Kelas Tafsir Al-Qur’an Maudhu’i ICC Jakarta kembali diselenggarakan pada Kamis malam, 28 Agustus 2025, bertepatan dengan malam Jumat, bertempat di Aula ICC Jakarta. Kajian rutin ini dimulai pukul 19.00 WIB setelah doa Kumail, dengan menghadirkan Syaikh Mohammad Sharifani, Direktur ICC Jakarta, sebagai penutur utama, sementara penerjemahan disampaikan oleh Ustaz Hafidh Alkaf.
Dalam pembahasan kali ini, Syaikh Mohammad Sharifani menekankan pentingnya keikhlasan dalam amal ibadah dan kehidupan sehari-hari, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an. Beliau memulai kajian dengan menyinggung firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 99: “Di antara orang-orang Arab Badui ada yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Dia memandang apa yang diinfakkannya (di jalan Allah) sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan untuk memperoleh doa-doa Rasul.” Menurut beliau, ayat ini menunjukkan bahwa iman yang benar akan membawa seseorang kepada keikhlasan dalam beramal, yakni meniatkan segalanya hanya karena Allah SWT.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa untuk mencapai keikhlasan, seorang mukmin harus memiliki perhatian yang mendalam terhadap sifat Allah SWT sebagai Rabb, yakni pemelihara dan pengatur kehidupan manusia. Kesadaran akan peran Allah sebagai Rabb melahirkan sikap tunduk dan hormat, sebagaimana hubungan seorang anak dengan ayahnya yang penuh kendali dan kasih. Dari sinilah tumbuh keikhlasan yang sejati.
Menguatkan penjelasan ini, Syaikh Mohammad Sharifani merujuk pada surah Al-Insan ayat 8–10. Pada ayat ke-10 Allah berfirman: “Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari ketika orang-orang berwajah masam penuh kesulitan.” Menurut beliau, rasa takut kepada Tuhan menjadikan orang beriman terdorong untuk ikhlas. Ayat berikutnya menggambarkan praktik nyata keikhlasan, yaitu memberi makanan yang dicintai kepada fakir miskin, anak yatim, dan tawanan, seraya menegaskan: “Kami memberi makanan kepadamu hanya demi ridha Allah. Kami tidak mengharap balasan dan terima kasih darimu.” Syaikh Sharifani menekankan bahwa dari ayat ini terlihat tanda keikhlasan, yaitu tidak mengharapkan balasan ataupun ucapan terima kasih.
Beliau kemudian menyebut bahwa salah satu cara menjaga keikhlasan adalah dengan menambatkan seluruh harapan hanya kepada Allah SWT, bukan kepada makhluk. Banyak manusia seringkali berharap pada sesama seakan-akan mereka yang mampu menyelesaikan masalah, padahal harapan itu seharusnya hanya diarahkan kepada Allah. Hal ini ditegaskan dalam surah Al-Kahf ayat 110 yang memerintahkan agar amal saleh dilakukan dengan ikhlas tanpa menyekutukan Allah.
Selain itu, keikhlasan erat kaitannya dengan kesadaran akan hari kebangkitan, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-A’raf ayat 29: “Hadapkanlah wajahmu di setiap masjid dan berdoalah kepada-Nya dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya. Kamu akan kembali kepada-Nya sebagaimana Dia menciptakanmu pada permulaan.” Menurut beliau, kesadaran bahwa manusia akan dibangkitkan dan mempertanggungjawabkan amalnya membuat seorang mukmin berhati-hati dan tulus dalam beribadah.
Syaikh Mohammad Sharifani juga menegaskan bahwa taubat adalah jalan penting menuju keikhlasan. Dalam surah An-Nisa ayat 146, Allah menjanjikan pahala besar bagi orang-orang yang bertobat, memperbaiki diri, berpegang teguh pada-Nya, dan mengikhlaskan agamanya hanya untuk Allah. Taubat berarti kembali kepada Allah, memperbaiki kesalahan, dan berusaha teguh di jalan-Nya, yang pada akhirnya melahirkan keikhlasan.
Lebih jauh, beliau mengutip surah Luqman ayat 32 untuk menggambarkan kondisi manusia yang tiba-tiba ikhlas saat menghadapi bahaya besar, ketika mereka hanya menyeru kepada Allah. Namun sayangnya, sebagian kembali lalai setelah diselamatkan. Dari sini jelas bahwa ujian dan kesempitan seringkali menjadi jalan bagi tumbuhnya keikhlasan.
Syaikh Sharifani juga menjelaskan bahwa Allah SWT menjanjikan rasa aman dan keteguhan agama bagi hamba-hamba yang beriman dan beramal saleh dengan ikhlas, sebagaimana disebut dalam surah An-Nur ayat 55. Janji Allah ini mengisyaratkan bahwa pada akhirnya kebenaran dan orang-orang beriman akan menang, sementara kebatilan akan musnah.
Selain itu, dalam surah An-Naml ayat 62 Allah menegaskan bahwa hanya Dia yang mampu mengabulkan doa orang yang berada dalam kesulitan, menghilangkan penderitaan, dan menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Menurut beliau, ini adalah pengingat bahwa keikhlasan lahir ketika manusia menyadari kelemahannya di hadapan Allah semata.
Mengenai manfaat keikhlasan, beliau menekankan beberapa hal penting. Pertama, keikhlasan memberikan nilai hakiki bagi amal perbuatan. Tanpa niat tulus karena Allah, amal hanya menghasilkan keuntungan duniawi yang fana. Hal ini tergambar dalam surah Al-Baqarah ayat 138 yang menyebut “sibghah Allah” sebagai corak ilahi yang memberi makna kekal pada amal. Kedua, keikhlasan menghadirkan ketenangan batin karena amal diterima Allah, sebagaimana ditegaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 112 bahwa orang yang menyerahkan diri kepada Allah akan mendapat pahala, bebas dari rasa takut dan kesedihan. Ketiga, orang yang beramal dengan ikhlas akan memperoleh kemantapan hati, sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 265 dengan perumpamaan kebun subur yang berlipat ganda hasilnya karena curahan hujan.
Syaikh Mohammad Sharifani juga menyinggung surah Al-Fath ayat 18 yang menceritakan baiat kaum Muslimin di Hudaibiyah, saat Allah meridai mereka karena keikhlasan hati mereka dalam mengikuti Rasulullah meskipun berada dalam kondisi sulit. Dari ayat ini dipahami bahwa keridaan Allah adalah salah satu buah keikhlasan. Manfaat berikutnya, orang yang ikhlas akan mendapat cahaya dan petunjuk Allah, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Ma’idah ayat 16: “Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya, mengeluarkannya dari kegelapan menuju cahaya, dan menunjukkannya ke jalan yang lurus.”
Kelas Tafsir Al-Qur’an Maudhu’i ICC Jakarta akan kembali diselenggarakan pada Kamis malam berikutnya di Aula ICC Jakarta, rutin setelah doa Kumail, bersama Syaikh Mohammad Sharifani. Jamaah diundang untuk hadir kembali dan melanjutkan pendalaman makna Al-Qur’an bersama beliau.