Pendahuluan
Di era modern yang serba cepat, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan: persaingan ekonomi, tekanan sosial, hingga pengaruh media digital yang sering menimbulkan perilaku negatif seperti mengumpat, mencela, atau terobsesi dengan kekayaan. Fenomena ini tidak hanya menimbulkan kerusakan moral, tetapi juga berkaitan erat dengan isu kesehatan mental yang semakin banyak dibicarakan belakangan ini.
Melalui Surah al-Humazah, Alquran, memberikan peringatan keras bagi orang-orang yang suka mengumpat, mencela, dan menumpuk harta secara serakah. Peringatan ini ternyata sangat relevan jika dikaitkan dengan kondisi kejiwaan manusia modern. Artikel ini akan membahas Surah al-Humazah, makna yang terkandung di dalamnya, sekaligus mengaitkannya dengan problem kesehatan mental serta bagaimana Islam memberi solusi menyeluruh.
Isi Surah al-Humazah: Peringatan Bagi Pengumpat dan Pencela
Surah al-Humazah dibuka dengan ayat tegas: Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela. (QS. al-Humazah [104]: 1)
Ayat ini menegaskan bahwa perilaku suka mencela, merendahkan, dan mengumpat orang lain bukanlah sekadar kesalahan kecil. Dalam pandangan Islam, perilaku tersebut merupakan perbuatan tercela yang dapat merusak diri sendiri sekaligus masyarakat.
Orang yang senang mengumpat biasanya merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Ia mendapatkan “kepuasan” batin semu dengan menjatuhkan martabat orang lain. Namun, kepuasan itu hanyalah ilusi yang pada akhirnya menghancurkan dirinya sendiri. Dalam psikologi modern, ini dapat dikaitkan dengan kondisi mental yang tidak sehat: seseorang menutupi rasa rendah dirinya dengan menyerang orang lain.
Obsesi pada Harta dan Ilusi Keabadian
Ayat berikutnya menyinggung orang yang sibuk menumpuk harta:
Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. (QS. al-Humazah [104]: 2–3)
Islam tidak melarang manusia menjadi kaya. Bahkan, harta bisa menjadi sarana kebaikan jika digunakan untuk menolong sesama. Namun, Surah al-Humazah menegaskan bahaya bagi mereka yang terobsesi secara berlebihan pada kekayaan hingga melupakan hak-hak orang lain.
Secara psikologis, obsesi pada harta ini menimbulkan kecemasan (anxiety), rasa tidak pernah cukup (never enough syndrome), bahkan depresi ketika kehilangan harta atau gagal mencapainya. Banyak orang terjebak dalam gaya hidup konsumtif karena ingin mendapat pengakuan sosial, padahal hal itu justru menimbulkan tekanan mental yang besar.
Harta, pada akhirnya, tidak bisa menyelamatkan manusia dari hal yang paling pasti: kematian. Sebanyak apa pun kekayaan yang dikumpulkan, ia tidak mampu membeli umur panjang, ketenangan batin, atau kebahagiaan sejati.
Hukuman Bagi Mereka yang Lalai
Allah lalu menjelaskan balasan bagi orang-orang yang berperilaku demikian: Sekali-kali tidak, pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Huthamah. Dan tahukah kamu apakah (neraka) Huthamah itu? (Yaitu) api (azab) Allah yang dinyalakan, yang membakar sampai ke hati. (QS. al-Humazah [104]: 4–7)
Ayat ini menggambarkan betapa kerasnya hukuman bagi mereka yang menutup hati terhadap penderitaan orang lain dan hidup dalam kesombongan serta ketamakan. Api Huthamah disebut membakar “sampai ke hati”, menandakan bahwa siksaan itu bukan hanya fisik, melainkan juga spiritual dan emosional.
Dalam konteks kesehatan mental, ayat ini dapat dimaknai bahwa perbuatan buruk tidak hanya merusak hubungan sosial, tetapi juga merusak batin. Hati yang keras membuat seseorang sulit merasakan empati, sulit bahagia, dan pada akhirnya terjebak dalam kesengsaraan batin yang dalam.
