ICC Jakarta
No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sambutan direktur
    • Sejarah Berdiri
  • Kegiatan
    • Berita
    • Galeri
  • Artikel
    • Akhlak
    • Alquran
    • Arsip
    • Dunia Islam
    • Kebudayan
    • Pesan Wali Faqih
    • Press Release
    • Sejarah
  • Hubungi kami
  • Login
ICC Jakarta
No Result
View All Result

Ilmu Slamet dalam Budaya Jawa: Antara Pandangan Kolonial dan Perspektif Ki Agus Sunyoto

by Arif Mulyadi
September 4, 2025
in Kebudayan
0 0
Share on FacebookShare on Twitter

Pengantar

Budaya Jawa dikenal sebagai salah satu khazanah terbesar dalam peradaban Nusantara. Di dalamnya terdapat beragam nilai, simbol, dan praktik yang hingga kini masih hidup di tengah masyarakat. Salah satunya adalah ilmu slamet, sebuah istilah yang erat kaitannya dengan harapan manusia Jawa untuk mencapai keselamatan lahir dan batin.

Namun, pemaknaan ilmu slamet tidaklah tunggal. Sejarah panjang Nusantara melahirkan dua cara pandang yang berbeda. Pertama, pandangan kolonial Belanda yang menyebut masyarakat Jawa berasal dari akar animisme dan dinamisme, lalu mendapat pengaruh Hindu-Buddha sebelum akhirnya menerima Islam. Kedua, pandangan alternatif yang diperjuangkan almarhum Ki Agus Sunyoto, seorang budayawan dan sejarawan NU, yang menegaskan bahwa masyarakat Jawa sejak awal sudah mengenal tauhid dan Islam bukanlah agama asing, melainkan kelanjutan dari tradisi ketuhanan itu.

Artikel ini akan membahas ilmu slamet secara lebih mendalam, menguraikan dua pandangan besar tersebut, sekaligus menghubungkannya dengan realitas budaya Jawa hari ini.

Apa Itu Ilmu Slamet?

Dalam bahasa Jawa, kata slamet berasal dari bahasa Arab salāmah yang berarti keselamatan. Namun, maknanya dalam budaya Jawa jauh lebih luas. Slamet bukan hanya selamat dari bahaya, tetapi juga tenang, tenteram, harmonis, dan terjaga lahir batin.

Ilmu slamet adalah seperangkat pengetahuan, praktik, dan laku hidup untuk meraih kondisi tersebut. Bagi orang Jawa, slamet menjadi cita-cita hidup yang utama. Tidak mengherankan jika dalam berbagai kesempatan, doa yang diucapkan selalu mengandung kata slamet: mugi tansah pinaringan slamet, rahayu, wilujeng.

Ciri-ciri Ilmu Slamet

  1. Spiritual – menghubungkan manusia dengan Tuhan lewat doa, wirid, atau ritual.
  2. Etis – mengajarkan harmoni, tidak berlebih-lebihan, dan menjaga sikap eling lan waspada.
  3. Sosial – mempererat persaudaraan lewat tradisi slametan, kenduri, atau ruwatan.
  4. Praktis – digunakan dalam berbagai fase hidup: kelahiran, khitanan, pernikahan, pindah rumah, panen, hingga kematian.

Ilmu slamet bukan hanya pengetahuan mistis, melainkan filsafat hidup orang Jawa: bagaimana hidup bermanfaat, terhindar dari marabahaya, dan diterima baik oleh manusia maupun Tuhan.

Pandangan Kolonial: Ilmu Slamet Berakar pada Animisme dan Hindu-Buddha

Sejak abad ke-19, para sarjana Belanda dan orientalis Eropa mengembangkan teori bahwa masyarakat Jawa kuno menganut animisme dan dinamisme. Dalam pandangan ini:

  • Animisme → keyakinan pada roh leluhur dan kekuatan gaib yang bersemayam di alam (pohon, batu, gunung).
  • Dinamisme → kepercayaan pada kekuatan sakti (mana) yang bisa memberi manfaat atau malapetaka.

Dari kerangka ini, ilmu slamet sering dianggap sebagai “sisa” dari praktik animistis. Misalnya:

  • Slametan dipandang sebagai warisan persembahan sesaji kepada roh.
  • Tirakat dan ruwatan dianggap bagian dari upacara magis untuk menolak bala.

Kemudian, ketika Hindu-Buddha masuk ke Jawa (sekitar abad ke-4 M), ilmu slamet dianggap mendapat warna baru berupa simbolisme kosmis, dewa-dewa, dan konsep karma. Tradisi keagamaan bercampur dengan kepercayaan lokal, melahirkan bentuk sinkretik yang unik.

Islam Sebagai Pendatang Belakangan

Dalam pandangan kolonial, Islam baru masuk sekitar abad ke-13/14 melalui pedagang Gujarat. Islam dianggap tidak terlalu dalam berakar, karena masyarakat Jawa sudah memiliki “keyakinan asli” animistis-Hindu-Buddha. Akibatnya, tradisi seperti slametan atau tirakat sering dilabeli sebagai “Islam abangan”, yaitu Islam yang bercampur dengan kepercayaan lama.

