Pada hari Jumat, tanggal 25 Juli 2025, Syaikh Mohammad Sharifani dengan terjemahan Ustaz Chafid Al Kaf menyampaikan khutbah Jumat di Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta. Dalam khutbah yang sarat makna ini, beliau mengingatkan jamaah akan pentingnya memelihara takwa, meraih derajat hikmah, serta meneladani teladan cinta sejati kepada Ahlul Bait, khususnya melalui kisah Habib bin Muzhahir
Pada khutbah pertama, Syaikh Sharifani membuka dengan pujian dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, serta shalawat dan salam untuk junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga beliau yang suci. Beliau menasihati diri sendiri dan jamaah agar selalu bertakwa, sebab dengan takwa, rahmat Allah akan senantiasa menyertai baik di saat sendiri maupun di tengah masyarakat. Sebagai penguat, beliau mengutip ayat Al-Qur’an dari Surah At-Thalaq ayat 2–3, yang menegaskan bahwa siapa pun yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan membuka jalan keluar baginya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
Beliau kemudian mengingatkan bahwa beberapa khutbah sebelumnya telah membahas tiga tahap risalah Nabi Muhammad SAW, yakni membaca Al-Qur’an, mengajarkan kitab, dan menyucikan diri dengan kitab. Pada kesempatan ini, beliau mengajak jamaah untuk mendalami salah satu intisari risalah Rasulullah SAW, yaitu hikmah. Syaikh Sharifani membacakan ayat Ali ‘Imran ayat 48 yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW diutus untuk mengajarkan Kitab dan hikmah. Menurut beliau, hikmah adalah perkara yang agung, berada di atas ilmu semata, sebab ilmu bisa keliru dalam penerapannya, sedangkan hikmah menjaga kebenaran dari kekeliruan.
Dalam khutbahnya, Syaikh Sharifani menjelaskan bahwa banyak ayat Al-Qur’an yang menekankan pentingnya hikmah. Beliau membacakan Surah Luqman ayat 12, yang menunjukkan bahwa Luqman dianugerahi hikmah. Beliau juga mengutip Surah An-Nisa ayat 54, yang menyebut keluarga Ibrahim sebagai penerima Kitab dan hikmah, serta Surah Al-Baqarah ayat 269 yang menyatakan siapa yang diberi hikmah maka dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dari sini, jamaah diajak memahami bahwa hikmah bukan sekadar kepandaian intelektual, tetapi karunia besar yang menuntun hati untuk selalu benar.
Beliau mencontohkan makna hikmah melalui perbandingan ayat tentang qisas dalam Surah Al-Ma’idah ayat 45, yang menetapkan balasan setimpal atas kejahatan, dengan ayat Surah Al-Baqarah ayat 237 yang menyebut memaafkan lebih dekat kepada takwa. Dengan ini, beliau ingin menegaskan bahwa syariat membolehkan membalas setimpal, tetapi hikmah mengajarkan memaafkan sebagai jalan yang lebih utama. Inilah derajat tinggi yang diharapkan dapat dicapai oleh seorang mukmin.
Untuk mendekat pada maqam hikmah, beliau menjelaskan bahwa salah satu jalannya adalah dengan mencintai Ahlul Bait Rasulullah SAW. Dalam hadis, Rasulullah bersabda bahwa siapa yang ingin meraih hikmah hendaknya mencintai Ahlul Bait, sebab keluarga Nabi adalah keluarga hikmah. Rumah mereka disebutkan dalam Surah An-Nur ayat 36 sebagai rumah yang diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut di dalamnya nama Allah.
Selain itu, beliau menekankan pentingnya selalu dekat dengan Al-Qur’an, karena ayat-ayatnya telah dikokohkan dan bersumber dari Tuhan Yang Mahabijaksana. Surah An-Naml ayat 6 menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu dari Zat Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui. Oleh karena itu, semakin seorang hamba berinteraksi dengan Al-Qur’an, semakin besar peluangnya dianugerahi hikmah.
Beliau juga menyampaikan bahwa latihan diri atau riyadhah sesuai syariat menjadi kunci penting. Dalam hadis Qudsi, Rasulullah SAW mendengar Allah berfirman bahwa seorang hamba yang mengosongkan perutnya akan diberikan hikmah. Luqman pun pernah berkata bahwa dirinya mendapatkan hikmah dengan menjaga perkataan yang benar, menunaikan amanat, meninggalkan hal yang tidak bermanfaat, menahan pandangan dari hal haram, dan menjaga lisan dari ucapan yang mendatangkan murka Allah atau merusak kehormatan manusia. Beliau menegaskan bahwa salat di awal waktu dan puasa sunah juga termasuk bentuk riyadhah yang menumbuhkan hikmah dalam hati.
