Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta, Pusat Kajian Peradaban Baru Islam (PUSKABI), dan Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI) menggelar Launching Diskusi Bulanan NGOBRAS: Ngobrolin Agama & Sains pada Jumat, 8 Agustus 2025, bertempat di Aula Imam Khomeini lantai 3 ICC Jakarta.
Diskusi perdana ini mengangkat tema “Artificial Intelligence dan Kesadaran: Dari Teorema Gödel, Roger Penrose hingga Mulla Shadra – Apakah Silikon Bisa Menangis?”, sebuah kajian yang menelusuri persinggungan antara kecerdasan buatan, kesadaran, filsafat, dan teologi. Acara menghadirkan narasumber utama Dimitri Mahayana (Dosen STEI ITB Bandung), dengan sambutan pembuka dari Syaikh Mohammad Sharifani (Direktur ICC Jakarta) dan Akmal Kamil (Direktur PUSKABI).
Dalam sambutannya, Akmal Kamil menjelaskan bahwa PUSKABI adalah lembaga kajian yang menyoroti berbagai masalah dan isu peradaban, salah satunya adalah fenomena “akal imitasi” yang populer diangkat oleh Dimitri Mahayana. Menurut beliau, kemajuan teknologi tidak hanya menyangkut kecanggihan, tetapi juga menyentuh aspek kesadaran eksistensial manusia. Beliau menyoroti bahwa AI kini menghimpun sekitar 176 triliun data, memunculkan pertanyaan serius apakah kecerdasan buatan dapat menggantikan peran dan kesadaran manusia. Merujuk buku Radikalisasi Data karya Dimitri Mahayana, beliau menegaskan pentingnya memiliki kerangka teori sebelum menerima data dari AI. Beliau memaparkan tiga pandangan tentang hubungan agama dan sains: beroposisi secara diametral, berjalan terpisah, atau saling melengkapi. PUSKABI, kata beliau, memilih pandangan bahwa agama dan sains saling melengkapi – sains mengatur pengelolaan alam, sedangkan agama memberi arah tujuan hidup. Beliau menutup sambutannya dengan menyampaikan bahwa NGOBRAS akan diadakan setiap bulan, melibatkan pakar dari ITB, UI, BRIN, dan peneliti lain untuk membedah isu keilmuan.
Syaikh Mohammad Sharifani dalam sambutannya menyebut kehadiran para pencinta ilmu sebagai keberuntungan yang patut disyukuri. Beliau menekankan bahwa hubungan sains dan agama telah menjadi topik kajian panjang para filosof dan ilmuwan, baik di Timur maupun Barat. Syaikh Mohammad Sharifani menguraikan berbagai pandangan: ada yang melihat keduanya terpisah, ada yang menganggapnya bertentangan, namun beliau memegang pandangan bahwa sains dan agama saling mendukung. Merujuk pemikiran Allamah Tabatabai, Ayatullah Jawadi Amuli, dan Ayatullah Misbah Yazdi, beliau menyatakan bahwa keduanya memiliki tujuan yang sama, berbeda hanya pada luas cakupan dan pendekatan. Sains menjawab “bagaimana” sesuatu terjadi, agama menjawab “mengapa”. Mengutip Syahid Muthahhari, beliau menyebut sains sebagai cahaya pengetahuan dan agama sebagai cahaya cinta yang mendorong pencarian kebenaran. Beliau juga mengingatkan bahaya memisahkan keduanya: sains tanpa agama ibarat pedang tanpa akhlak, agama tanpa sains rentan melahirkan fanatisme sempit. Syaikh Mohammad Sharifani menegaskan bahwa ilmu dan agama harus dijelaskan dengan pendekatan baru agar mampu menjawab keraguan dan tantangan zaman, seperti yang telah dicontohkan oleh ulama besar dalam menjawab persoalan sains dengan perspektif agama.
Setelah sambutan, Dimitri Mahayana menyampaikan materi utama yang mengupas keterkaitan antara teorema Gödel, pandangan fisikawan Roger Penrose, filsafat Mulla Shadra, serta implikasinya pada pertanyaan besar: apakah silikon – sebagai material utama prosesor komputer – dapat memiliki kesadaran hingga “menangis”. Beliau menguraikan bahwa meskipun AI mampu memproses data dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi, kemampuan ini tidak serta-merta menghadirkan kesadaran sejati. Dengan memadukan analisis matematika, fisika, dan filsafat Islam, beliau memaparkan argumentasi bahwa kesadaran bukan sekadar hasil komputasi, melainkan melibatkan dimensi non-material yang tidak dapat ditiru mesin.
Acara ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif, di mana para peserta – yang terdiri dari akademisi, peneliti, dan masyarakat umum – antusias mengajukan pertanyaan seputar potensi dan batasan AI, serta relevansinya dengan nilai-nilai spiritual. Launching NGOBRAS ini diharapkan menjadi ruang dialog rutin yang menghubungkan wacana agama dan sains secara harmonis.