Relevansi Surah al-Humazah dengan Kesehatan Mental
- Mengumpat dan Mencela: Dampak pada Korban
Mengumpat dan mencela adalah bentuk kekerasan verbal yang bisa merusak kesehatan mental korban. Orang yang sering mendapat hinaan cenderung mengalami:
- Rasa rendah diri (low self-esteem).
- Stres berkepanjangan.
- Kecemasan sosial, bahkan takut bersosialisasi.
- Depresi yang bisa berujung pada tindakan ekstrem.
Fenomena perundungan (bullying) di sekolah maupun media sosial adalah contoh nyata bagaimana “humazah” merusak generasi muda.
- Bagi Pelaku: Racun Mental yang Menggerogoti
Pelaku yang terbiasa mengumpat sebenarnya juga sedang menyakiti dirinya sendiri. Kebiasaan negatif ini menumbuhkan kebencian, memperburuk emosi, dan menjadikan hati kotor. Dalam jangka panjang, hal ini menimbulkan:
- Tingkat stres tinggi.
- Rasa gelisah karena selalu membandingkan diri dengan orang lain.
- Hubungan sosial yang rusak.
- Obsesi Harta dan Gangguan Mental
Psikologi modern mengenal istilah money obsession disorder, yakni kondisi ketika seseorang sangat terobsesi pada kekayaan hingga kehilangan keseimbangan hidup. Hal ini sejalan dengan peringatan dalam Surah al-Humazah.
Dampaknya bisa berupa:
- Kelelahan mental karena terus bekerja tanpa jeda.
- Rasa iri dan dengki saat melihat orang lain lebih kaya.
- Kehilangan rasa syukur.
- Hati yang Keras dan Kehilangan Empati
Salah satu tanda kesehatan mental yang baik adalah kemampuan berempati. Sebaliknya, hati yang keras (seperti digambarkan dalam Surah al-Humazah) menjadikan seseorang sulit peduli. Kehilangan empati membuat seseorang terisolasi, kesepian, dan kehilangan makna hidup.
Media Sosial: Lahan Subur “Humazah” Zaman Modern
Jika dulu mengumpat dan mencela hanya terbatas di ruang sosial tertentu, kini media sosial memperluas jangkauannya. Komentar negatif, ujaran kebencian, body shaming, hingga fitnah tersebar dengan mudah.
Dampaknya sangat nyata pada kesehatan mental, terutama generasi muda. Riset psikologi menunjukkan bahwa remaja yang sering mendapat komentar negatif di media sosial lebih rentan depresi, cemas, bahkan bunuh diri.
Alquran dengan tegas sudah memperingatkan bahaya perilaku ini lebih dari 14 abad lalu. Islam sangat relevan dengan isu kesehatan mental modern, karena ia menekankan pentingnya menjaga lisan dan hati.
Perspektif Tafsir Syi’ah dan Kesehatan Mental
Selain tafsir Sunni klasik, tradisi tafsir Syi’ah juga memberi kontribusi berharga. Ali ibn Ibrahim al-Qummi dalam Tafsir al-Qummi menegaskan bahwa ayat tentang pengumpat tidak hanya soal lisan, melainkan juga sikap hati yang penuh kebencian. Kebencian inilah yang dalam psikologi modern dapat menimbulkan stres dan gangguan mental.
Sayyid Hashim al-Bahrani dalam Al-Burhan fi Tafsir al-Qur’an mengumpulkan riwayat Ahlulbait yang menyatakan bahwa mengumpat merusak jiwa pelaku sendiri. Ini selaras dengan teori psikologi bahwa perilaku mencela adalah mekanisme pertahanan diri yang tidak sehat.
Abdul Ali Aroussi Howayzi dalam Tafsir Nur al-Tsaqalayn menafsirkan “api yang membakar hingga ke hati” sebagai simbol hukuman bagi hati yang keras. Hati yang keras berarti kehilangan empati, yang dalam psikologi menjadi salah satu faktor pemicu keterasingan sosial dan depresi.
