Oleh: Syekh Hasan Shaffar
Rasulullah saw memiliki pendekatan yang luar biasa dalam kepemimpinan, yang dibutuhkan oleh setiap pemimpin di setiap posisi kepemimpinan, seperti pemimpin kelompok, penguasa suatu bangsa, dan ayah dalam keluarganya. Lalu, bagaimana beliau mempraktikkan kepemimpinan dalam umat dan masyarakatnya?
Ada dua pendekatan menonjol yang diambil oleh seorang pemimpin untuk mendapatkan ketaatan dari orang-orang di sekitarnya, dan menjamin keharmonisan dan keselarasan mereka dengannya: pendekatan pemaksaan, dan pendekatan persuasi dan daya tarik.
Sebagai contoh, jika kita mengambil seorang ayah sebagai pemimpin dalam keluarganya, dia ingin anggota keluarganya taat kepadanya, dan perilaku mereka seperti yang dia inginkan dan anggap baik. Tapi bagaimana seorang ayah mencapai hal ini dalam keluarganya?
Dia bisa memilih pendekatan pemaksaan, karena posisinya yang berkuasa, sehingga dia memaksakan ketaatan dan kepatuhan pada pendekatannya. Atau dia bisa mengambil pendekatan daya tarik dan persuasi, dan mampu memotivasi serta mendorong mereka untuk melakukan apa yang dia inginkan. Begitu pula halnya dalam setiap bidang kepemimpinan.
Dengan mengkaji sejarah Rasulullah saw, menjadi jelas bahwa beliau memilih pendekatan kedua, yaitu pendekatan daya tarik dan persuasi, pendekatan kelembutan dan kelunakan. Ini adalah arahan dari Allah Swt, untuk memberikan pelajaran kepada setiap pemimpin, terutama yang berada dalam posisi memimpin umat dan posisi kekuasaan dan otoritas, bahwa ia tidak boleh mengandalkan kemampuan dan kekuatan dalam menjalankan kekuasaannya, melainkan lebih mengandalkan daya tarik dan dorongan.
Rasulullah saw menghadapi musuh-musuh di luar lingkaran Islam seperti orang Yahudi dan kaum musyrik, dan ada musuh-musuh di dalam lingkaran Islam, yaitu kaum munafik yang Alquran berbicara tentang mereka di banyak ayatnya, dan bahkan ada satu surah lengkap yang dinamai dengan nama mereka, yaitu surah (al-Munafiqun).
Orang-orang munafik adalah orang-orang yang hidup bersama kaum muslim, secara lahiriah mereka berafiliasi dengan agama Islam dan setia kepada Rasulullah saw, tetapi secara batiniah mereka memusuhi Islam dan Nabi saw. Mereka bukan minoritas, sebagian dari mereka munafik secara dangkal, yaitu orang-orang Badui, dan sebagian lagi terbiasa dan terlatih dalam kemunafikan, yaitu penduduk Madinah.
Allah Swt mengizinkan nabi-Nya untuk menghadapi kaum munafikin dengan perlakuan yang keras agar mereka jera, “Wahai Nabi! Berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”(1) Karena perintah dalam ayat ini tidak bersifat wajib, beliau saw memilih untuk memperlakukan mereka dengan kelembutan, bukan dengan kekerasan dan kekasaran, meskipun banyak penderitaan yang beliau alami dari mereka. Sejarah tidak pernah meriwayatkan satu pun insiden bahwa Rasulullah saw membunuh salah seorang dari mereka, atau memenjarakannya, atau menyiksanya, atau mengusirnya. Bahkan, mereka diizinkan untuk berpartisipasi dalam salat berjamaah bersama kaum muslim, dalam perang dan ekspedisi, dan mereka mengambil bagian dari rampasan perang. Tapi mengapa?
Pertama, karena Rasulullah saw menyadari bahwa pendekatan daya tarik, kelembutan, dan kasih sayang adalah pendekatan yang benar, dan itu adalah pendekatan ilahi yang penuh rahmat.
Kedua, untuk menjaga persatuan masyarakat dan umat. Ketika penindasan dan kekuatan digunakan terhadap seseorang dalam masyarakat, itu akan memperlebar celah di antara manusia, dan akan ada orang yang bersimpati dengan orang yang tertindas ini, baik ia berada di pihak yang benar maupun di pihak yang salah.
Ketiga, untuk menjaga reputasi Islam. Hal ini terlihat dari perkataan Rasulullah saw kepada beberapa sahabat ketika mereka menyarankan beliau untuk membunuh salah seorang munafik. Beliau saw berkata, “Biarkan dia, agar orang-orang tidak mengatakan bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya.”(2)
Catatan Kaki:
- al-Taubah [9]:73, hal.199.
- Situs Resmi Syekh Hasan al-Shaffar, Harian al-Dar Kuwait, 4/3/2011 M, No. 951.