Pada Jumat, 15 Agustus 2025, Aula Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta menjadi saksi penyampaian khutbah Jumat yang sarat makna oleh Syaikh Mohammad Sharifani, dengan penerjemahan oleh Ustaz Hafidh Alkaf. Khutbah tersebut melanjutkan pembahasan seri “Kunci Kesuksesan Rasulullah SAW” yang telah dibahas pada pekan-pekan sebelumnya.
Syaikh Mohammad Sharifani mengawali khutbah dengan mengingatkan kembali bahwa pada khutbah pertama dalam seri ini telah diuraikan dua kunci besar kesuksesan Rasulullah SAW sebagai Nabi. Pertama, beliau memiliki program yang jelas dalam melaksanakan tugas tabligh, yang mencakup empat poin utama: tilawah (membacakan ayat-ayat Allah), mengajarkan kitab, melakukan tazkiyah atau penyucian jiwa umat, dan mengajarkan hikmah. Kedua, beliau memiliki metode yang efektif dalam menjalankan misi risalahnya.
Mengacu pada Surah Ali ‘Imran ayat 159, Syaikh Mohammad Sharifani menjelaskan bahwa ayat ini memuat sepuluh metode yang dijalankan Nabi, yang menjadi faktor keberhasilan dakwah beliau. Pada pekan lalu, metode pertama telah dibahas, yaitu fa bima rahmatim minallahi linta lahum — “Maka, berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka.” Menurut beliau, kasih sayang adalah bentuk cinta yang menjadi asas seluruh tindakan Rasulullah SAW.
Metode kedua yang dibahas pekan ini adalah menjadikan Allah SWT sebagai poros semua tindakan. Semua ucapan dan perbuatan Nabi selalu dikembalikan kepada Allah SWT. Syaikh Mohammad Sharifani menjelaskan bahwa dalam bahasa Arab, kata “min” pada frasa minallah menunjukkan asal, yang berarti seluruh gerak Nabi bersumber dari Allah. Contohnya, ketika orang Yahudi atau kafir Quraisy mengajukan pertanyaan, Nabi akan menjawab dengan mengembalikannya kepada Allah, sebagaimana tercermin dalam Surah Al-Kahfi ayat 23–24:
Wa la taqulanna lisyai’in inni fa’ilun dzalika ghada, illa ay yasya’allahu wadzkur rabbaka idza nasita wa qul ‘asa ay yahdiyani rabbi li aqraba min hadza rasyada
“Jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, ‘Aku pasti melakukan hal itu besok,’ kecuali dengan mengatakan, ‘Insyaallah.’ Ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa, dan katakanlah, ‘Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.’”
Rasulullah SAW, tegas beliau, menolak segala tawaran kedudukan dan harta dari kaum Quraisy jika harus meninggalkan misi dakwah. “Jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku untuk menghentikan perkara ini, aku tidak akan meninggalkannya,” demikian keteguhan beliau yang dijadikan teladan.
Metode ketiga adalah kepribadian lemah lembut Nabi, bukan sekadar sikap sesaat. Frasa linta lahum dalam ayat tersebut menunjukkan kelembutan yang melekat pada seluruh perilaku beliau. Rasulullah SAW selalu ceria, duduk bersahaja, makan dengan sederhana, dan menghindari sikap tergesa-gesa. Syaikh Mohammad Sharifani menyebut tiga bentuk kelembutan: kelembutan dalam tutur kata, hati yang penuh kasih, dan perilaku yang menenangkan. Bahkan dalam Al-Qur’an, hampir seluruh surah diawali dengan Bismillahirrahmanirrahim, yang menegaskan sifat kasih sayang Allah sebagai landasan.
Beliau menambahkan bahwa kelembutan ini juga diperintahkan Allah kepada Nabi Musa dan Nabi Harun ketika berdakwah kepada Firaun, sebagaimana dalam Surah Thaha ayat 44: “Fa qula lahu qaulan layyinan la’allahu yatadzakkaru au yakhsyā” — “Berkatalah kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia ingat atau takut.” Syaikh Mohammad Sharifani bahkan memuji karakter bangsa Indonesia yang ramah dan murah senyum, menyebutnya sebagai anugerah besar dari Allah SWT.
Metode keempat adalah daya tarik personal Nabi. Lanjutan ayat 159 Surah Ali ‘Imran menegaskan, “Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauh dari sekitarmu.” Rasulullah SAW adalah figur yang mudah didekati, didengar, dan diikuti, sehingga dalam waktu singkat banyak orang meninggalkan tradisi jahiliyah untuk memeluk Islam.
Menutup khutbah pertama, Syaikh Mohammad Sharifani menegaskan bahwa keberhasilan Nabi SAW bertumpu pada kombinasi program dakwah yang jelas dan metode yang efektif. Pada pekan depan, pembahasan akan dilanjutkan dengan metode-metode berikutnya dalam ayat tersebut.
Pada khutbah kedua, beliau menyampaikan tiga poin utama. Pertama, harapan agar khutbah Jumat di ICC mendapat perhatian lebih luas dan jamaah kian membludak. Kedua, apresiasi kepada jamaah yang hadir pada peringatan Arbain Imam Husain AS, baik di ICC maupun di tempat lain. Beliau juga mengundang jamaah hadir pada 28 Safar, peringatan wafatnya Rasulullah SAW, syahadah Imam Hasan AS, dan syahadah Imam Ali Ridha AS.
Ketiga, Syaikh Mohammad Sharifani menekankan pentingnya menyampaikan pesan Ahlulbait AS melalui berbagai cara, termasuk dalam bentuk syair. Rasulullah SAW memiliki penyair, dan para syuhada Karbala sering membacakan bait-bait syair menjelang gugur. Beliau mengumumkan bahwa ICC akan mengadakan “Malam Syair Arbain” pada Sabtu pukul 09.00–Dzuhur, dengan sepuluh peserta telah mendaftar.
Menutup khutbah, beliau mengingatkan keutamaan ziarah ke makam Imam Husain AS. Mengutip riwayat Imam Shadiq AS, beliau menyebut bahwa orang yang berziarah minimal sekali setahun akan mendapatkan status sebagai peziarah hingga setahun penuh, dan bila wafat dalam keadaan itu, Allah SWT sendiri yang mencabut nyawanya dengan penuh kasih.