Oleh: Abdul Wahhab al-Hakim
Sebelum membahas sisi fikih tentang ikan yang halal dan haram untuk dimakan, kita perlu menyinggung jenis-jenis ikan di dunia. Secara umum, ikan terbagi menjadi dua kelompok utama, baik yang hidup di laut maupun di sungai:
Daftar Isi
- Kelompok Pertama
- Kelompok Kedua
- Ikan yang Halal untuk Dimakan
Kelompok Pertama
Yaitu ikan bertulang rawan, yang kerangka internalnya terbuat dari tulang rawan. Kelompok ini diwakili oleh hiu, pari, dan kelompok ikan tak berahang.
a. Hiu dan Anjing Laut
Yang terbesar dari kelompok ini adalah hiu biru, yang kadang-kadang mencapai panjang enam meter atau lebih, dan beratnya sekitar setengah ton. Ia dianggap sebagai salah satu ikan paling ganas dan paling berbahaya bagi manusia.
Hiu melahirkan anak-anaknya alih-alih bertelur yang disimpan di dalam perutnya. Jika telur menetas, anak-anaknya dikeluarkan. Ikan-ikan ini umumnya hidup dalam jangka waktu yang lama hingga tiga puluh tahun, dan ditemukan di semua lautan di dunia, terutama di laut terbuka dekat khatulistiwa. Ikan-ikan ini tidak memiliki sisik.
b. Kelompok Pari
Mereka tidak memiliki sisik, mulutnya berada di bagian bawah, tubuhnya pipih, dan ekornya biasanya sangat halus seperti ekor kelelawar atau tikus. Beberapa di antaranya memiliki ekor halus seperti cambuk yang dilengkapi dengan duri yang menyebabkan rasa sakit yang luar biasa bagi orang yang menyentuhnya. Beberapa di antaranya mengeluarkan sengatan listrik yang bisa mencapai 500 volt, seperti ikan torpedo.
Contoh dari kelompok ini adalah: ikan “thornyback”, yang panjangnya mencapai 1.2 m, dan dicirikan oleh gigi yang bengkok ke belakang, dan duri yang kuat. Dan ikan “skate” atau “ray” yang dicirikan oleh ekornya yang panjang seperti cambuk dan tubuhnya yang berbentuk wajik. Dan ikan skate dengan moncong yang runcing.
Dalam kelompok ini juga terdapat ikan manta, kadang-kadang disebut ikan iblis, yang merupakan ikan dengan bentuk yang aneh, tidak memiliki sisik, memiliki tubuh berbentuk bulat, dan di bagian depannya terdapat tonjolan seperti tangan yang ia rentangkan di depannya, dan ia bergerak cepat di tengah lautan, membuka mulutnya yang besar untuk menangkap ikan-ikan kecil dan udang; panjang ikan-ikan ini kadang-kadang mencapai lima meter, dan beratnya sekitar satu ton atau lebih, dan mereka banyak ditemukan di Teluk Oman dan lautan tropis.
Ada juga ikan yang disebut “stingray”, panjangnya mencapai 2.5 m, dan memiliki ekor panjang seperti ekor tikus yang dilengkapi dengan duri runcing, dengan gigi yang bengkok dan kait yang terbalik, dan duri ini juga dilengkapi dengan kelenjar beracun di pangkalnya. Ikan ini memiliki dua sirip seperti sayap kelelawar, dan oleh karena itu kadang-kadang disebut pari, dan paling banyak ditemukan di dekat pantai Afrika Barat, dan di Laut Mediterania. Ikan-ikan ini adalah salah satu jenis ikan beracun yang paling berbahaya.
c. Kelompok Ikan Tak Berahang
Ikan-ikan ini berbentuk seperti ular, tidak memiliki sisik, masing-masing memiliki mulut dengan lubang yang dilengkapi dengan duri dan dengannya mereka mengisap darah ikan lain. Panjangnya mencapai sekitar satu meter, dan banyak ditemukan di pantai Eropa Utara, negara-negara Skandinavia, dan Inggris, serta banyak ditemukan di danau-danau besar Amerika Utara.
Selain ikan-ikan ini, ada ikan yang panjangnya mencapai 42 cm, dan mereka makan bangkai dan tubuh ikan, atau pada ikan yang sedang sekarat. Mereka masuk ke dalam tubuh ikan yang mati melalui lubang yang mereka buat, dan mulai mengisap semua bahan makanan dan organ internal. Jadi, ikan-ikan ini memakan bangkai hewan dan ikan yang mati.
Kelompok Kedua
Ikan bertulang termasuk sekitar 80% dari jenis-jenis ikan, di antaranya ada yang memiliki sisik dan ada yang tidak memiliki sisik.
Kelompok pertama (bertulang rawan) semuanya dicirikan oleh tidak adanya sisik, atau mereka makan bangkai dan hewan mati. Sedangkan kelompok kedua (bertulang) sebagian di antaranya dicirikan oleh adanya sisik dan sebagian lainnya tidak memiliki sisik.
