Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta menyelenggarakan Seminar Maulid Nabi Muhammad Saw bertema “Cinta Nabi, Cinta Semesta” pada Jumat, 12 September 2025 di Aula ICC. Acara dibuka oleh Syafin Al-Mandari dari Departemen Riset ICC yang menyampaikan bahwa salah satu dimensi kenabian Muhammad Saw adalah kecintaan terhadap semesta. Di tengah krisis ekologis global, peringatan Maulid menjadi momentum untuk merenungkan kembali ajaran Rasulullah Saw tentang kepedulian pada alam. Tilawah Al-Qur’an oleh Ustaz Zainus Sulthon kemudian membuka jalan menuju sesi inti.
Sebagai keynote speaker, Syaikh Mohammad Sharifani, Direktur ICC Jakarta, menyampaikan ceramah bertajuk “Semesta Langit dan Bumi dalam Pandangan Al-Qur’an.” Beliau menegaskan bahwa Al-Qur’an menempatkan alam sebagai ciptaan Allah yang indah dan sempurna. Surah As-Sajdah ayat 7 disebutkan: alladzî aḥsana kulla syai’in khalaqahû wa bada’a khalqal-insâni min ṭhîn (Dia memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan memulai penciptaan manusia dari tanah). Bumi diciptakan dalam keadaan terbaik, sehingga kerusakan yang terjadi bukan berasal dari ciptaan itu sendiri, melainkan akibat perlakuan manusia yang lalai.
Kerusakan lingkungan yang tampak hari ini, menurut beliau, telah digambarkan dalam Surah Ar-Rum ayat 41: dhaharal-fasâdu fil-barri wal-baḥri bimâ kasabat aidin-nâsi liyudzîqahum ba‘dlalladzî ‘amilû la‘allahum yarji‘ûn (Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah membuat mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar). Ayat ini memberi gambaran bahwa bencana ekologis muncul akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab.
Syaikh Mohammad Sharifani juga menyinggung sebuah peristiwa di masa Rasulullah Saw, ketika seorang tabib mendapati tidak ada pasien sakit di Madinah. Rasulullah menjelaskan bahwa selama masyarakat menjalankan ajaran Islam, mereka akan tetap sehat. Dari sini beliau menekankan bahwa Islam adalah agama yang menawarkan keselamatan bagi kehidupan manusia, termasuk dalam menjaga lingkungan.
Lebih lanjut, beliau membacakan Surah Al-A’raf ayat 96: walau anna ahlal-qurâ âmanû wattaqau lafataḥnâ ‘alaihim barakâtim minas-samâ’i wal-arḍi wa lâkin kadzdzabû fa akhadznâhum bimâ kânû yaksibûn (Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya akan dibukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan; maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan). Ayat ini dipahami sebagai penegasan bahwa faktor moral dan dosa manusia turut menjadi penyebab kerusakan di muka bumi.
Untuk memperkaya pandangan, beliau mengutip ajaran para imam. Imam Ali a.s. menyatakan bahwa orang yang menghidupkan tanah tandus wajib membersihkan dan memakmurkannya. Imam Shadiq a.s. menambahkan bahwa siapa pun yang menanam pohon, hasil pohon itu akan menjadi sedekah baginya, baik dimanfaatkan oleh manusia maupun hewan. Beliau kemudian menyinggung Surah Al-Isra’ ayat 27: innal-mubadzdzirîna kânû ikhwânasy-syayâṭhîn, wa kânasy-syayṭânu lirabbihî kafûrâ (Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya), untuk menegaskan larangan hidup boros. Pandangan Imam Ja‘far Shadiq a.s. turut beliau sampaikan, bahwa kesia-siaan tidak boleh dilakukan walaupun dalam kelimpahan, termasuk dalam penggunaan air di sungai atau laut yang tidak boleh disia-siakan begitu saja.
Di akhir ceramah, Syaikh Mohammad Sharifani mengingatkan dua hadis Rasulullah Saw. Pertama, menghilangkan gangguan dari jalan dinilai sebagai sedekah, yang berarti membersihkan lingkungan dari sampah atau sesuatu yang mengganggu merupakan amal yang berpahala. Kedua, larangan Rasulullah agar tidak melakukan sesuatu yang membuat orang lain melaknat, seperti membuang kotoran di jalan, yang menegaskan larangan membuang sampah sembarangan.
Selain keynote speech dari Syaikh Mohammad Sharifani, seminar ini juga menghadirkan pemateri lain dengan fokus pada aspek berbeda. Achmad Husain, Ketua Program Studi Magister Manajemen Lingkungan Universitas Negeri Jakarta, membahas pendidikan lingkungan sebagai dasar kesadaran mengelola sumber daya alam. Muhsin Labib, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Sadra, menyoroti filsafat semesta sebagai titik koreksi terhadap kekeliruan pembangunan. Husain Heriyanto, dosen Pascasarjana Universitas Paramadina, mengulas krisis ekologi dengan menekankan kaitan antara paradigma pembangunan dan perilaku budaya.