Oleh: Syekh Hasan Jawahiri
Teks Syubhat (Tuduhan):
- Para pendukung hak-hak perempuan di media luar negeri menggambarkan perempuan sebagai sosok lucu yang membenci keluarga, membenci laki-laki, bahkan jijik terhadap hubungan seksual.
- Adapun media populer menggambarkan para aktivis perempuan sebagai orang yang merendahkan perempuan yang memilih menghabiskan waktunya untuk menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga.
- Karikatur Barat menggambarkan “perempuan muslimah yang memakai hijab” sebagai simbol aib.
- Karikatur Barat juga menggambarkan “perempuan muslimah yang memakai hijab” sebagai makhluk yang tertindas dan tidak memiliki cara untuk mengekspresikan diri dengan bebas.
- Barat memahami konsep qiwamah (kepemimpinan laki-laki atas istri) sebagai bentuk merendahkan perempuan dan menjadikannya sebagai alat lelucon serta objek pemuasan laki-laki.
Jawaban:
Pertama: Menjawab Poin Pertama (Tentang Pandangan Negatif terhadap Seksualitas Perempuan)
- Penelitian medis, psikologis, sosial, dan ilmiah telah membuktikan bahwa hasrat seksual adalah kebutuhan alami yang harus dipenuhi. Tidaklah benar untuk menekannya, dan tidak tepat pula menggambarkan orang yang berusaha memenuhinya sebagai orang sesat atau iblis.
Orang yang mencari pemenuhan kebutuhan seksualnya tidak bisa dianggap melakukan dosa besar atau bertindak kotor. Justru, ia sedang menyembuhkan dirinya dari depresi dan gangguan mental serius. Karena itu, banyak ajaran agama yang sangat mendorong pernikahan dan menjadikannya sebagai bagian penting dari agama. Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Maka bertakwalah kepada Allah dalam separuh yang lainnya.”
Psikolog terkenal, Eva Henriette Moon, menulis bahwa bahkan ketika suasana hati seseorang sedang buruk atau hubungan antara suami-istri sedang tidak harmonis, mereka tetap harus berusaha melakukan hubungan seksual karena hal itu dapat menciptakan suasana yang lebih hangat dan harmonis.
Jadi, hubungan seksual adalah tindakan positif yang harus dianjurkan dan diarahkan sesuai petunjuk Ilahi.
- Hasrat seksual bersumber dari dua sisi: laki-laki dan perempuan. Artinya, keduanya sama-sama membutuhkannya. Oleh karena itu, manusia sepanjang sejarah membentuk institusi keluarga agar keduanya bisa saling memenuhi kebutuhan emosional, materi, dan seksual secara harmonis dalam suasana bahagia yang dilandasi oleh kesucian dan kehormatan.
Islam mendorong kehidupan berkeluarga melalui pernikahan, berbeda dengan kaum liberal dan komunis yang meremehkan nilai keluarga. Meremehkan nilai keluarga berarti meremehkan kebutuhan seksual alami yang berkelanjutan yang hanya bisa dipenuhi dengan cara yang bersih dan terhormat, yang juga menjaga keturunan.
- Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa rumah tangga tanpa anak cenderung tidak bahagia secara umum. Perempuan, selain membutuhkan peran sebagai istri untuk memenuhi kebutuhan seksualnya, juga membutuhkan peran sebagai ibu untuk mencurahkan kasih sayang, membesarkan, dan mendidik anak. Rumah yang demikian akan dipenuhi kebahagiaan, kasih sayang, dan cinta yang mendorong keluarga menjalani hidup dengan semangat dan harapan.
Kesimpulan, poin pertama yang menyebut bahwa perempuan membenci seks, membenci laki-laki, dan membenci keluarga adalah keliru dan menyesatkan.