Ikan yang Halal untuk Dimakan
Adapun tentang ikan yang halal untuk dimakan, fikih mazhab Ahlulbait as hampir unik dari mazhab-mazhab Islam lainnya dalam masalah kehalalan memakan daging ikan yang memiliki sisik, dan tidak halalnya jenis-jenis ikan laut dan sungai lainnya.
Juga tidak boleh memakan ikan yang memakan bangkai dan kotoran manusia, di samping tidak bolehnya memakan ikan yang mengapung, karena mereka mati.
Fikih Ahlulbait as bersandar pada hadis-hadis sahih yang diriwayatkan dari para Imam yang suci as, tentang kehalalan memakan jenis-jenis ikan dan tidak halalnya jenis-jenis tertentu. Dari Muhammad bin Muslim, dia berkata, “Abu Ja’far as membacakan sesuatu dari kitab Ali as, di dalamnya tertulis, ‘Aku melarang kalian dari al-Jari, al-Zammar, al-Marmahi, al-Thafi, dan al-Thihal.’ Dalam hadis ini, ada empat jenis ikan yang tidak boleh dimakan: al-Jari, al-Zammar, dan al-Marmahi karena mereka tidak memiliki sisik. Namun, al-Zammar dianggap sebagai salah satu ikan terpenting yang digunakan untuk membasmi (secara biologis) siput yang menyebarkan parasit bilharzia. Ia adalah ikan kecil yang panjangnya tidak melebihi 15 cm, memiliki sirip samping yang menyengat dan menyebabkan rasa sakit yang tajam bagi orang yang menyentuhnya.
Dan al-Jari disebut dalam bahasa Inggris “catfish”, yaitu ikan tak bersisik, berbentuk aneh, kepalanya pipih dari atas ke bawah, memiliki kumis yang sangat panjang, dan ekornya pipih dari samping.
Adapun al-Marmahi tampaknya merupakan nama Persia kuno yang diarabkan, dan mungkin diterapkan pada ikan “al-Jari” itu sendiri. “Mar” berarti “ular” dan “mahi” berarti “ikan”. Dan diketahui bahwa ikan al-Jari dan sejenisnya dari ikan al-Zammar dan jenis-jenis lain yang termasuk dalam keluarga ikan hiu atau kucing, sesungguhnya Allah telah menciptakannya sebagai pembersih dan penghilang kotoran dan sampah dari laut dan sungai, termasuk kotoran manusia. Ikan-ikan ini secara alami akan selalu menjadi “ikan pemakan kotoran” (jalalah), dan di sinilah datang hikmah ilahi dengan mengharamkannya dan melarangnya. Adapun jenis keempat: al-Thafi, yaitu ikan mati yang mengapung di atas permukaan air. Hukumnya sama dengan hukum bangkai yang Alquran nyatakan haram untuk dimakan kecuali dalam keadaan darurat, “Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi…”(1&2)
Dari Sama’ah, dari Abu Abdillah as, yang berkata, “Jangan makan al-Jarits, al-Marmahi, al-Thafi, dan al-Thihal.”
Al-Jarits adalah nama kuno untuk al-Jari, dan dalam kedua hadis ini ada larangan memakan al-Thihal (limpa), karena ia adalah kelenjar getah bening di mana sebagian besar parasit dan sel darah putih yang telah menghancurkan mikroba yang masuk ke dalam tubuh berkumpul, dan ia bisa menjadi sumber banyak penyakit.
Dari Hubabah Walibiyah, yang berkata, “Aku melihat Amirul Mukminin (Ali) as di dalam Markas Besar Kepolisian Al-Khamis dan bersamanya ada cambuk yang memiliki dua ujung, dengannya dia memukul para penjual ikan al-Jari, al-Marmahi, dan al-Zammar…”
Dari Hanan bin Sadir, yang berkata, “Ala’ bin Kamil bertanya kepada Abu Abdillah Imam Shadiq as dan aku hadir, tentang al-Jari. Lalu beliau as bersabda, ‘Kami menemukan dalam Kitab Ali as nama-nama ikan yang haram, maka janganlah kalian mendekatinya.’ Kemudian Abu Abdillah as bersabda, ‘Ikan yang tidak memiliki sisik, janganlah kalian mendekatinya.’”
Dari Tsabit Tsumali dari Hubabah Walibiyah, yang berkata, “Aku mendengar tuan dan pemimpin saya Amirul Mukminin as berkata, ‘Sesungguhnya kami, Ahlulbait, tidak minum minuman yang memabukkan, tidak makan al-Jari, dan tidak mengusap khuf (sepatu). Barang siapa yang termasuk Syiah kami, maka hendaknya ia mengikuti kami dan meneladani sunnah kami.’” Dan jika kita kembali ke referensi kita, kita akan menemukan bahwa mereka bersandar dalam fatwa-fatwa mereka mengenai kehalalan dan keharaman memakan ikan, pada hadis-hadis sahih yang diriwayatkan dari lisan Ahlulbait as.
