN (DIABAIKAN) DAN MENGAPA?

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

ICC Jakarta

Jl. Hj. Tutty Alawiyah No. 35, RT.1/RW.7, Pejaten Barat.
Pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12510

Telepon: (021) 7996767
Email: iccjakarta59@gmail.com

Term & Condition

Agenda

[tribe_events_list]

HUBUNGI KAMI

Facebook
Telegram

Jadwal Salat Hari Ini

sumber : falak-abi.id
  • Lintang: -6.1756556° Bujur: 106.8405838°
    Elevasi: 10.22 mdpl
Senin, 26 Desember 2022
Fajr04:23:34   WIB
Sunrise05:38:32   WIB
Dhuhr11:53:01   WIB
Sunset18:07:31   WIB
Maghrib18:23:39   WIB
Midnight23:15:32   WIB
  • Menurut Imam Ali Khamenei, diharuskan berhati-hati dalam hal waktu salat Subuh (tidak berlaku untuk puasa) dengan menambah 6-7 menit setelah waktu diatas

© 2022 ICC - Jakarta

No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sambutan direktur
    • Sejarah Berdiri
  • Kegiatan
    • Berita
    • Galeri
  • Artikel
    • Akhlak
    • Alquran
    • Arsip
    • Dunia Islam
    • Kebudayan
    • Pesan Wali Faqih
    • Press Release
    • Sejarah
  • Hubungi kami

© 2022 ICC - Jakarta

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist