ICC Jakarta menyelenggarakan peringatan Arbain Imam Husain as pada Rabu, 13 Agustus 2025 di Aula ICC Jakarta. Acara dibuka oleh MC, Ustaz Arif Mulyadi, yang menyampaikan bahwa dalam mazhab Ahlul Bait terdapat dua semangat besar yang menjadi sumber kekuatan untuk menjalani kehidupan, yaitu semangat Asyura dan semangat Arbain. Mengutip pernyataan Imam Khomeini, beliau menjelaskan bahwa revolusi Iran bisa terlaksana berkat dua semangat ini. Oleh karena itu, momentum Arbain menjadi ajakan untuk menapaktilas jejak kehidupan dan kesyahidan Imam Husain as.
Acara dilanjutkan dengan penampilan seni dari putra-putri ULCIS, pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Ikrom Muzadi, kemudian ceramah utama yang disampaikan oleh Syaikh Mohammad Sharifani dan diterjemahkan oleh Ustaz Hafidh Alkaf. Dalam pembukaannya, Syaikh Mohammad Sharifani mengajak hadirin untuk menjadikan malam penuh rahmat ini sebagai alasan untuk berkumpul, mengingat orang-orang yang dicintai, serta para syuhada, dengan menghadiahkan surah Al-Fatihah kepada mereka. Beliau menyampaikan bahwa pada pertemuan malam ini akan dibahas tiga hal: pertama, makna ziarah; kedua, faedah ziarah; dan ketiga, faedah ziarah yang bisa didapatkan di akhirat.
Tentang makna ziarah, Syaikh Mohammad Sharifani menjelaskan bahwa ziarah kepada Imam Husain as sudah dilakukan sejak wafat beliau, namun dalam beberapa tahun terakhir ziarah ini berkembang menjadi sebuah fenomena besar yang sangat agung. Dalam bahasa Arab, seorang peziarah disebut zā’ir, dan makna ziarah adalah kehadiran seorang zā’ir di tempat yang diziarahi. Menurut beliau, ada tiga kelompok manusia dalam masalah ziarah. Kelompok pertama adalah orang yang secara fisik hadir di Haram Imam Husain as namun hatinya berada di tempat lain; mereka secara lahir adalah zā’ir tetapi secara hakikat bukan peziarah. Kelompok kedua adalah orang yang berada jauh, misalnya di Indonesia, tetapi hatinya hadir di Karbala, bergetar ketika mengingat orang-orang yang berziarah ke sana, dan sering berkata dalam hati, “Andai saja aku bisa bergabung dengan kalian di sana.” Syaikh Mohammad Sharifani mengatakan bahwa hadirin yang ada di tempat ini termasuk dalam kelompok kedua dan insyaallah tercatat sebagai peziarah Imam Husain as. Kelompok ketiga adalah orang yang hadir secara fisik di Karbala dan hatinya pun sepenuhnya berziarah kepada Imam Husain as.
Beliau mencontohkan sosok Uwais al-Qarni, yang tidak pernah bertemu Rasulullah saw tetapi selalu dirindukan oleh beliau karena hati dan perilakunya selalu bersama Nabi saw. Demikian pula, jika hati kita bersama Imam Husain as dan perilaku kita mencerminkan akhlak beliau, maka kita akan tercatat sebagai peziarah beliau. Syaikh Mohammad Sharifani mengajak hadirin untuk mempraktikkannya dengan menutup mata, menghadapkan hati kepada Imam Husain as, meletakkan tangan di dada, lalu mengucapkan salam: “Salam atasmu wahai Abu Abdillah, andai saja kami bersamamu di Karbala. Andai kami gugur bersamamu sehingga kami mendapatkan kejayaan yang abadi.” Itulah makna ziarah menurut beliau: hadir sepenuhnya untuk Imam Husain as.