Sebagai contoh, kita menemukan bahwa marja yang telah wafat, Imam Khu’i ra, menyebutkan dalam kitabnya “Minhaj al-Shalihin,” beberapa ikan dan hewan amfibi yang tidak boleh dimakan, dan ia juga menetapkan spesifikasi khusus untuk ikan yang boleh dimakan. Dia berkata dalam masalah “1678”, “Tidak boleh dimakan dari hewan laut kecuali ikan yang memiliki sisik. Dan jika ragu tentang keberadaan sisik, maka hukumnya haram. Dan haram ikan yang mati mengapung di permukaan air, dan ikan yang memakan kotoran (jalal), hingga kotoran itu hilang darinya secara umum. Dan haram al-Jari, al-Marmahi, al-Zammar, kura-kura, katak, dan kepiting. Dan tidak masalah dengan al-Kan’at, al-Rubaisya, al-Thamar, al-Thairani, al-Ablami, dan udang.”
Dari fatwa ini kita memahami bahwa haram memakan ikan yang tidak memiliki sisik, dan jika seseorang ragu tentang keberadaan sisik atau tidak, maka dia tidak boleh memakannya, dan beranggapan bahwa ikan itu tidak memiliki sisik. Juga haram baginya memakan ikan yang mengapung di permukaan air karena dianggap sebagai bangkai. Adapun ikan jalal adalah ikan yang kebetulan memakan kotoran manusia, maka haram memakannya hingga kotoran itu hilang darinya. Dan untuk setiap hewan yang halal dimakan-termasuk ikan-ada periode terbatas di mana kotoran itu hilang, mungkin memakan waktu empat puluh hari atau lebih tergantung jenis hewan, dan setelah itu boleh dimakan. Kemudian fatwa tersebut menyebutkan beberapa ikan yang haram dimakan selain hewan amfibi, seperti katak dan kura-kura, dan juga menyebutkan kepiting yang sangat mirip dengan kelompok serangga dan kelompok krustasea, yang memakan bangkai dan kotoran. Mungkin pengharaman itu berasal dari hal ini, sementara udang termasuk dalam kelompok krustasea, namun halal dimakan karena perbedaannya dari kepiting dalam hal makanan dan minuman. Udang berkembang biak secara besar-besaran, dan produksi dunia mencapai jutaan ton, dan paling banyak tersebar di lautan belahan bumi selatan, terutama di dekat Kutub Selatan. Dan diketahui bahwa anak-anak paus memakan udang, (dan ngomong-ngomong, paus bukanlah ikan, melainkan mamalia yang tidak boleh dimakan, perlu diketahui bahwa banyak orang yang salah dalam penamaan antara ikan dan paus).
Adapun marja yang telah wafat, Imam Khomeini ra, dia menegaskan keharaman memakan hewan laut kecuali ikan yang memiliki sisik, dia berkata, “Tidak boleh dimakan dari hewan laut kecuali ikan dan burung secara umum, maka selain itu dari jenis hewannya haram, bahkan yang sejenisnya di darat seperti sapi, menurut pendapat yang paling kuat.” Di sini, Imam ra menekankan keharaman hewan laut dan memberikan contoh “sapi laut,” jadi meskipun sapi darat halal dimakan, sapi laut haram dimakan menurut pendapat yang paling kuat.
Kemudian dia berkata, “Tidak boleh dimakan dari ikan kecuali yang pada asalnya memiliki sisik, meskipun tidak tersisa dan hilang karena suatu sebab, seperti al-Kan’at…” Al-Kan’at adalah sejenis ikan yang memiliki sisik tetapi sisiknya hilang karena gesekan, maka ikan ini dan sejenisnya halal karena ukurannya adalah bahwa ia memiliki sisik secara alami, bukan keberadaan sisik secara aktual saat ditangkap.(3)
Berikut ini, pembaca yang budiman, daftar nama beberapa ikan bersisik yang boleh dimakan:
- Sarden
- Pilchard (sejenis sarden)
- Coal Fish
- Carp
- Mugil/Grey Mullet (lebih dari seratus jenis)
- Tuna
- Tuna putih/Albacore/Kingfish
- Salmon
- Trout
- Sole
- Herring
- Perch
- Cod/Codfish
- Brown Cod
- Flathead
- Sea Bass
- Loach Pond
- Pike-Perch
- Smelt
- Grayling
- Shad Allice
- Bigeye Catalufa
- Tench
- Barbel-Barbus
- Rudd
- Bitterling
- Bleak-Rain (ikan putih)
- Bleak-Stream (jenis kedua ikan putih)
- Bleak (jenis lain dari ikan putih)
- Rudd (Danube)/Carp Sabre/Zope
- Gilt-Head
- Flounder
- Brill
- Muthawwaqah/Umm Hasrad.
- Pope-Ruffe/Common Nose.
- Black Bass.
- Dace.
- Porgy.
- Roach/Zaerthe.
- Ide (Ikan Ungu).
- Minnow.
- Chub.
- Maquereau/Mackerel.
- Abramis-Bream.
- Red Porgy/Braize-Braize.
- Sargo-Sargue.
Catatan Kaki:
- al-Baqarah [2]:173, hal.26.
- al-Baqarah:173, al-Maidah:3, al-Nahl:115.
- Jaringan Warisan dan Pemikiran Islam Imamain al-Hasanain as.