Khutbah Jumat di aula Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta kali ini disampaikan oleh Syaikh Mohammad Sharifani dan diterjemahkan oleh Ustaz Hafidh Alkaf. Dalam kesempatan tersebut, beliau mengawali khutbah dengan ucapan selamat atas peringatan kelahiran Rasulullah SAW dan Imam Ja‘far Shadiq AS, seraya berdoa agar Allah SWT memberikan taufik kepada kaum Muslimin untuk senantiasa berbuat kebaikan.
Syaikh Mohammad Sharifani melanjutkan tema yang telah dibahas dalam khutbah-khutbah sebelumnya mengenai kunci kesuksesan Rasulullah SAW dalam menjalankan misi dakwah. Beliau menjelaskan bahwa keberhasilan Rasulullah SAW berlandaskan pada dua hal pokok: program yang jelas serta metode yang tepat dalam melaksanakannya. Hingga khutbah sebelumnya, enam metode dakwah Rasulullah SAW telah dibahas, yakni kasih sayang, menjadikan Allah sebagai acuan, kelembutan perangai, daya tarik yang kuat, sifat pemaaf, serta memintakan ampunan bagi umatnya.
Dalam khutbah Jumat 5 September ini, Syaikh Mohammad Sharifani memfokuskan pembahasan pada metode ketujuh, yaitu musyawarah. Rasulullah SAW, kata beliau, senantiasa melibatkan para sahabat dalam musyawarah, dan hal itu menjadi teladan bagi umat. Menurut beliau, musyawarah sangat penting di tengah kehidupan yang penuh tantangan dan kerumitan. Beliau mengutip sabda Imam Ali AS yang mengatakan, “Tidak ada pendukung yang lebih kuat daripada musyawarah.”
Syaikh Mohammad Sharifani menekankan bahwa manusia terbagi menjadi dua kelompok: mereka yang bermusyawarah dan selamat dari hal-hal yang tidak diinginkan, serta mereka yang hanya mengandalkan pendapat pribadi hingga akhirnya binasa. Ia menjelaskan, meskipun seseorang memiliki akal sempurna, ia tetap hanya satu akal. Dengan musyawarah, berarti seseorang melibatkan akal-akal lain untuk memperkuat keputusan.
Beliau menyinggung Surah Asy-Syura ayat 38: walladzînastajâbû lirabbihim wa aqâmush-shalâta wa amruhum syûrâ bainahum wa mimmâ razaqnâhum yunfiqûn — yang artinya, “(Juga lebih baik dan lebih kekal bagi) orang-orang yang menerima seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka, serta mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” Menurut beliau, penyandingan musyawarah dengan ibadah salat menunjukkan kedudukannya yang sangat penting dalam kehidupan orang beriman.
Namun, musyawarah tidak bisa dilakukan dengan sembarang orang. Beliau menegaskan perlunya memilih mitra musyawarah yang bijak dan berakal sehat. Imam Ali AS bahkan menganjurkan untuk bermusyawarah dengan musuh yang berakal, karena tetap ada manfaat yang bisa diambil dari akalnya. Selain itu, orang yang dimintai pendapat harus berhati-hati dalam memberikan jawaban, meninjau segala sisi dengan cermat sebelum memberikan keputusan.
Dalam khutbahnya, Syaikh Mohammad Sharifani juga mengingatkan agar jangan pernah berkhianat dalam musyawarah. Menurut beliau, jika seseorang dimintai pandangan, maka wajib menjawab dengan benar tanpa menyesatkan. Beliau mengutip hadis Imam Ali AS yang menegaskan agar tidak bermusyawarah dengan orang kikir karena akan menakut-nakuti dengan kemiskinan, dengan orang penakut karena akan melemahkan tekad, dengan pembohong karena akan memutarbalikkan kenyataan, dan dengan orang yang tamak karena akan mendorong pada hal-hal yang dilarang Allah SWT. Sebaliknya, musyawarah harus dilakukan dengan orang yang takut kepada Allah, menjunjung tinggi akhlak, dan menjaga kehormatan dari perbuatan tercela.
Beliau juga mencontohkan musyawarah Rasulullah SAW bersama para sahabat sebelum Perang Uhud, serta musyawarah yang dilakukan Imam Ali AS menjelang Perang Shiffin. Di akhir khutbah pertama, beliau berdoa agar Allah SWT menjaga umat dari segala bentuk ketergelinciran dan senantiasa membimbing di jalan yang lurus.
Memasuki khutbah kedua, Syaikh Mohammad Sharifani kembali mengucapkan selamat atas peringatan milad Rasulullah SAW dan Imam Ja‘far Shadiq AS. Menurut beliau, kelahiran dua manusia agung ini membawa rahmat bagi seluruh umat manusia. Beliau berharap rahmat tersebut selalu tercurah kepada seluruh jamaah.
Beliau kemudian menyampaikan informasi mengenai kegiatan-kegiatan ICC pada pekan mendatang. Di antaranya, ICC akan mengadakan sejumlah acara memperingati kelahiran Rasulullah SAW dan Imam Ja‘far Shadiq AS, yang diharapkan dapat dihadiri para mukminin dan mukminat bersama keluarga, agar menjadi momentum kegembiraan sekaligus memperoleh siraman ruhani.
Selain itu, beliau mengingatkan tentang dua agenda mingguan ICC, yaitu salat Jumat yang memiliki keutamaan spiritual yang besar, serta kelas tafsir tartibi yang diselenggarakan setiap Jumat sore. Menurut beliau, kajian tafsir ini akan memberikan limpahan ilmu dan cahaya Al-Qur’an bagi para pesertanya.
Dalam penjelasannya, beliau menekankan bahwa untuk memperoleh petunjuk, Allah SWT telah mengutus banyak nabi dan menurunkan kitab-kitab suci. Namun, semua kitab sebelumnya mengalami penyimpangan sehingga Allah kemudian menurunkan Al-Qur’an melalui Rasulullah SAW sebagai kitab paling sempurna dan terjaga dari segala bentuk perubahan.
Beliau menutup khutbah dengan mengutip firman Allah dalam Surah an-Naml ayat 6: wa innaka latulaqqal-qur’âna mil ladun ḥakîmin ‘alîm — “Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) benar-benar telah diberi Al-Qur’an dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.” Juga firman Allah dalam Surah al-Muzzammil ayat 5: innâ sanulqî ‘alaika qaulan tsaqîlâ — “Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu.”