Kedua: Menjawab Poin Kedua (Tentang Meremehkan Status Ibu Rumah Tangga)
- Tugas utama perempuan adalah mengurus rumah, membina rumah tangga, mengasuh, dan mendidik anak. Namun, itu bukan satu-satunya peran. Jika ia memiliki kemampuan dan waktu, ia boleh bekerja di luar rumah selama sesuai dengan kesepakatan bersama suaminya.
- Jika seorang perempuan tidak memiliki cukup waktu untuk bekerja di luar rumah, maka pekerjaannya di dalam rumah tidak boleh dipandang rendah. Justru pekerjaan itu sangat besar dan mulia karena ia mendidik generasi masa depan. Seorang ibu yang mendidik anak-anaknya dengan baik berarti telah berkontribusi dalam membangun masyarakat yang sehat dan baik.
Seperti dikatakan dalam sebuah syair,
“Ibu adalah sekolah; jika engkau mempersiapkannya
Berarti engkau telah mempersiapkan bangsa yang luhur asal-usulnya.”
Ketiga: Menjawab Poin Ketiga dan Keempat (Tentang Hijab sebagai Simbol Penindasan dan Aib)
- Hijab tidak diwajibkan atas seluruh perempuan Muslim—kecuali kepada istri-istri Nabi (saw). Yang diwajibkan bagi perempuan Muslim adalah menutupi tubuh dari pandangan laki-laki non-mahram. Hijab dalam arti “bersembunyi sepenuhnya” hanya berlaku untuk istri-istri Nabi berdasarkan ayat, “Apabila kamu meminta sesuatu dari mereka (istri Nabi), mintalah dari balik hijab (tirai). Itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka…” (QS. al-Ahzab:53)
- Kewajiban menutup tubuh tidak berarti bahwa perempuan ditindas. Dan, membuka aurat tidak berarti ia bebas. Bahkan, bisa jadi perempuan membuka aurat karena terpaksa—misalnya karena suaminya tidak memberinya nafkah cukup untuk membeli pakaian, atau karena negara tidak memberikan jaminan sosial yang layak.
- Kewajiban menutup tubuh hanya berlaku terhadap laki-laki non-mahram. Adapun kepada suami, ayah, mertua, anak, saudara laki-laki, paman, dan anak-anak kecil, tidak wajib menutupi tubuh.
- Kewajiban berpakaian sopan (yang disebut sebagai penutup aurat) berlaku baik bagi perempuan maupun laki-laki. Tujuan utamanya adalah menjaga masyarakat dari kerusakan moral dan membangun budaya kesucian (iffah).
Allah berfirman kepada Perempuan, “Katakanlah kepada perempuan yang beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak darinya, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya…” (QS. al-Nur:31)
Dan kepada laki-laki, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya…” (QS. al-Nur:30)
Dari dua ayat ini, kita pahami bahwa baik laki-laki maupun perempuan sama-sama diperintahkan untuk menjaga kesucian dan berpakaian sopan.
Meskipun ada perbedaan teknis dalam aturan berpakaian antara laki-laki dan perempuan, keduanya tetap wajib menutup aurat.
Karena itu, para ulama tidak membolehkan laki-laki tampil setengah telanjang di hadapan perempuan—misalnya dalam majelis-majelis keagamaan atau acara ritual. Jika hal itu terjadi, perempuan tidak boleh melihatnya sebagai bentuk kehati-hatian dalam agama. Islam juga tidak membolehkan laki-laki memperlihatkan auratnya di depan laki-laki lain, apalagi perempuan.
- Bahwa mayoritas penelitian mengenai kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan telah menyalahkan perempuan yang berpakaian terbuka—tidak menutupi tubuh secara sempurna—dengan menganggap mereka sebagai pemicu perilaku laki-laki dewasa yang melakukan pelecehan dan pemerkosaan terhadap mereka.
Penelitian-penelitian ini telah menjelaskan suatu gagasan dalam memahami kekerasan seksual dan kondisi terjadinya kejahatan pemerkosaan. Perempuan yang berpakaian terbuka mempermudah pelaku pemerkosaan melalui pakaian mereka yang menggoda, yang sangat merangsang para pelaku yang “sakit” itu untuk menyerang mereka. Maka, perempuan berpakaian terbuka seolah-olah mengundang para pemerkosa untuk menyerang mereka.
Tanpa diragukan, maksud kami bukanlah:
- Bahwa pemerkosa tidak dianggap sebagai pelaku kejahatan, atau bahwa dia dimaafkan karena tindak kriminal yang dia lakukan terhadap seorang perempuan yang mungkin telah menggoda dirinya dengan pakaian yang tidak sopan. Bahkan, pelaku pemerkosaan, penyerangan, dan pelecehan telah melakukan tindakan kriminal tanpa diragukan, dan dia harus dihukum seberat-beratnya atas kejahatan tersebut jika itu berupa perzinaan dengan kekerasan.
Namun, yang ingin kami tambahkan di sini adalah: bahwa perempuan yang berpakaian terbuka telah menggoda dan memancing pelaku untuk memperkosanya, maka ia dianggap bersekutu dengan pelaku dalam perbuatan keji tersebut.
- Kami juga tidak bermaksud menggambarkan bahwa masyarakat Islam adalah masyarakat yang sempurna atau bebas dari kasus pemerkosaan, hanya karena adanya kewajiban menutup tubuh bagi perempuan di tengah masyarakat.
- Kami juga tidak bermaksud mengatakan bahwa dalam masyarakat yang tidak mewajibkan menutup aurat tidak terdapat perempuan-perempuan suci yang jauh dari perbuatan maksiat seperti zina dan apa pun yang mengarah ke sana.
Yang ingin kami sampaikan dengan penjelasan sebelumnya adalah: Bahwa ketelanjangan atau pakaian yang tidak sopan merangsang para pelaku kejahatan, dan rangsangan tersebut sering kali berujung pada terjadinya kejahatan. Maka, perempuan yang berpakaian terbuka bertanggung jawab atas kejahatan yang menimpanya, karena dia telah melakukan suatu tindakan yang memicu sebagian laki-laki untuk melakukan kejahatan tersebut. Rangsangan dan godaan yang muncul dari pihak perempuan telah menyeret pihak laki-laki kepada hasrat seksual tanpa pertimbangan, namun tetap atas kehendak dan pilihan mereka.
Bahkan, pakaian yang menutupi tubuh namun tetap menggoda, atau parfum yang membangkitkan syahwat para laki-laki, atau perbuatan yang tidak bermoral seperti wanita menari di depan laki-laki, atau ucapan yang menggoda dan lembut yang membangkitkan syahwat seperti nyanyian, atau sentuhan yang membangkitkan, semua itu berkontribusi dalam menciptakan kondisi yang memicu laki-laki untuk melakukan pemerkosaan atau paling tidak pelecehan seksual.
Bisa saja seorang pemerkosa mengklaim bahwa perempuan tersebut telah memberikan sinyal-sinyal yang jelas bahwa ia menginginkan godaan seksual, lalu si laki-laki mendekatinya dengan melakukan pelecehan dan tindakan seksual. Bahkan jika perempuan tersebut menolak hubungan seksual itu, hal itu tidak membenarkan perbuatannya sebelumnya, yang menurut laki-laki adalah suatu ajakan dari pihak perempuan.
Hal seperti ini tidak terjadi pada perempuan yang menutup aurat dan bersikap sopan dalam ucapan dan tindakannya. Karena perempuan seperti itu memberikan sinyal-sinyal yang jelas bahwa dirinya tidak terlibat sama sekali dalam godaan seksual dalam bentuk apa pun.
Oleh karena itu, Islam mengharamkan semua tindakan yang mengandung godaan dan rangsangan yang tidak bisa dipenuhi karena tidak adanya hubungan pernikahan antara perempuan yang menggoda dan laki-laki yang terangsang. Hal ini menyebabkan munculnya kasus-kasus pelecehan seksual, penyerangan, atau bahkan pemerkosaan yang memalukan dan mengerikan — yang membuat kondisi menjadi sangat tragis.
Tidak ada salahnya juga untuk menyebutkan kasus-kasus langka di mana laki-laki justru yang merangsang syahwat perempuan, dengan melakukan tindakan-tindakan yang menggoda perempuan di luar hubungan pernikahan, seperti menyanyi, membuka sebagian tubuh, yang mungkin membangkitkan nafsu perempuan. Ini juga adalah perbuatan yang haram, dan tanggung jawabnya ditanggung oleh kedua belah pihak, karena tindakan itu dilakukan secara sadar dan atas pilihan dari pihak laki-laki dan perempuan.
Dengan semua penjelasan di atas, gugurlah semua tuduhan dan gambaran yang memandang perempuan yang menutup tubuhnya dan bersikap sopan sebagai suatu aib atau sebagai perempuan yang tertindas karena sikapnya itu.
Keempat: Menanggapi Poin Kelima
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya tentang makna “qawwamah” (kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga), bahwa itu berarti laki-laki (suami) bertanggung jawab atas urusan istrinya, mengatur urusannya, dan melindunginya — bukan berarti dominasi atau kontrol suami atas tindakan istrinya atau hartanya. Sebab, dominasi seperti itu tidak termasuk dalam makna qawwamah karena dominasi bukanlah bentuk pengaturan dan perlindungan terhadap istri.
Selain itu, perempuan bukanlah objek lemah untuk memenuhi keinginan laki-laki, karena perempuan juga memiliki kebutuhan terhadap laki-laki untuk memuaskan hasratnya. Kehidupan rumah tangga adalah hubungan saling membutuhkan antara kedua jenis kelamin, dan bergaul secara baik (mu’asyarah bil ma’ruf) adalah prinsip utama dalam kehidupan rumah tangga.
Maka, tidak ada otoritas, tidak ada dominasi, dan tidak ada eksploitasi oleh salah satu pihak atas pihak lainnya. Kehidupan rumah tangga adalah tanggung jawab yang suci antara suami dan istri. Laki-laki bertanggung jawab atas urusan istrinya, mengatur kebutuhannya, melakukan apa pun yang tidak dapat dilakukan oleh istrinya demi memperbaiki kehidupan rumah tangga dan menjaga keharmonisan. Sedangkan istri menaati suaminya dalam hal kebutuhan seksual, keintiman, dan ketenangan yang dibutuhkan oleh suami.
Laki-laki juga bertanggung jawab untuk menyediakan semua makna tersebut kepada istrinya, karena perempuan pun membutuhkan keintiman dan ketenangan, agar rumah tangga dapat menjalankan peran utamanya dalam menciptakan masyarakat yang bersih.
Catatan Kaki:
- Wasail al-Syi’ah, jil.14, Bab 1 dari pendahuluan pernikahan, hadis ke-11 dan 12.
- Dikutip dari: Penelitian Syekh Ali Hakim, Hijab dan Teori Qurani, hal.8
- al-Ahzab [33]:53, hal.425.
- al-Nur [24]:31, hal.353.
- al-Nur [24]:30, hal.353.
- Kita melihat bahwa kasus pelecehan dan penyerangan bahkan menimpa perempuan yang berpakaian sopan dan jauh dari unsur menggoda, maka bagaimana lagi dengan mereka yang justru menggoda orang lain dengan membuka tubuh dan lainnya?
- Allah Swt berfirman kepada para Perempuan, “… dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan…”—Maka, perbuatan yang menarik perhatian laki-laki sehingga membangkitkan nafsu dan syahwat mereka, hukumnya tidak diperbolehkan.
- Diambil dari buku: Kondisi Wanita Muslimah dan Perannya dalam Masyarakat dari Perspektif Islam, oleh Syekh Hasan Jawahiri.