Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta menyelenggarakan Majelis Duka Muharram 1447 H malam ketiga pada Sabtu, 28 Juni 2025. Acara ini dibuka dengan sambutan oleh Ustaz Arif Mulyadi, dilanjutkan dengan pembacaan tilawah oleh Ustaz Iqram Muzadi. Inti acara diisi dengan ceramah agama oleh Ustaz Abdullah Beik yang mengangkat tema urgensi menghidupkan kembali perjuangan Imam Husain a.s. melalui majelis-majelis duka.
Dalam pemaparannya, Ustaz Abdullah Beik menjelaskan bahwa memperingati peristiwa Karbala bukanlah tradisi buatan ulama, melainkan bagian dari tuntunan yang diwariskan langsung oleh para Imam Ahlul Bait a.s. Beliau merujuk pada tindakan para imam seperti Imam Ali Zainal Abidin a.s. dan Imam Muhammad Baqir a.s. yang secara aktif membangkitkan kesadaran umat tentang tragedi Karbala, termasuk melalui narasi dan pembacaan syair. Bahkan Imam Ridha a.s. disebutkan mengundang penyair untuk membacakan bait-bait duka tentang Imam Husain a.s., sebagai upaya menghidupkan nilai perjuangan.
Ustaz Abdullah Beik kemudian menyoroti doa-doa yang dianjurkan setelah membaca ziarah Asyura yang disertai permohonan agar mendapatkan syafaat Imam Husain a.s. Beliau menjelaskan bahwa syafaat dalam pandangan Ahlul Bait bukanlah harapan kosong, melainkan penyempurna amal yang dipenuhi syarat-syarat spiritual. Beliau menekankan bahwa keselamatan di akhirat tidak mungkin tercapai tanpa amal, dan syafaat hadir sebagai pelengkap amal itu. Syafaat juga dipahami sebagai proses penyempurnaan—bukan sekadar penghapusan dosa.
Selain itu, Ustaz Abdullah Beik menggarisbawahi pentingnya meneguhkan diri untuk tetap berada di jalan Imam Husain a.s. dan sahabat-sahabatnya. Beliau menjelaskan bahwa permohonan untuk bersama Imam Husain a.s. dan sahabat-sahabatnya bukan hanya dimaksudkan sebagai doa, tetapi juga sebagai pengingat untuk menjalani hidup dengan nilai-nilai yang sama. Beliau menyebut bahwa ada lebih dari dua ratus sifat luhur yang dapat dipetik dari peristiwa Karbala. Nilai-nilai seperti sabar, zuhud, dan qanaah harus dipahami secara mendalam agar tidak salah tafsir. Sebagai contoh, beliau mengangkat analisa Syahid Murtadha Muthahhari tentang kemunduran umat Islam yang salah dalam memahami konsep-konsep dasar seperti pasrah, zuhud, dan kesabaran.
Ceramah dilanjutkan dengan pembahasan tentang posisi para Imam sebagai teladan dalam perjuangan spiritual. Beliau menekankan bahwa kehidupan seorang pengikut Ahlul Bait a.s. dituntut untuk terus menaiki tangga kesempurnaan. Tidak boleh ada hari yang berlalu tanpa peningkatan ilmu. Ustaz Abdullah Beik juga menyinggung sebuah riwayat dari Imam Ja’far Shadiq a.s. yang menunjukkan standar tinggi yang dituntut dari para pengikut Ahlul Bait a.s. Dalam riwayat tersebut, Imam Ja’far Shadiq a.s. menyatakan bahwa tidak pantas seorang pengikut Ahlul Bait hidup dalam sebuah masyarakat yang besar, meski berjumlah seratus ribu orang, namun tidak menjadi yang paling baik di antara mereka.
Ustaz Abdullah Beik juga mengingatkan agar setiap pengikut Ahlul Bait menjaga kualitas amalnya. Menjadi bagian dari barisan Imam Husain a.s. harus dibuktikan dengan amal, konsistensi, dan kesiapan menghadapi rintangan. Umat diingatkan untuk tidak menyia-nyiakan malam-malam pertama bulan Muharram tanpa menghadiri majelis, karena majelis ini tidak hanya bernilai pahala, tetapi juga merupakan modal spiritual untuk menghadapi kehidupan dan tantangan besar sebagai pengikut Ahlul Bait.
Sebagai penutup ceramah, beliau membawa kisah Zuhair bin Qain yang semula enggan bergabung dengan Imam Husain a.s., tetapi kemudian berubah setelah didorong oleh istrinya untuk mendengar langsung seruan dari cucu Nabi Muhammad saw. Kisah tersebut menggambarkan proses batin dan pengorbanan besar untuk memilih keberpihakan yang benar. Zuhair akhirnya menjadi pelindung Imam Husain a.s. saat salat di Karbala.
Acara malam itu ditutup dengan pembacaan maktam oleh Jafar Hinduan dan Ahmad Almuhdor, lalu dilanjutkan doa yang dipimpin oleh Ustaz Dr. Umah Shahab.