Kritik atas Pandangan Ini

Walau populer di buku-buku sejarah kolonial, pandangan ini melemahkan identitas Nusantara. Dengan narasi animisme-dinamisme, orang Jawa dianggap tidak punya peradaban monoteistik yang kuat. Islam diposisikan hanya sebagai “kulit luar”, bukan inti budaya Jawa.

Pandangan Ki Agus Sunyoto: Akar Tauhid dalam Ilmu Slamet

Berbeda dengan narasi kolonial, almarhum Ki Agus Sunyoto melalui karyanya Atlas Wali Songo menegaskan bahwa masyarakat Nusantara sejak awal sudah memiliki tradisi tauhid.

Islamisasi Sebagai Kelanjutan, Bukan Gangguan

Menurut Ki Agus Sunyoto:

  • Islam datang bukan sebagai agama asing, melainkan penyempurna tradisi monoteisme yang telah ada.
  • Jejak monoteisme dapat ditemukan dalam naskah kuno, prasasti, hingga istilah lokal yang menunjuk pada Tuhan Yang Esa.
  • Tradisi slamet bukan warisan animisme, melainkan cara masyarakat Jawa mengungkapkan doa dan syukur kepada Tuhan dalam bahasa budaya mereka.

Wali Songo dan Transformasi Ilmu Slamet

Wali Songo memanfaatkan tradisi slametan, tirakat, dan simbol lokal sebagai media dakwah. Namun, esensi yang ditanamkan adalah tauhid Islam. Misalnya:

  • Slametan diisi dengan doa-doa Islam, tahlil, dan shalawat.
  • Tirakat berupa puasa Senin-Kamis atau mutih dipadukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.
  • Wayang, gamelan, dan tembang dijadikan sarana untuk menyampaikan nilai dakwah.

Dengan cara ini, ilmu slamet bukanlah residu kepercayaan kuno, tetapi produk Islamisasi yang kreatif dan akulturatif.

Ilmu Slamet dalam Praktik Sehari-hari

Baik dalam pandangan kolonial maupun Ki Agus Sunyoto, fakta lapangan menunjukkan ilmu slamet masih hidup hingga kini. Beberapa contoh nyata:

  1. Slametan Kelahiran → doa bersama keluarga besar ketika bayi lahir, sebagai ungkapan syukur sekaligus memohon perlindungan.
  2. Pindahan Rumah → mengundang tetangga untuk doa bersama agar rumah baru diberkahi dan dijauhkan dari gangguan.
  3. Kenduri Panen → syukuran bersama petani agar hasil bumi berkah dan tidak mendatangkan bencana.
  4. Ruwatan → doa bersama untuk anak tunggal (ontang-anting) atau keluarga yang dianggap rawan gangguan, dengan tujuan mendapatkan keselamatan.
  5. Tirakat → laku prihatin, seperti puasa atau tapa, yang diyakini memberi kekuatan batin dan mendekatkan diri pada Tuhan.

Praktik-praktik ini menjadi jembatan antara nilai spiritual dan kehidupan sosial. Selain untuk memohon keselamatan, ia juga memperkuat rasa persaudaraan, gotong royong, dan solidaritas masyarakat.

Relevansi Ilmu Slamet di Era Modern

Di tengah modernisasi dan globalisasi, ilmu slamet tetap relevan karena menyentuh kebutuhan dasar manusia: rasa aman, tenteram, dan terhubung dengan Tuhan.

  • Bagi kesehatan mental → doa bersama, slametan, dan kebersamaan sosial membantu meredakan kecemasan.
  • Bagi identitas budaya → tradisi slamet menjadi penanda bahwa masyarakat Jawa memiliki kearifan lokal yang kuat.
  • Bagi spiritualitas Islam → ilmu slamet adalah cara unik masyarakat Jawa untuk menjalankan ajaran Islam secara kontekstual, tanpa kehilangan nilai universal tauhid.

Kesimpulan

Ilmu slamet dalam budaya Jawa bukanlah sekadar praktik ritual, melainkan filsafat hidup untuk mencapai keselamatan lahir batin. Perdebatan tentang asal-usulnya melahirkan dua pandangan besar:

  1. Versi kolonial Belanda → menganggap ilmu slamet sebagai sisa animisme-dinamisme dan pengaruh Hindu-Buddha, sedangkan Islam hanya datang belakangan.
  2. Versi Ki Agus Sunyoto → menegaskan bahwa ilmu slamet berakar pada tauhid dan Islamisasi adalah kelanjutan dari tradisi monoteisme Nusantara.