Sementara Sayyid Haydar Amuli dalam Al-Muhit al-A’zham menekankan aspek spiritual: manusia yang terjebak cinta dunia akan terbakar oleh api hawa nafsu sebelum api neraka sesungguhnya. Tafsir sufistik ini sejalan dengan terapi spiritual modern yang menekankan zikir, introspeksi, dan sedekah sebagai cara menenangkan batin.
Dengan demikian, tafsir Syi’ah menambah perspektif bahwa Surah al-Humazah tidak hanya bicara soal akhlak sosial, tetapi juga terapi kesehatan mental dan spiritual.
Solusi Islami: Menjaga Lisan dan Kesehatan Mental
- Zikir dan Kontrol Emosi
Zikir membantu menenangkan hati dan mengendalikan emosi. Orang yang dekat dengan Allah lebih mudah menahan amarah dan menghindari mengumpat.
- Sedekah dan Empati
Menggunakan harta untuk menolong orang lain bukan hanya ibadah, tetapi juga terapi jiwa. Memberi menumbuhkan hormon kebahagiaan (endorphin), menenangkan hati, dan meningkatkan kesehatan mental.
- Muhasabah Diri
Melakukan introspeksi setiap hari membantu kita menyadari kesalahan. Dengan muhasabah, seseorang bisa memperbaiki kebiasaan buruk seperti mencela atau terlalu terobsesi pada harta.
- Konseling dan Dukungan Sosial
Dalam konteks modern, Islam mendorong umatnya untuk saling menolong. Konseling, curhat sehat, atau dukungan komunitas adalah bagian dari ta’awun (tolong-menolong) yang juga sangat membantu kesehatan mental. Dalam Bahasa sekarang, support system.
Penutup
Surah al-Humazah bukan hanya teguran moral bagi manusia, tetapi juga pelajaran penting tentang kesehatan mental. Mengumpat, mencela, dan terobsesi dengan harta tidak hanya mengundang murka Allah, tetapi juga merusak jiwa, meruntuhkan hubungan sosial, dan menjerumuskan manusia ke dalam kesengsaraan batin.
Dengan tambahan perspektif dari tafsir Syi’ah, terlihat bahwa pesan Alquran ini mencakup dimensi sosial, spiritual, dan psikologis sekaligus. Dalam dunia yang penuh tekanan mental seperti saat ini, pesan Alquran semakin terasa relevan: menjaga lisan, menumbuhkan empati, dan menggunakan harta untuk kebaikan. Dengan cara ini, manusia tidak hanya terhindar dari kecelakaan di akhirat, tetapi juga meraih ketenangan jiwa di dunia.[]
Bacaan Lebih Lanjut:
Sumber Tafsir dan Literatur Islam
- Al-Qur’an al-Karim.
- Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir al-Maraghi. Kairo: Dar al-Fikr, 1974.
- Ibn Katsir, Ismail. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim. Beirut: Dar al-Fikr, 1992.
- Quraish Shihab, M. Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
- Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya’ ‘Ulumuddin. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005.
- Ali ibn Ibrahim al-Qummi. Tafsir al-Qummi. Qom: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1984.
- Hashim al-Bahrani. Al-Burhan fi Tafsir al-Qur’an. Beirut: Mu’assasat al-A’lami, 2006.
- Abdul Ali Aroussi Howayzi. Tafsir Nur al-Tsaqalayn. Qom: Mu’assasat al-Taba’ah, 2001.
- Sayyid Haydar Amuli. Al-Muhith al-A’zham. Tehran: Intisharat al-Majma‘ al-‘Ilmi, 1988.
Sumber Psikologi dan Kesehatan Mental
- American Psychological Association (APA). Stress in America: The State of Our Nation. Washington, DC: APA, 2019.
- Beck, Aaron T. Cognitive Therapy of Depression. New York: Guilford Press, 1979.
- World Health Organization (WHO). Mental Health: Strengthening Our Response. Geneva: WHO, 2022.
- Twenge, Jean M., et al. “Increases in Depression and Self-Harm Among U.S. Adolescents After 2012 and Links to Screen Time.” Journal of Abnormal Psychology, Vol. 128, No. 2 (2019): 119–133.
- Santrock, John W. Adolescence. New York: McGraw-Hill, 2018.