Pembahasan kedua adalah tentang faedah ziarah. Syaikh Mohammad Sharifani menanggapi pandangan yang mempertanyakan manfaat ziarah dengan alasan besarnya biaya. Menurut beliau, faedah pertama dari ziarah Arbain adalah kemampuannya membentuk karakter manusia secara luar biasa, melebihi lembaga pendidikan mana pun. Di momen Arbain, orang bisa menyaksikan langsung pengorbanan, kedermawanan, saling memaafkan, dan ketawadhuan; hal-hal yang mungkin sulit ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Faedah berikutnya adalah ziarah menciptakan arus (flow) dan membentuk masyarakat. Beliau mencontohkan bahwa jika seseorang ingin membentuk masyarakat yang mencintai sepak bola, diperlukan propaganda masif, dana besar, dan waktu bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, dan itu pun belum tentu berhasil. Namun, dalam ziarah Imam Husain as, hanya dengan satu momen Arbain, terbentuk arus kecintaan kepada beliau dan terwujud masyarakat yang mencintai dan memperjuangkan nilai-nilai beliau.
Faedah keempat adalah bahwa ziarah Arbain menciptakan identitas. Kata “Arbain” secara bahasa berarti “40” dan bisa merujuk ke berbagai hal, tetapi ketika disebut dalam konteks umat Islam pecinta Ahlul Bait, pikiran langsung tertuju kepada Imam Husain as. Faedah kelima adalah menciptakan model teladan. Semua peziarah yang terlibat dalam Arbain menjadikan Imam Husain as sebagai panutan, dan beliau menjadi simbol yang menyatukan manusia lintas latar belakang. Syaikh Mohammad Sharifani menghubungkan hal ini dengan gagasan Ayatullah Udzma Imam Khamenei tentang menciptakan peradaban baru Islam. Menurut beliau, Arbain adalah mukadimah bagi terwujudnya cita-cita para orang saleh di masa lalu, yaitu dunia di mana kebenaran berkuasa, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Anbiya’ ayat 105:
“Sungguh, Kami telah menuliskan di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam aż-Żikr (Lauh Mahfuz) bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh.”
Pada pembahasan ketiga, Syaikh Mohammad Sharifani memaparkan riwayat-riwayat yang menjelaskan faedah ukhrawi ziarah. Imam Shadiq as berkata bahwa kecintaan kepada Imam Husain as dan kerinduan untuk berziarah kepadanya adalah tanda kemuliaan di sisi Allah; barangsiapa diberi nikmat ini berarti Allah menginginkan kebaikan baginya. Dalam riwayat lain, Imam Shadiq as mengatakan bahwa orang yang mendatangi makam Imam Husain as karena cinta dan rindu akan memperoleh keamanan di hari kiamat, menerima catatan amal dengan tangan kanan, berada di bawah panji Imam Husain as, dan dimasukkan ke surga oleh beliau. Imam Baqir as menyampaikan bahwa pahala ziarah kepada Imam Husain as setara dengan seribu kali haji, seribu kali umrah, pahala seribu syahid bersama Rasulullah saw, pahala puasa seribu hari, dan seribu sedekah.
Riwayat lain menyebut bahwa jika mampu, peziarah dianjurkan datang dua kali setahun, dan jika tidak mampu maka setidaknya sekali setahun. Bahkan jika seseorang wafat pada hari atau tahun ziarahnya, maka ia dicatat seakan-akan wafat dalam keadaan berziarah. Dalam riwayat lainnya, barangsiapa berziarah ke Makkah seakan-akan selama empat bulan berada di Baitullah, dan ada pula riwayat yang menyebutkan dua golongan manusia yang ruhnya dicabut langsung oleh Allah tanpa melalui malaikat, yaitu para maksum dan peziarah Imam Husain as.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pembacaan maktal oleh Sayyid Bagir Alattas, maktam oleh Aldo dan Burair, serta doa penutup yang dipimpin oleh Ustaz Umar Shahab.