Di tengah perbedaan ini, yang jelas ilmu slamet telah menjadi identitas kultural Jawa yang sarat nilai sosial, spiritual, dan etis. Bagi generasi kini, memahami ilmu slamet berarti menjaga warisan leluhur sekaligus memperkuat keimanan, karena inti dari slamet adalah kedekatan dengan Tuhan Yang Maha Esa.[]

Bacaan Lebih Lanjut

  • Sunyoto, Agus. Atlas Wali Songo. Mizan, 2012.
  • Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Balai Pustaka, 1984.
  • Geertz, Clifford. The Religion of Java. University of Chicago Press, 1960.
  • Mulder, Niels. Mistisisme Jawa. Kanisius, 1984.
  • Simuh. Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa. Bentang, 1996.

 

Arif Mulyadi

Arif Mulyadi

Related Posts

Puasa Mutih dan Tradisi Tirakat dalam Budaya Nusantara
Islam Nusantara

Puasa Mutih dan Tradisi Tirakat dalam Budaya Nusantara

September 1, 2025

Pendahuluan Budaya Nusantara memiliki kekayaan spiritual yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi tersebut lahir dari perpaduan antara kepercayaan lokal,...

Kiai Saleh Darat: Ulama Visioner, Guru Para Kiai, dan Inspirasi RA Kartini
Islam Nusantara

Kiai Saleh Darat: Ulama Visioner, Guru Para Kiai, dan Inspirasi RA Kartini

August 28, 2025

Pendahuluan Sejarah Islam di Jawa tidak bisa dilepaskan dari peran para ulama yang tidak hanya berdakwah, tetapi juga membangun basis...

Karawitan Jawa: Nada-Nada Abadi Penjaga Jiwa dan Budaya
Kebudayan

Karawitan Jawa: Nada-Nada Abadi Penjaga Jiwa dan Budaya

August 26, 2025

  Di tengah derasnya arus musik digital dan tren global, karawitan Jawa hadir sebagai suara yang lembut, menenangkan, dan penuh...

Epistemologi Rasa: Membandingkan Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram dan KPPH Mustopa dalam Tradisi Jawa dan Sunda
Islam Nusantara

Epistemologi Rasa: Membandingkan Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram dan KPPH Mustopa dalam Tradisi Jawa dan Sunda

August 25, 2025

Pendahuluan Indonesia memiliki kekayaan intelektual dan budaya yang lahir dari para pujangga, ulama, dan budayawan yang tidak hanya berkarya dalam...

Bagaimana Kebudayaan Berkembang? Perspektif Filsafat Muhammad Taqi Ja‘fari
Kebudayan

Bagaimana Kebudayaan Berkembang? Perspektif Filsafat Muhammad Taqi Ja‘fari

August 22, 2025

Pendahuluan Kata kebudayaan mungkin terdengar akrab di telinga kita, apalagi di era globalisasi dan media sosial yang begitu cepat membentuk...

Tirakat dalam Budaya Jawa: Pendekatan Filsafat Perennial
Islam Nusantara

Tirakat dalam Budaya Jawa: Pendekatan Filsafat Perennial

August 20, 2025

Pendahuluan Budaya Jawa dikenal kaya dengan simbol, laku spiritual, dan filosofi hidup yang sarat makna. Salah satu aspek penting dari...

Next Post
RASULULLAH YANG AGUNG ADALAH MADRASAH AKHLAK

RASULULLAH YANG AGUNG ADALAH MADRASAH AKHLAK

ALQURAN DAN KEBOLEHAN BERZIARAH KE MAKAM KAUM MUKMIN

ALQURAN DAN KEBOLEHAN BERZIARAH KE MAKAM KAUM MUKMIN

Kelas Tafsir Maudhu’i ICC Jakarta: Syaikh Mohammad Sharifani Menjelaskan Lingkup Keikhlasan dalam Al-Qur’an

Kelas Tafsir Maudhu’i ICC Jakarta: Syaikh Mohammad Sharifani Menjelaskan Lingkup Keikhlasan dalam Al-Qur’an

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

ICC Jakarta

Jl. Hj. Tutty Alawiyah No. 35, RT.1/RW.7, Pejaten Barat.
Pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12510

Telepon: (021) 7996767
Email: iccjakarta59@gmail.com

Term & Condition

Agenda

[tribe_events_list]

HUBUNGI KAMI

Facebook
Telegram

Jadwal Salat Hari Ini

sumber : falak-abi.id
  • Lintang: -6.1756556° Bujur: 106.8405838°
    Elevasi: 10.22 mdpl
Senin, 26 Desember 2022
Fajr04:23:34   WIB
Sunrise05:38:32   WIB
Dhuhr11:53:01   WIB
Sunset18:07:31   WIB
Maghrib18:23:39   WIB
Midnight23:15:32   WIB
  • Menurut Imam Ali Khamenei, diharuskan berhati-hati dalam hal waktu salat Subuh (tidak berlaku untuk puasa) dengan menambah 6-7 menit setelah waktu diatas

© 2022 ICC - Jakarta

No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sambutan direktur
    • Sejarah Berdiri
  • Kegiatan
    • Berita
    • Galeri
  • Artikel
    • Akhlak
    • Alquran
    • Arsip
    • Dunia Islam
    • Kebudayan
    • Pesan Wali Faqih
    • Press Release
    • Sejarah
  • Hubungi kami

© 2022 ICC - Jakarta

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist