Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta melakukan kunjungan resmi ke Gedung Widya Graha, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada Selasa, 16 Juli 2025. Rombongan dipimpin oleh Direktur ICC Jakarta, Syaikh Mohammad Sharifani, didampingi Kepala Departemen Riset ICC, Akmal Kamil, beserta jajaran. Pertemuan dibuka dengan pembacaan doa oleh Syafinuddin Al-Mandari dari Departemen Riset ICC.
Dalam pertemuan tersebut, pihak BRIN membuka diskusi dengan memaparkan capaian kerja sama yang telah terjalin dengan ICC sejak penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) pada 2023. Selama tiga tahun terakhir, kolaborasi ICC dan BRIN telah menghasilkan empat riset bersama, dua buku yang sedang disusun, serta berbagai seminar, lokakarya, dan kegiatan silaturahmi. Ke depan, BRIN berharap kerja sama ini dapat diperluas, terutama dalam penulisan buku penanganan kebencanaan antara Indonesia dan Iran, penguatan riset di bidang sosial-humaniora, serta skema pertukaran peneliti BRIN ke Iran dan sebaliknya.
Menanggapi arahan BRIN tersebut, Syaikh Mohammad Sharifani dalam sambutannya menekankan pentingnya pengembangan ilmu pengetahuan melalui pertemuan gagasan lintas budaya, bahasa, dan mazhab. Beliau mengutip pesan Imam Ali (as) bahwa pikiran yang dipertemukan akan melahirkan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi masyarakat luas. “Alangkah indahnya sebuah forum di mana para peneliti dari latar belakang berbeda dapat berdialog dan berembuk, sehingga lahir pemikiran yang menyejahterakan,” ujar beliau.
Sebagai wujud tindak lanjut konkret, ICC menawarkan empat program kolaborasi. Pertama, seminar internasional di Iran tentang peran ibu, anak, dan teknologi terbaru, dengan fokus pada upaya menjaga spiritualitas anak di era digital. Seminar ini direncanakan dibuka oleh Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, bersama Presiden Iran sebagai pembicara kunci. ICC juga mengundang peneliti Indonesia untuk berkontribusi.
Kedua, malam bersyair internasional bertema Imam Husain (as), sebagai forum budaya yang menampilkan pembacaan syair, puisi, elegi, dan epik. Kegiatan ini diharapkan menjadi ruang sastra lintas tradisi untuk mengekspresikan kecintaan kepada Imam Husain (as).
Ketiga, seminar internasional Nahjul Balaghah yang akan membahas petunjuk Imam Ali (as) terkait pemerintahan, politik, sosial, kebudayaan, dan spiritualitas. ICC membuka kesempatan bagi peneliti Indonesia untuk menyumbangkan makalah ilmiah sesuai standar akademik.
Keempat, ICC membuka ruang penyusunan tema riset bersama yang lebih terstruktur. Dua hingga tiga topik riset akan dipilih bersama BRIN, dengan format kolaborasi penuh, termasuk kunjungan peneliti ke Iran. Untuk mendukung kelancaran, ICC mengusulkan diskusi kelompok terfokus (FGD) rutin setiap bulan selama satu tahun.
Menanggapi tawaran tersebut, pihak BRIN menyatakan dukungan penuh dan menilai gagasan ICC sejalan dengan arah mobilitas riset BRIN. BRIN juga menambahkan bahwa kerja sama dapat diperluas pada riset masjid—yang sebelumnya telah dilakukan bersama universitas di Malaysia—serta riset di bidang pendidikan anak usia dini dan integrasi nilai-nilai Islam dalam pendidikan. Selain FGD, BRIN juga membuka peluang pelaksanaan lokakarya teknis untuk memperkuat implementasi program bersama, termasuk penyelesaian proyek penulisan buku penanganan bencana Indonesia–Iran.
Sebagai penutup, Syafinuddin menambahkan pentingnya penelitian mendalam mengenai jejak Nusantara di Persia, khususnya pada aspek kebahasaan dan budaya. Penelitian ini diharapkan menjadi dasar ilmiah untuk memperkuat keterkaitan kedua kawasan.
Pertemuan ini menegaskan kembali komitmen ICC dan BRIN untuk terus memperluas kerja sama jangka panjang dalam pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kemanusiaan lintas negara dan peradaban.