Khutbah Jumat di aula Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta pada 3 Oktober 2025 disampaikan oleh Direktur ICC, Syaikh Mohammad Sharifani, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Ustaz Hafidh Alkaf. Dalam kesempatan ini, beliau menutup rangkaian panjang pembahasan mengenai Surah Ali Imran ayat 159 yang telah berlangsung selama sepuluh pekan, dan mulai membuka tema baru mengenai keutamaan dan keagungan Al-Qur’an.
Syaikh Mohammad Sharifani menjelaskan bahwa dalam ayat 159 Surah Ali Imran terdapat sepuluh aspek penting yang menjadi dasar metode dakwah Rasulullah SAW, mulai dari keluasan rahmat Allah SWT, kelembutan Rasulullah SAW dalam memperlakukan umat, larangan bersikap keras yang dapat membuat orang lari darinya, pentingnya memaafkan dan memintakan ampun untuk umat, perintah untuk bermusyawarah, keteguhan melaksanakan keputusan, perintah untuk bertawakal, hingga digambarkannya Rasulullah SAW sebagai pribadi yang jujur. Setelah sepuluh aspek tersebut selesai dibahas, beliau menyampaikan bahwa dalam satu hingga dua pekan ke depan kajian akan difokuskan pada keutamaan dan keagungan Al-Qur’an, dengan harapan jamaah dapat memberikan perhatian yang besar terhadap kitab suci ini.
Beliau menekankan bahwa di ICC telah disediakan kelas-kelas Al-Qur’an, baik setelah salat Jumat, di malam Jumat, maupun pada kesempatan lain, agar jamaah dapat lebih memahami makna dan nilai-nilai Al-Qur’an. Sebagaimana ditegaskan dalam Surah Al-An’am ayat 155: wa hâdzâ kitâbun anzalnâhu mubârakun fattabi‘ûhu wattaqû la‘allakum tur-ḥamûn — “(Al-Qur’an) ini adalah Kitab yang Kami turunkan lagi diberkahi. Maka, ikutilah dan bertakwalah agar kamu dirahmati.”
Untuk menggambarkan makna keberkahan, Syaikh Mohammad Sharifani menuturkan kisah Imam Ali AS yang menjual pakaian seharga 12 dinar. Dari uang itu, empat dinar diberikan kepada budaknya, empat dinar kepada fakir miskin, dan empat dinar digunakan untuk kepentingannya sendiri. Dengan satu pakaian, tiga maslahat dapat terpenuhi. Itulah yang dimaksud penuh keberkahan. Beliau juga mengutip pandangan mufasir besar, Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’i, yang menyebutkan bahwa dalam Al-Qur’an terdapat lebih dari satu juta hikmah yang bisa digali, menunjukkan betapa luasnya keberkahan kitab suci ini.
Selain penuh keberkahan, Al-Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh lapisan manusia. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 2 disebutkan: dzâlikal-kitâbu lâ raiba fîh, hudal lil-muttaqîn — “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya; ia merupakan petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” Namun pada ayat lain, Al-Qur’an juga disebut sebagai hudan lin-nâs — petunjuk bagi seluruh manusia, termasuk kalangan awam.
Beliau menuturkan kisah seorang ulama yang pernah berdiam tiga hari dalam perpustakaan hanya untuk merenungi satu ayat, yaitu Surah Al-Isra ayat 9: inna hâdzal-qur’âna yahdî lillatî hiya aqwamu wa yubasysyirul-mu’minînalladzîna ya‘malûnash-shâliḥâti anna lahum ajran kabîrâ — “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa bagi mereka ada pahala yang sangat besar.” Dari sini terlihat betapa dalamnya makna satu ayat, sementara umat manusia di era modern justru hidup dalam kebingungan karena jauh dari Al-Qur’an.
Aspek lain yang disoroti adalah kerahasiaan atau dimensi batiniah dalam Al-Qur’an. Beliau mengutip riwayat yang menyebutkan bahwa Al-Qur’an memiliki dimensi lahiriah dan batiniah, bahkan hingga 70 lapisan makna. Ketika seseorang memahami satu rahasia, maka rahasia lain akan terbuka. Hal ini ditegaskan dalam Surah Ali Imran ayat 7: wa mâ ya‘lamu ta’wîlahû illallâh, war-râsikhûna fil-‘ilmi yaqûlûna âmannâ bihî kullum min ‘indi rabbinâ, wa mâ yadzdzakkaru illâ ulul albâb — “Tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Orang-orang yang ilmunya mendalam berkata: ‘Kami beriman kepadanya, semuanya dari sisi Tuhan kami.’ Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali ulul albab.”
Pada khutbah kedua, Syaikh Mohammad Sharifani kembali menekankan makna keberkahan. Berkah, kata beliau, berarti kebaikan yang melimpah dan berbuah pada kebaikan lain. Beliau mencontohkan kitab Mafatihul Jinan karya Syaikh Abbas al-Qummi, sebuah kitab doa yang penuh keberkahan dan hampir selalu ditemukan di masjid-masjid Syiah, dibaca oleh jutaan orang di seluruh dunia, berbeda dengan banyak kitab lain yang hanya dibaca segelintir orang.
Beliau juga mengingatkan momen bersejarah rihlah Sayyidah Fatimah Maksumah AS ke Qum lebih dari seribu tahun lalu. Keberkahan kedatangan beliau membuahkan lahirnya ribuan ulama, puluhan ribu karya kitab, serta banyak dai yang menyeru pada kebenaran. Qum pun menjadi pusat ilmu agama. Banyak doa dikabulkan melalui wasilah ziarah kepada beliau, menunjukkan limpahan berkah yang diwariskan hingga hari ini.
Syaikh Mohammad Sharifani menutup khutbah dengan menuturkan kisah seorang Nasrani yang menderita penyakit berat. Orang itu bermimpi dua kali, pertama didatangi isyarat untuk berziarah ke makam Imam Musa al-Kazim AS, dan kedua bertemu dalam mimpi dengan Sayyidah Fatimah Maksumah AS yang mengingatkan petunjuk tersebut. Ia pun menziarahi makam Imam Musa al-Kazim AS, jatuh pingsan, dan setelah siuman mendapati dirinya sembuh total.
Beliau mendoakan semoga semua mukminin memperoleh syafaat dari Sayyidah Fatimah Maksumah AS, dan semoga dari berkah tersebut Allah SWT membebaskan rakyat Palestina dari cengkeraman zionis.