Khutbah Jumat pada 10 Oktober 2025 di aula Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta disampaikan oleh Syaikh Mohammad Sharifani, Direktur ICC, dan diterjemahkan oleh Ustaz Hafidh Alkaf. Dalam khutbah kali ini, Syaikh Mohammad Sharifani melanjutkan pembahasan mengenai keagungan Al-Qur’an, sebagai kelanjutan dari seri pembahasan sebelumnya tentang kunci keberhasilan Rasulullah SAW dalam menjalankan misi dakwah.
Beliau menjelaskan bahwa selama kurang lebih empat bulan terakhir, khutbah Jumat di ICC berfokus pada dua ayat utama yang menjadi fondasi dakwah Rasulullah SAW. Ayat pertama adalah Surah Al-Jumu‘ah ayat 2, yang menjelaskan program dakwah beliau:
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan hikmah. Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Ayat kedua adalah Surah Ali ‘Imran ayat 159, yang memuat sepuluh metode dakwah Rasulullah SAW, mulai dari kasih sayang, kelembutan, hingga keteguhan hati dan kejujuran. Setelah rangkaian panjang pembahasan tersebut, beliau menyampaikan bahwa tema khutbah selanjutnya akan mengangkat kunci kebahagiaan dalam perspektif Al-Qur’an, agar forum Jumat ini menjadi majelis ilmu yang Qurani dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.
Pada khutbah kali ini, beliau membuka dengan Surah Al-Isra’ ayat 88, yang menunjukkan tantangan Allah SWT kepada seluruh makhluk untuk menandingi Al-Qur’an:
“Katakanlah, sungguh jika manusia dan jin berkumpul untuk mendatangkan yang serupa dengan Al-Qur’an ini, mereka tidak akan dapat mendatangkannya, sekalipun sebagian mereka saling membantu.”
Syaikh Mohammad Sharifani menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan kemukjizatan Al-Qur’an yang tak tertandingi sepanjang sejarah. Beliau menuturkan kisah tiga penyair Arab ahli sastra yang sepakat meneliti Al-Qur’an untuk mencari kekurangannya. Setelah berpencar selama satu tahun, mereka akhirnya kembali dengan kekaguman, karena tak menemukan cela sedikit pun. Imam Ja‘far Shadiq AS yang mengetahui peristiwa itu menegaskan ayat tersebut sebagai bukti bahwa kemuliaan Al-Qur’an melampaui kemampuan manusia mana pun.
Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci universal yang ditujukan kepada seluruh umat manusia lintas zaman. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa’ ayat 136:
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah, Rasul-Nya (Nabi Muhammad), Kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, dan kitab yang Dia turunkan sebelumnya. Barang siapa kufur kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Akhir, sungguh ia telah tersesat jauh.”
Dan dalam Surah Al-An‘am ayat 19:
“Katakanlah (Muhammad): Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya? Katakanlah: Allah. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengan itu aku memperingatkan kamu dan siapa pun yang sampai kepadanya.”
Menurut beliau, beriman kepada Al-Qur’an sejajar dengan beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Beliau juga menjelaskan bahwa Al-Qur’an memiliki kekuatan takwini dan spiritual. Dalam Surah Ar-Ra‘d ayat 31, Allah berfirman:
“Sekiranya ada suatu bacaan (kitab) yang dengan itu gunung-gunung dapat digeserkan, bumi terbelah, atau orang mati dapat diajak berbicara, maka (itulah Al-Qur’an).”
Dan dalam Surah Al-Hasyr ayat 21:
“Seandainya Kami turunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, niscaya kamu akan melihatnya tunduk dan terpecah belah karena takut kepada Allah.”
Syaikh Mohammad Sharifani menjelaskan bahwa ayat-ayat ini menggambarkan betapa besar kekuatan spiritual Al-Qur’an — bukan hanya menggetarkan alam semesta, tetapi juga mampu melunakkan hati yang keras dan membangkitkan jiwa yang lalai.
Beliau menegaskan pula bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang sempurna dan bebas dari kesalahan. Sejarah mencatat jutaan karya dan ribuan penulis, dan semuanya mengakui adanya kekurangan dalam tulisan mereka. Beliau menuturkan kisah Allamah Thabathaba’i, penulis Tafsir Al-Mizan, yang ketika diberitahu seseorang bahwa ia menemukan 400 kesalahan dalam kitab tersebut, justru menjawab dengan tenang: “Ada lebih dari seribu kesalahan di dalamnya, hanya saja engkau belum menemukannya semua.”
Namun, lanjut beliau, tidak ada kekurangan sedikit pun dalam Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-An‘am ayat 115:
“Telah sempurna kalimat Tuhanmu (Al-Qur’an) dengan kebenaran dan keadilan. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Dari ayat ini, beliau menjelaskan empat poin penting: Al-Qur’an sempurna dan tidak memerlukan tambahan; ia mengandung kebenaran dan tidak bertentangan dengan kenyataan; ia bersifat adil dan tidak bertentangan dengan prinsip keadilan; serta tidak ada celah untuk revisi atau perubahan terhadap kalimat-kalimatnya.
Syaikh Mohammad Sharifani kemudian mengingatkan sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa pada hari kiamat ada tiga hal yang akan mengadu kepada Allah SWT: seorang alim yang hidup di tengah orang bodoh, masjid yang sepi dari jamaah, dan mushaf Al-Qur’an yang dibiarkan tidak dibaca. Rasulullah SAW juga telah memperingatkan bahwa di akhir zaman, fitnah dan kesulitan hanya bisa dihadapi dengan berpegang teguh pada kitab Allah yang mulia.
Dalam khutbah kedua, beliau menutup pembahasan tentang Al-Qur’an dengan menjelaskan enam kewajiban seorang mukmin terhadap Al-Qur’an. Pertama, membaca Al-Qur’an sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Muzzammil ayat 20:
“Maka bacalah (ayat) Al-Qur’an yang mudah bagimu.”
Kedua, melakukan tilawah — membaca sambil merenungi makna ayat-ayatnya. Rasulullah SAW bahkan pernah meminta Abdullah bin Mas‘ud membacakan Al-Qur’an untuk beliau dengarkan, menunjukkan bahwa mendengarkan bacaan dapat lebih menyentuh hati daripada membaca sendiri.
Ketiga, memahami dan mentadabburi isinya; keempat, menjaga kehormatan dan keutuhan Al-Qur’an baik secara fisik maupun maknawi; kelima, mengajarkan dan menyebarluaskannya kepada masyarakat; dan keenam, yang paling utama, mengamalkannya dalam kehidupan nyata.