Di samping itu, beliau memperingatkan bahwa hikmah tidak akan hadir pada hati yang kotor. Ada beberapa hal yang menjadi penghalang tumbuhnya hikmah. Kesombongan adalah penghalang pertama. Imam Kazhim AS pernah berkata bahwa hikmah akan tumbuh subur di hati yang rendah hati tetapi tidak akan tumbuh di hati yang sombong. Kedua, banyak makan dan minum juga dapat merusak benih hikmah, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda bahwa hati akan menerima hikmah dalam keadaan perut kosong, tetapi tidak ketika penuh. Ketiga, amarah pun menjadi penghalang. Imam Shadiq AS menyatakan bahwa amarah memadamkan cahaya hati orang yang memiliki hikmah. Barang siapa tidak mampu mengendalikan amarahnya, maka dia tidak akan mampu menguasai akalnya.
Memasuki khutbah kedua, Syaikh Sharifani kembali memuji Allah dan bershalawat atas Nabi Muhammad SAW serta keluarganya yang suci. Beliau menegaskan kembali wasiat takwa, sebab takwa menentukan nasib manusia di dunia dan akhirat. Dalam kesempatan ini, beliau mengingatkan jamaah bahwa tidak lama lagi umat Islam akan memasuki bulan Safar, yang sering dikenal sebagai bulan bala atau musibah. Karena itu, beliau mengimbau jamaah untuk melaksanakan salat sunnah di awal bulan Safar dan memperbanyak sedekah agar terhindar dari berbagai mara bahaya.
Beliau juga mengingatkan bahwa di bulan Safar terdapat momen agung, yaitu Arba’in Imam Husain AS. Jutaan orang dari berbagai penjuru dunia datang berziarah ke Karbala untuk mengenang pengorbanan cucu Rasulullah SAW. Beliau mendoakan semoga jamaah diberikan taufik oleh Allah SWT untuk dapat memperingati Arba’in dan menyebutkan bahwa pada khutbah Jumat mendatang, beliau akan membahas keutamaan ziarah Imam Husain AS.
Menjelang penutup khutbahnya, Syaikh Sharifani menuturkan kisah Habib bin Muzhahir, sahabat setia Imam Husain AS. Habib bin Muzhahir adalah sahabat yang begitu mencintai Imam Husain AS sejak muda. Dikisahkan, ketika Habib masih berusia dua puluhan tahun dan Imam Husain AS masih remaja, Habib begitu rindu dan enggan berpisah dengannya. Ayah Habib, Muzhahir, pun bertanya kepadanya, “Mengapa engkau selalu mengikuti Husain?” Habib menjawab, “Aku tenggelam dalam cintaku kepada Husain.”
Sang ayah kemudian bertanya lagi, “Apakah engkau punya permintaan?” Habib pun meminta ayahnya untuk mengundang Imam Husain AS datang ke rumah mereka. Muzhahir lalu mendatangi Amirul Mukminin Imam Ali AS untuk menyampaikan niat itu.
Hari yang dinanti tiba. Ketika Imam Ali AS datang bersama Imam Husain AS, Habib naik ke atas loteng rumahnya, menanti dengan hati bergetar penuh kerinduan. Ketika dari kejauhan tampak sosok Amirul Mukminin Imam Ali AS dan Imam Husain AS mendekat ke rumah mereka, Habib begitu gembira dan bergegas turun dari loteng. Namun takdir berkata lain, kakinya tergelincir, ia terjatuh, dan wafat seketika.
Sang ayah menyembunyikan jasad Habib di salah satu ruangan rumahnya. Ketika Amirul Mukminin masuk, beliau berharap Habib yang akan menyambutnya. Namun yang keluar justru Muzhahir, sang ayah. Amirul Mukminin bertanya, “Di mana Habib? Bukankah ia sangat mencintai Husain?”
Muzhahir menjawab, “Habib sedang ada urusan di luar rumah.” Sampai tiga kali Amirul Mukminin bertanya, jawaban Muzhahir tetap sama. Pada akhirnya, sang ayah tak sanggup lagi menutupi. Ia pun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
Amirul Mukminin meminta jasad Habib dihadapkan kepadanya. Beliau berkata kepada Imam Husain AS, “Habib mengalami hal ini karena cintanya yang begitu besar kepadamu. Doakan dia.” Imam Husain AS pun menengadahkan tangan dan berdoa, “Ya Allah, demi cintanya kepadaku dan cintaku kepadanya, hidupkanlah dia kembali.” Maka Allah SWT menghidupkan Habib bin Muzhahir kembali.
Amirul Mukminin berkata kepada Habib, “Wahai Habib, karena cintamu yang begitu dalam kepada Husain, engkau kembali hidup. Engkau kelak akan membela Husain di Karbala dan engkau juga akan mendapatkan kehormatan mencatat nama semua orang yang berziarah ke pusara Husainku.”
Menutup khutbahnya, Syaikh Sharifani mengingatkan jamaah bahwa siapa pun yang ingin kelak tercatat sebagai peziarah Imam Husain AS hendaknya mengenal Habib bin Muzhahir dan meneladani kecintaan serta pengorbanannya.