Oleh: Syekh Hasan Shaffar
Syiah adalah bagian dari entitas Islam yang berbagi landasan-landasan yang disepakati dengan umat Muslim lainnya. Terdapat perbedaan dalam keyakinan dan fikih antara Syiah dan mazhab-mazhab lain, sama seperti mazhab lain juga memiliki perbedaannya masing-masing. Namun, perbedaan-perbedaan ini tidak berarti bahwa pihak-pihak yang berbeda harus hidup dalam perselisihan.
Adalah hak bagi Syiah untuk memegang keyakinan mereka dan mempertahankannya, sebagaimana itu juga hak bagi yang lain. Namun, bukan dengan cara berselisih dan berperang, karena hal ini dilarang, “… Dan janganlah kamu berselisih, sehingga kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang…”(1) Dan Allah menjelaskan kepada kita bagaimana cara berinteraksi dengan pemeluk agama lain, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu…” Dan dalam dakwah, Dia memerintahkan agar hal itu dilakukan dengan lembut, “… Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik…”(2)
Karena itu, lebih utama lagi bagi kita sesama muslim untuk berinteraksi dengan cara ini, dan untuk berdialog dengan cara yang terbaik. Ini karena agama adalah akhlak yang lurus. Agama tidak datang untuk menjadikanmu orang yang kejam, melainkan orang yang damai.
Di sisi lain, Anda mewakili suatu agama dan mazhab, dan orang-orang memandangnya melalui diri Anda. Jika Anda berinteraksi dengan mereka secara baik, mereka akan mendapat kesan yang baik tentang Anda dan afiliasi Anda. Oleh karena itu, diriwayatkan dari Imam Ja’far Shadiq as, “Jadikanlah kami dicintai oleh manusia, dan janganlah kalian membuat kami dibenci oleh mereka.” Beliau juga berkata, “Semoga Allah merahmati hamba yang membuat kami dicintai oleh manusia, dan tidak membuat kami dibenci oleh mereka. Demi Allah! Jika mereka meriwayatkan keindahan ucapan-ucapan kami, niscaya mereka akan menjadi lebih mulia, dan tidak ada yang mampu mengaitkan sesuatu kepada mereka. Namun, salah satu dari mereka mendengar satu kalimat lalu menambahinya sepuluh (kata).” Dan diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, “Syiah kami adalah keberkahan bagi siapa pun yang berdialog dengan mereka, dan kedamaian bagi siapa pun yang berinteraksi dengan mereka.” Banyak riwayat seperti ini yang menjelaskan bagaimana seharusnya kita berinteraksi dengan orang lain.
Namun, sayangnya, kita melihat munculnya sebuah gerakan yang membawa pemikiran yang bertentangan dengan pendekatan riwayat-riwayat ini. Kita hidup di era di mana moralitas Syiah telah meningkat, dan situasi mereka lebih baik dari sebelumnya, segala puji bagi Allah. Untuk mengekspresikan moralitas ini, ada dua pendekatan:
Pendekatan Pertama:
Menghadirkan model yang cemerlang dari pemikiran Ahlulbait yang mencerahkan.
Pendekatan Kedua:
Memanfaatkan kemampuan ini untuk menjelaskan keburukan pihak lain, dan menjatuhkan tokoh-tokoh mereka. Pendekatan ini adalah reaksi terhadap ketidakadilan, diskriminasi, dan mobilisasi yang dilakukan terhadap Syiah. Namun, kesalahan tidak boleh dibalas dengan kesalahan, terutama karena kita adalah pengikut Ahlulbait. Jika ada yang ingin mengikuti pendekatan Bani Umayah ketika mereka mencaci-maki Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as selama 70 tahun, maka mereka mengikuti pendekatan yang mereka ridai untuk diri mereka sendiri. Tetapi kita menolak pendekatan ini, karena pendekatan Ahlulbait bertentangan dengan itu.
Ini bukanlah masalah individu, melainkan keberadaan sebuah gerakan yang membawa pemikiran dan pendekatan ini. Orang-orang yang menghasut untuk mencaci dan melaknat, ketahuilah bahwa inilah akibatnya. Mereka menempatkan mazhab dalam posisi defensif, merusak citranya yang murni. Dan jika sesuatu yang buruk terjadi pada umat ini, jangan sampai Allah mengizinkan, maka mereka adalah salah satu penyebabnya.
Gerakan ekstremis ini berpikir bahwa mereka melayani mazhab, tetapi kenyataannya mereka merusaknya, dan ini sudah jelas bagi semua orang. Mereka telah jatuh ke dalam kesalahpahaman yang keliru jika kita berprasangka baik pada mereka. Jika tidak, itu adalah permainan emosi dan rayuan perasaan atas nama Ahlulbait, padahal mereka (Ahlulbait) menolak pendekatan ini, begitu juga para ulama Syiah yang ikhlas. Kita telah mendengar pernyataan terbaru Sayid Sistani dan apa yang beliau ulang-ulangi di hadapan para pengunjungnya dari Syiah Irak, “Jangan katakan ‘saudara-saudara kita Ahlusunnah,’ tetapi katakan ‘mereka adalah diri (jiwa) kalian sendiri.’“ Begitu juga dengan pidato-pidato para ulama di Iran dan Lebanon.
Kita berada dalam situasi yang mengharuskan kita untuk menampilkan citra yang baik tentang diri kita dan mazhab Ahlulbait. Dalam kitab-kitab hadis, memang ada riwayat-riwayat, tetapi tidak semuanya sahih. Dan jika ada sebagian yang sahih di sisi sebagian orang ini, maka ada riwayat lain yang mengajakmu untuk meninggalkan hal ini, dan tidak terlibat di dalamnya, dan jumlahnya lebih banyak.(3)
Catatan Kaki:
- al-Anfal [8]:46, hal.183.
- al-Ankabut [29]:46, hal.402.
- Situs Resmi Yang Mulia Syekh Hasan al-Shaffar, Surat Kabar al-Dar Kuwait, 24/9/2010M. Nomor/824.